Search

Saturday, December 15, 2012

Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, (Shahid Behehsti, Bagian Kedua)


Salah satu kelebihan yang ada pada diri kaum cendekia dan arif adalah kematangannya dalam membaca situasi dan memandang jauh ke depan untuk membangun hari esok yang lebih baik. Ayatullah Dr Sayid Mohammad Hosseini Beheshti adalah satu contoh tokoh cendekiawan yang arif. Ulama intelektual ini jauh sebelum kemenangan Revolusi Islam sudah mempersiapkan banyak hal penting untuk membangun Iran yang berasaskan Islam. Di antara yang dilakukannya adalah memilih para pemuda berbakat untuk diterjunkan ke bidang ilmu dan budaya sekaligus membekali mereka dengan pengetahuan agama, kematangan berpikir dan intelektualitas. Mereka inilah yang dipersiapkan untuk menjadi bagian inti dari revolusi Islam.

Mengenai  perjuangan Syahid Beheshti, Rahbar Ayatullah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Seluruh aktivitas perjuangan yang dimulai oleh Imam Khomeini ini, setelah beliau, bermuara pada sosok pribadi Syahid Behesti. Kebijaksanaan dan pandangan Beheshti yang mendalam telah menyelesaikan banyak persoalan yang ada. Banyak jaringan gerakan bawah tanah yang dipandu dan dibimbing olehnya… SAVAK(Dinas intelijen dan keamanan rezim Pahlevi) dalam analisanya menyimpulkan bahwa melukai dan menindak Beheshti akan membuatnya menjadi Khomeini kedua di Iran, sebab dia memenuhi semua kriteria …"

Sejak awal gerakan kebangkitan Imam Khomeini tahun 1962, Ayatullah Beheshti sudah terlibat secara aktif. Tak heran jika dinas intelijen dan keamanan rezim Shah Pahlevi memasukkan nama Beheshti ke dalam daftar ulama yang setiap gerak geriknya harus selalu diawasi. Beberapa kali ulama pejuang ini harus mendekam di dalam penjara. Tahun 1964, warga Muslim Hamburg Jerman meminta para ulama di Qom supaya mengirim seorang ulama untuk memimpin jamaah di masjid kota itu yang dibangun oleh almarhum Ayatullah al-Udzma Boroujerdi. Para ulama yang mengkhawatirkan keselamatan jiwa Ayatullah Beheshti memintanya meninggalkan Iran dan pergi ke Jerman. Dengan demikian, sejak tahun 1965, Beheshti memimpin warga Muslim di kota Hamburg.

Lima tahun berada di Hamburg, Ayatullah Beheshti mempelajari bahasa Jerman. Dengan demikian dia bisa menjalin hubungan lebih baik dengan warga setempat. Dari sinilah, Beheshti secara aktif terlibat menyebarkan ajaran Islam di Jerman. Di Hamburg dia membentuk jaringan mahasiswa Muslim Iran. Mengenai kegiatannya di Jerman, Beheshti menceritakan, "Aku tinggal di Hamburg tapi aktivitasku mencakup seluruh wilayah Jerman, Austria, sebagian Swiss dan Inggris. Aku juga menjalin hubungan korenpondensi dengan Swedia, Belanda, Belgia, Amerika, Italia dan Perancis. Aku mendirikan persatuan kumpulan Islam dan ikut membantu mereka sekaligus menjadi penasehat. Dana batuan dengan jumlah tidak seberapa besar yang berhasil dihimpun di masjid aku alokasikan untuk mendanai perkumpulan itu. Kami juga membentuk satu perkumpulan yang sangat aktif di masjid yang bekerja siang dan malam."

Di bawah kepemimpinan Ayatullah Beheshti, masjid warga Muslim Iran di Hamburg berubah nama menjadi pusat Islam Hamburg. Dengan demikian, warga muslim lainnya yang berada di sana bisa leluasa datang dan ikut memakmurkan masjid ini. Selama berada di Jerman, Beheshti banyak menjalin hubungan dengan kalangan pemuda mahasiswa. Bersama mereka, dia menerbitkan sejumlah buletin dan majalah. Beheshti juga menggelar kontak dan melakukan diskusi dengan para pemikir Eropa. Dalam banyak kesempatan dia menjelaskan kebenaran agama Islam dan menjawab berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh para orientalis terhadap Islam.

