Search

Saturday, December 8, 2012

Mengenal Syarah Doa Sahar Karya Imam Khomeini ra


Karya Pertama Imam Khomeini ra Di Usia 27 Tahun

Buku Mukhtasharun Fi Syarh ad-Du'a al-Muta'alliq Bi al-Ashar yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Sayid Ahmad Fahri dengan judul Syarhe Doa-ye Sahar, merupakan karya tulis pertama Imam Khomeini ra. Beliau menulis karyanya ini pada 1347 Hq, dan itu berarti usianya baru 27 tahun.

Ini satu masalah penting untuk kita ketahui mengenai kehidupan Imam Khomeini ra. Bertahun-tahun sebelum memulai perjuangan politiknya, bahkan sebelum membicarakan konsep Wilayah Faqih, beliau telah terlebih dahulu menulis tentang syarah doa Sahar. Perubahan mendasar di dunia yang diungkapkan beliau dengan "Enfejar Nour-e Enqelab Eslami" (ledakan cahaya Revolusi Islam), sebenarnya kondisi yang sama telah terjadi bertahun-tahun dalam dirinya. Dan itu terjadi di masa mudanya.

Buku Syarah Doa Sahar ditulis oleh beliau bersamaan dengan kedatangan Ayatullah Shahabadi ke kota Qom. Itu artinya, pertemuan pertama guru besar irfan ini dengan Imam Khomeini ra menunjukkan bahwa sebelum ini Imam telah mempelajari irfan dan filsafat dari guru-guru sebelumnya.

Motivasi Penulisan Syarah Doa Sahar

Imam Khomeini ra sendiri menyebut motivasinya menulis buku ini. Beliau mengatakan, "... Doa merupakan salah satu nikmat terbesar yang diberikan kepada hamba-hamba Allah dan rahmat ilahi yang tersebar luas meliputi seluruh warga kota. Doa-doa yang berasal dari khazanah wahyu, syariat dan pembawa ilmu dan hikmah. Karena doa inilah yang menjadi penghubung maknawi antara khalik dan makhluk dan menjadikannya sebagai hubungan pecinta dan yang dicinta. Doa menjadi wasilah untuk memasuki kedalaman benteng yang kuat, meraih pegangan yang kokoh dan tali kuat... Oleh karenanya, saya ingin mensyarahinya dari pelbagai sisi, sesuai dengan kesiapan diri, sedikit kemampuan dan dangkalnya pengetahuan."

Ism A'zham, Allah Dalam Doa Sahar

Doa Sahar, atau dengan penjelasan Imam Khomeini ra dalam Syarah Doa Sahar disebut sebagai Doa Mubahalah, merupakan doa yang diriwayatkan dari Imam Muhammad Baqir as.

Sayid bin Thawus dalam bukunya Iqbal al-‘Amal setelah menukil doa ini dari Imam Baqir as, meriwayatkan sebuah hadis dengan makna seperti ini:

"Bila manusia mengetahui keagungan doa ini di sisi Allah dan kecepatan dikabulkannya doa ini bagi orang yang membacanya, maka mereka siap menghunus pedang untuk mendapatkannya."

Sayid bin Thawus dalam riwayat lain dari Imam Baqir as menukil:

"Bila saya bersumpah bahwa Ism A'zham Allah berada dalam doa ini maka sumpah ini merupakan sumpah yang benar. Oleh karenanya, ketika engkau berdoa maka usahakan untuk menyembunyikan doa ini. Karena ia termasuk ilmu yang harus disembunyikan. Sembunyikan doa ini, kecuali dari ahlinya. Orang-orang Munafik, pendusta dan pengingkar tidak termasuk ahli dari doa ini. Doa ini adalah Doa Mubahalah. Engkau akan mengucapkan, "Allahumma Innii Asaluka Min Bahaaika Bi Abhaaka ... (Yaa Allah! Aku memohon dari kecemerlangan-Mu dengan kecemerlangan-Mu ...)

Buku untuk Mereka yang Mengenal Filsafat dan Irfan

Buku ini ditulis dalam bahasa Arab. Pembahasan yang dilakukan oleh Imam Khomeini ra dalam Syarah Doa Sahar ini menggunakan banyak istilah filsafat dan irfan, sehingga membuat karya ini dapat dimanfaatkan oleh mereka yang mengenal istilah-istilah ini.

Terjemahan buku ini disertai sedikit penjelasan istilah-istilah dalam buku ini pasca kemenangan Revolusi Islam ke bahasa Persia dilakukan oleh Sayid Ahmad Fahri, salah satu murid Imam Khomeini ra.

Imam Khomeini ra dalam menulis buku Syarah Doa Sahar ini memanfaatkan buku Asrar as-Shalah karya Mirza Javad Tabrizi, komentar Mohammadreza Qomsheh-i atas syarah Fushus al-Hikam karya Qaishari, syarah Asma karya Sabzavari, Futuhat karya Muhyiddin Ibnu Arabi, Tawilat karya Abdurraziq Kashi, syarah Qaishari atas Fushus al-Hikam, syarah Miftah al-Ghaib karya Fannari, Qabasat karya Mir Damad sebagian buku Feiz Kashani dan al-Haiah wa al-Islam karya Sayid Hibatullah Shahrastani. Buku al-Haiah wa al-Islam sebagai karya kontemporer menunjukkan Imam Khomeini ra memiliki bacaan yang luas mencakup ulama kontemporer.