Tahun 1966, Ayatullah Beheshti yang berada di Jerman pergi tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Perjalanan ke tanah suci dilaluinya lewat darat yang membawanya ke Turki, Suriah dan Lebanon. Di negara-negara ini, Beheshti bertemu dengan para pejuang yang tinggal di luar negeri. Tiga tahun berikutnya, sang ulama pergi ke Irak untuk menemui Imam Khomeini di Najaf. Gerakannya untuk kebangkitan Islam di Iran berlanjut saat berada di Jerman. Tahun 1970, dengan segudang pengalaman yang berharga, Beheshti meninggalkan Jerman dan kembali ke Iran.

Sekembalinya dari Jerman, Savak tidak mengizinkan Beheshti meninggalkan Iran. Kondisi seperti itu dimanfaatkan oleh sang ulama untuk beraktivitas penuh di Tehran. Dia menggelar majlis al-Quran dan menjalin hubungan dengan para pemuda. Dalam banyak pidatonya, Ayatullah Beheshti menjelaskan kepada masyarakat akan kondisi dunia Islam khususnya Palestina. Dia berkali-kali menegaskan bahwa "Umat Islam tak akan pernah unggul selama negara-negara Islam tidak bersatu."

Tahun 1978, rakyat secara langsung berhadap-hadapan dengan rezim Shah, dan gerakan revolusi Islam sudah semakin besar. Dalam proses perjuangan ini, Beheshti disebut oleh Savak sebagai tokoh dan otak utama yang menjalankan misi perjuangan Imam Khomeini di Iran. Di tahun yang sama tepatnya di bulan Oktober, Imam Khomeini meninggalkan Irak dan berhijrah ke Paris. Di sana, beliau membentuk Dewan Revolusi yang salah satu tugasnya adalah menentukan pemerintahan sementara dan mengatur segala urusan negara sampai pemerintahan yang resmi terbentuk. Salah satu anggota dewan ini adalah Ayatullah Dr Beheshti.

Darah puluhan ribu syuhada akhirnya berbuah kemenangan revolusi. Bulan Februari 1979, rezim Pahlevi tak mampu lagi bertahan menghadapi gerakan kebangkitan dan revolusi Islam rakyat Iran. Di saat-saat yang genting seperti itu dan di tengah puluhan kelompok politik yang masing-masing mengejar kepentingannya, diperlukan satu jaringan terorganisir yang melindungi dan menjaga revolusi Islam ini dari penyimpangan. Ayatullah Beheshti yang selalu mengedepankan asas kedisiplinan dan keterprograman meminta izin Imam Khomeini untuk membentuk sebuah partai politik bernama Partai Republik Islam. Partai ini diisi oleh kader-kader asli gerakan Islam seperti Ayatullah Beheshti, Ayatullah Khamenei, dan beberapa tokoh revolusi lainnya. Partai ini bergerak untuk memobilisasi rakyat secara terprogram. Pembentukan partai Republik Islam disambut hangat oleh rakyat Iran. Ayatullah Beheshti dipercaya menjadi Sekjen partai ini.

Saat Republik Islam Iran hendak menyusun konstitusi baru, Beheshti mendapat suara dukungan dari rakyat untuk duduk di Dewan Ahli Penyusunan Konstitusi. Di Dewan ini Beheshti terpilih sebagai wakil ketua. Rakyat Iran masih mengingat betul partisipasi besar Beheshti dalam menyusun undang-undang dasar Republik Islam Iran. Salah satu kegiatan utama Ayatullah Beheshti pasca revolusi adalah memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada rakyat akan konsep kepemimpinan faqih atau wilayah faqih yang disebutkan dalam konstitusi. Setelah tersusun, UUD baru disahkan lewat suara rakyat melalui mekanisme referendum. Berikutnya, Imam Khomeini melantik Beheshti sebagai Ketua Mahmakah Agung karena keilmuan, ketakwaan dan kemampuannya yang luar biasa.

Setelah kemenangan revolusi Islam, AS dan musuh-musuh Islam di dalam negeri menyadari bahwa Dr Beheshti adalah salah satu pilar penting yang menyangga Revolusi Islam. Dialah yang punya peran sangat vital dan menentukan dalam setiap pengambilan keputusan. Karena itu, musuh-musuh revolusi mengerahkan semua sarana dan kakitangannya untuk merusak citra dan nama Beheshti di tengah masyarakat. Tapi semua tuduhan dan fitnahan itu dihadapinya dengan tabah dan kesabaran tinggi. Dia tak pernah menyebut orang lain dengan kata-kata buruk. Jiwanya yang besar tak memberinya izin untuk menghadapi lawan-lawan politiknya dengan bahasa kemarahan. Beheshti selalu mengajak pihak-pihak yang berseberangan dengannya untuk berdiskusi mencari kebenaran. Sifat-sifat luhur itulah yang membuat rakyat semakin mencintai Beheshti. Kelompok Munafikin yang tak punya kekuatan apapun menghadapi akhlak dan logika Islam Ayatullah Beheshti, mengambil jalan pintas. Mereka meneror ulama pejuang ini. 28 Juni 1981, kaki tangan munafikin meledakkan kantor pusat Partai Republik Islam. Dalam insiden itu, Ayatullah Beheshti bersama 72 tokoh partai Republik Islam yang sebagian besar adalah pejabat Negara, gugur Syahid.

Syahidnya Ayatullah Beheshti menorehkan luka yang dalam di hati Imam Khomeini. Beliau mengatakan, "Beheshti hidup teraniaya dan matipun teraniaya. Dia telah menjadi gangguan yang sangat besar bagi musuh-musuh Islam." Imam Khomeini menyebut Beheshti dengan sebutan satu bangsa. Mengenai kepribadian dan keluasan wawasannya, Imam mengatakan, "Saya mengenal Beheshti lebih dari 20 tahun. Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang tidak obyektif itu (Munafikin) yang menyuarakan yel-yel ‘mampus Behehsti' di seluruh penjuru negeri, saya justru memandang Beheshti sebagai sosok pribadi yang loyalis, mujtahid, pemimpin, cinta rakyat, cinta kepada Islam dan orang yang sangat berguna bagi masyarakat kita."

Malaikat Membantu Fathimah Az-Zahra as


Kejadian yang aneh. Menakjubkan dan luar biasa. Abu Dzar tidak mampu mempercayai apa yang dilihatnya. Gilingan tepung Sayidah Fathimah az-Zahra as berputar sendiri dan mengubah gandum menjadi tepung! Padahal tidak ada seorangpun di ruangan itu. Abu Dzar kembali melihat dengan seksama ke alat penggiling gandum itu, tapi ia tetap tidak dapat memahami apa sebenarnya yang terjadi.

"Bagaimana bisa gilingan gandum itu bisa bergerak sendiri," gumam Abu Dzar.

Waktu itu, Abu Dzar diperintah oleh Nabi Muhammad Saw untuk pergi ke rumah Imam Ali as untuk memanggilnya dan bersama-sama menemui Nabi Saw. Sesampainya di rumah Imam Ali as, kejadian aneh ini yang disaksikannya.

Abu Dzar benar-benar takjub dan segera keluar dari rumah. Di pertengahan jalan ia melihat Imam Ali as dan mengajaknya menemui Nabi Saw. Apa yang dilihatnya tadi membuatnya lupa untuk menjelaskannya kepada Imam Ali as. Ketika sampai di hadapan Rasulullah Saw, Abu Dzar baru ingat kejadian tadi dan menceritakannya kepada Nabi Saw.

Mendengar kisah Abu Dzar, Nabi Saw tersenyum dan berkata, "Abu Dzar! Allah Swt mengetahui bahwa badan putriku halus dan lemah. Untuk itu dikirimkanlah malaikat untuk membantunya dalam pekerjaan-pekerjaan rumah."

Bayang-bayang Suram Rezim Zionis Israel


Berbagai skandal di Rezim Zionis Israel telah banyak menjerat petinggi rezim ilegal ini dan kebanyakan mereka akhirnya harus mengundurkan diri, pensiun dan bahkan menghadapi tuntutan hukum. Skandal ini juga menjadi akar dari esensi Israel di berbagai bidang termasuk politik dan membuat rezim ini hampir lumpuh.

Terbongkarnya berbagai skandal para elite politik di Israel telah membuat rezim ilegal ini terkenal sebagai rezim paling bobrok di dunia. Di antara skandal yang marak di antara para petinggi Israel adalah skandal seksual, politik dan korupsi Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman. Skandal ini memaksa Lieberman untuk mengundurkan diri.