Metode Pembahasan Syarah Doa Sahar

Buku Syarah Doa Sahar tidak ditulis dengan pembaban yang teratur. Karena buku ini disusun sesuai dengan kalimat doa yang ada. Di akhir setiap dari 22 kalimat yang memuat nama Allah, Imam memberikan syarah. Sebagai contoh, di akhir kalimat pertama dari doa Sahar akan ada sub judul yang diikuti dengan penjelasan sebagai berikut:

Allahumma Innii Asaluka Min Bahaaika Bi Abhaaka

1. Manusia mencakup semua alam

2. Rahasia mengapa doa dimulai dengan "Allahumma"

3. Hakikat ikhlas

4. Metode suluk Sheikh al-Anbiya

5. Perbedaan antara Baha dan Jamal

6. Perbedaan antara Jamal dan Jalal

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pemikiran Imam Khomeini ra dalam buku Syarah Doa Sahar memuat pemikiran filsafat dan irfan yang dalam. Dengan kata lain, pembaca buku ini dari kalangan tertentu. Karena buku ini membutuhkan penjelasan dan pemaknaan istilah yang ada.

Kisah Imam Husein as yang Dibacakan Ayatullah Marashi Najafi Buat Pemuda Mabuk


Hujjatul Islam Sayid Mahmoud Marashi, anak Ayatullah al-Udzma Marashi Najafi yang sempat hidup bersama ayahnya selama 50 tahun menjelaskan kenangan indah mengenai kehidupan sederhana ulama besar ini:
 
"Suatu malam, Ayatullah Marashi Najafi diundang untuk menghadiri acara akad nikah satu dari orang yang dikenalnya dan acara berlangsung lama. Ketika kembali dari acara, malam telah larut dan di tengah jalan beliau berjumpa dengan seorang pemuda mabuk yang berteriak-teriak.
 
Pemuda itu dengan congkak bertanya, "Syeikh! Engkau datang dari mana?"
 
Ayatullah Marashi Najafi menjelaskan kedatangannya ke daerah itu dan sekarang ini hendak pulang ke rumah.
 
Pemuda mabuk itu kembali berkata, "Syeikh! Tolong bacakan kisah duka Imam Husein as untukku!"
 
Ayatullah Marashi Najafi pada awalnya mencari alasan dengan menyebut di sini tidak ada mimbar, lampu dan tidak terang untuk membacakan kisah duka Imam Husein as.
 
Tiba-tiba pemuda mabuk itu menjatuhkan dirinya di atas aspal dan berkata, "Baiklah, lihat ini adalah tempat duduk dan duduklah di hadapan saya."
 
Hujjatul Islam Sayid Mahmoud Marashi melanjutkan, "Ayahku kemudian melanjutkan kisahnya:
 
"Saya kemudian ikut duduk di depan pemuda ini. Ketika saya mulai mengucapkan Yaa Aba Abdillah, pemuda itu langsung menangis tersedu-sedu, sampai pundaknya bergerak-gerak dan membuat saya seperti terdorong oleh gerakan tubuhnya. Saya sendiri terpengaruh oleh tangisannya. Tapi melihat tangisan pemuda itu, saya segera menyadari bila kondisi ini terus berlanjut, pemuda itu akan pingsan. Akhirnya saya menyudahi kisah duka Imam Husein as.
 
Pemuda itu mengatakan, "Syeikh! Mengapa engkau membaca kisah duka Imam Husein as dengan singkat."
 
Saya menjawab, "Saya merasa kedinginan."
 
Ketika saya akan mengucapkan selamat tinggal kepadanya, ia berkata, bahwa saya harus mengantar Anda sampai ke depan rumah, agar tidak ada orang yang seperti saya mengganggu Anda."
 
Hujjatul Islam Sayid Mahmoud Marashi mengakhiri kisah ini dengan mengutip penuturan ayahnya:
 
"Dua atau tiga pekan setelah kejadian itu, Saya sedang duduk di mihrab Masjid Bala Sar. Tiba-tiba mata saya terpaku pada seorang pemuda yang sedang berjalan mendatangiku. Pemuda itu langsung menjatuhkan dirinya di hadapanku serta bersumpah demi hak dan kehormatan Sayidah Maksumah as kemudian berkata, "Saya memohon maaf dari Anda."
 
Ia kemudian memperkenalkan dirinya. Dari ceritanya saya baru memahami ternyata pemuda ini adalah yang pernah saya temui malam itu dalam keadaan mabuk.
 
Pemuda itu berkata bahwa sejak malam itu ia berubah total dan bertaubah. Ia sekarang mengikuti shalat jamaah.
 
Pemuda itu hingga akhir hidupnya dengan penuh kekhusyuan dan rendah hati senantiasa mengikuti shalat jamaah di saf pertama