Sudah umum bahwa skandal yang menjerat para elite politik Israel akan digulirkan dan ditelusuri ketika friksi politik dan perebutan kekuasaan di tubuh rezim yang rapuh ini semakin memanas. Bisa dikatakan bahwa kasus korupsi petinggi Israel hanya sebagai alat politik dan dimanfaatkan saat perang perebutan kekuasaan.

Terkait Lieberman, meski pengunduran dirinya disebut-sebut dikarenakan sejumlah kasus yang melilit ketua Partai Yisrael Beiteinu, namun para pengamat mengemukakan sejumlah faktor utama lain yang menyebabkan Lieberman mengundurkan diri. Pengamat menilai pengunduran diri Lieberman merupakan dampak dari kekalahan memalukan Israel di perang delapan hari di Jalur Gaza baru-baru ini.

Sebelum Lieberman, Menteri Peperangan Ehud Barak juga beberapa hari setelah berakhirnya perang delapan hari Gaza yang terjadi bulan November 2012 secara tak terduga melalui sebuah jumpa pers menyatakan pengunduran dirinya. Tak hanya itu, Barak bahkan menegaskan dirinya akan pensiun dari gelanggang politik.

Pengalaman dari kinerja para petinggi Israel yang gagal termasul setelah kekalahan rezim ini di perang 33 hari melawan Hizbullah Lebanon di tahun 2006 menunjukkan bahwa petinggi Tel Aviv mulai mencari-cari berbagai dalih untuk ditunjukkan kepada publik sebagai sebab utama pengunduran diri mereka. Tujuannya tak lain adalah untuk mencegah merosotnya semangat Zionis.

Oleh karena itu, kita menyaksikan sejumlah elite politik Israel yang memainkan peran penting di kebijakan rezim ini hanya dengan dalih seperti korupsi, skandal seksual, penyalahgunaan jabatan dan kegagalan memimpin, satu demi satu mengundurkan diri. Padahal skandal seperti ini hampir dimiliki oleh petinggi rezim Tel Aviv.

Berdasarkan skenario ini, berbagai nasib petinggi Israel seperti pengunduran diri, dipecat dan hukuman penjara karena terlibat skandal moral dan korupsi seperti yang terjadi pada Dan Halutz, mantan Kepala Staf Gabungan Militer Israel, Ehud Olmert, mantan Perdana Menteri, Amir Peretz mantan Menteri Peperangan, dan Moshe Katsav mantan Presiden ditujukan untuk mengelabuhi publik bahwa kekalahan perang 33 hari bukan atas nama Israel namun dilimpahkan kepada individu-individu ini.

Babak baru pengunduran diri petinggi Israel di beberapa pekan terakhir dengan dalih apa pun menunjukkan eskalasi krisis politik dan kerapuhan rezim yang hampir musnah ini. Gelombang pengunduran diri yang hanya beberapa pekan dari pemilu parlemen di Tel Aviv yang rencananya akan digelar Januari 2013 mendatang menunjukkan gelapnya masa depan rezim ini.

Imam Sajjad as Penerus Kebangkitan Huseini


Mempelajari sejarah hidup manusia-manusia yang mencontohkan kesucian dan kebenaran sejati, meski sekilas dan singkat, akan membawa kita ke dunia kemuliaan dan keutamaan. Setelah syahadah ayahanda beliau dalam tragedi Karbala, Imam Sajjad, Ali Zainal Abidin as, memegang peran penting dan menentukan. Pada saat peristiwa Karbala, Imam Sajjad as berusia sekitar 24 tahun. Setelah peristiwa besar tersebut, beliau hidup selama 34 tahun. Selama masa itu, beliau memangku jabatan Imamah dan berjuang membasmi berbagai kezaliman dan kejahilan dengan berbagai cara. Di sepanjang perjuangan beliau, hal yang paling mencolok dari semuanya ialah usaha beliau mempertahankan nilai-nilai perjuangan Karbala dan menyebarluaskannya sebagai hasil sebuah kebangkitan besar dan abadi. Imam Sajjad as, pada tahun 95 Hq, gugur syahid setelah diracun yang disusupkan oleh kaki tangan Walid bin Abdul Malik, penguasa Bani Umayah.

Hamid bin Muslim, salah seorang penulis kisah tragedi Karbala, menulis, "Di hari Asyura, setelah syahadah Imam Husein as, bala tentara Yazid pergi menemui Ali bin Husein as. Beliau tengah berbaring karena sakit. Oleh karena mereka mendapat perintah untuk membunuh semua lelaki keluarga Imam Husein as, maka mereka pun berniat membunuh beliau. Akan tetapi, ketika mereka melihatnya tengah terbaring dalam keadaan sakit, mereka membiarkan beliau."

Jelas sekali bahwa sakitnya Imam Sajjad as di hari Asyura mengandung hikmah dan maslahat ilahi, sehingga beliau selamat dari pembantaian, untuk melanjutkan jalan perjuangan ayah beliau, Imam Husein as.

Melihat munculnya suasana serba sulit bagi kaum Syiah setelah tragedi Karbala dan syahadah Imam Husein as, maka pelaksanaan tugas Imamah pun menghadapi kesulitan besar. Setelah peristiwa Asyura, Imam Sajjad as, beserta rombongan keluarga yang masih tersisa, dan di samping bibi beliau, Sayidah Zainab as, bergerak dari Karbala, di Irak, menuju ke Damaskus di Syam, yang merupakan pusat pemerintahan Yazid. Dari hari-hari pertama setelah tragedi Karbala, Imam Sajjad as berusaha menyampaikan pesan kebangkitan ayah beliau ke seluruh umat manusia. Meski kesedihan syahadah ayah dan para pengikut setia, telah melukai hati Imam Sajjad, akan tetapi, dengan ilmu yang luas dan tekad yang kuat, dalam berbagai kesempatan, beliau selalu menyebarkan keutamaan Ahlul Bait as. Dengan demikian tahap lain dari kebangkitan Karbala, telah terbentuk di bawah kepemimpinan Imam Sajjad as, dengan tujuan mengokohkan dasar-dasar pemikiran kebangkitan Imam Husein as.

Dalam sejarah disebutkan, pada saat rombongan keluarga Imam Sajjad as tiba di Kufah, beliau menjelaskan dengan sangat indah, kebenaran kebangkitan Imam Husein as untuk rakyat Kufah. Dalam pidatonya, beliau menyebut Ahli Bait sebagai simbol keadilan, ketakwaan dan kemenangan. Pidato beliau berhasil menggugah semangat yang tengah terlena. Kata-kata beliau, "Dengan wajah yang bagaimanakah kalian akan menghadap Rasul Allah Saw di Hari Kiamat, ketika beliau berkata, "Kalian telah membunuh putraku dan mencabik-cabik kemuliaanku."

Di negeri Syam pun, Imam juga menyampaikan pidato yang sangat menarik dan tegas, sehingga mematahkan propaganda Bani Umayah untuk mendiskreditkan keluarga Rasul Saw. Dengan menyebutkan berbagai keutamaan Ahli Bait dan hakikat jalan perjuangan ayah beliau, kata-kata Imam Sajjad as merasuk ke dalam sanubari semua yang hadir. Pengaruh pidato Imam Sajjad as sedemikian kuat, membuat Yazid ketakutan dan berpikir keras untuk menemukan cara guna menghentikan pidato beliau. Akhirnya Yazid memerintahkan orangnya untuk mengucapkan azan. Karena menghormati azan, Imam Sajjad as menghentikan pidatonya. Akan tetapi ketika muazin sampai kalimat "Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah", Imam Sajjad menoleh ke arah Yazid dan bertanya, Hei Yazid! Muhammad ini kakekku atau kakekmu. Jika engkau katakan bahwa ia adalah kakekmu, maka engkau telah membuat kebohongan besar. Jika engkau katakan bahwa ia adalah kakekku, mengapa engkau membunuhi anak keturunannya?

Dengan penjelasan Imam Sajjad as dan terungkapnya wajah sebenarnya para penguasa Bani Umayah, maka tidak ada pilihan lain bagi Yazid kecuali menjauhkan keluarga Imam Sajjad as secepatnya dari pusat pemerintahannya. Untuk itulah ia mengembalikan mereka ke Madinah. Tentu saja perlu diketahui bahwa sejarah mencatat, Yazid dan para pejabat pemerintahannya memperlakukan keturunan Rasul Saw, yang tersisa dari pembantaian Karbala, sebagai tawanan perang. Padahal peristiwa Karbala sama sekali tidak tepat dikatakan sebagai peperangan. Peristiwa itu sebuah pembantaian. Karena jumlah kedua belah pihak yang sangat tidak seimbang, demikian pula peralatan perang, dan kondisi kedua pihak. Rombongan Imam Husein as berjumlah 72 orang lelaki yang semuanya gugur syahid. Sedangkan tentara Yazid berjumlah lebih dari 30.000 orang. Imam Husein as dan rombongannya memiliki peralatan perang yang terbatas, sebaliknya tentara Yazid. Rombongan Imam Husein as sudah kelaparan dan kehausan selama beberapa hari di padang pasir yang kering kerontang, sementara pasukan Yazid menguasai dan memonopoli air sungai Furat, dan memiliki perbekalan makanan yang melimpah.

Di masa itu, masyarakat Islam tengah dilanda krisis ideologi dan akidah. Setelah peristiwa Karbala, penguasa Bani Umayah, lebih terbuka dan lebih berani daripada sebelumnya, dalam melakukan berbagai kezaliman dan penyebaran fasad. Pemerintahan Bani Umayah berusaha menyibukkan rakyat dengan hal-hal yang bersifat sampingan. Akan tetapi Imam Sajjad as juga telah memulai gerakan tersusunnya untuk menjelaskan dasar-dasar ideolgi Islam dan berusaha mengembalikan umat Islam kepada ajaran agama yang murni. Imam Sajjad as, berusaha keras menyebarkan hukum-hukum Islam dan ajaran pendidikan dan akhlak. Dalam hal ini beliau telah mengambil langkah-langkah penting, membuat banyak kalangan cendekiawan dan ulama memuji dan mengagumi beliau.

Syeikh Mufid ra, salah seorang tokoh besar ulama Islam, menulis, "Fuqaha Ahlussunah sedemikian luas menukil berbagai ilmu dan pengetahuan Islam dari Imam Sajjad as, sehingga tak terhitung lagi. Nasehat-nasehat, doa, keutamaan al-Quran, halal dan haram dalam hukum Islam, telah dinukil dari beliau, sehingga sangat dikenal di kalangan ulama."Contoh dari ajaran akhlak Imam Sajjad as yang hingga kini masih bisa diperoleh, ialah sebuah kumpulan pandangan-pandangan beliau yang dibukukan dengan "Risalatul Huquq". Dalam kitab ini, Imam Sajjad as menjelaskan hak-hak dan kewajiban berbagai macam manusia, baik antara manusia dengan Tuhannya, maupun di antara sesama manusia.

Satu lagi karya Imam Sajjad yang terabadikan, dalam rangka usaha beliau menjelaskan dasar-dasar agama, ialah ajaran-ajaran yang beliau sampaikan dalam bentuk doa dan munajat, yang sangat indah. Gaya penyampaian seperti ini memiliki daya tarik luar biasa, sehingga menyedot perhatian ulama dan cendekiawan Islam. Doa-doa Imam Sajjad as yang disusun dengan kata-kata yang sangat indah, penuh dengan makna dan ajaran Islam, baik akidah, filsafat, hukum, bahkan politk dan pemerintahan. Doa-doa beliau ini dikumpulkan dalam sebuah kitab berjudul Shahifah Sajjadiyah.

Salah satu kandungan penting dalam doa beliau ialah semangat menentang kezaliman, dan upaya menegakkan keadilan, penyebaran nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan. Dalam salah satu doanya, Imam Sajjad as mengatakan, "Ya Allah berilah kami kekuatan untuk mampu menjaga sunnah Nabi-Mu, dan berjuang melawan bidah, serta melaksanakan kewajiban Amar Makruf dan Nahi Munkar."

Disebutkan dalam sejarah bahwa dalam berbagai kesempatan, Imam Sajjad as selalu menghidupkan kenangan tentang tragedi Karbala. Setiap kali seseorang menyodorkan makanan kepada beliau, atau setiap kali beliau melihat air minum, beliau pasti menunjukkan kesedihan, mengingat ayah beliau, keluarga dan para pengikut setia, bahkan bayi dan kaum perempuan, yang kelaparan dan kehausan di padang Karbala. Beliau mengatakan, "Setiap kali mengingat putra-putra Fatimah yang terbunuh, tiba-tiba leherku tercekik oleh rasa pedih, dan tanpa dapat ditahan lagi, air mataku meleleh."

Di tengah masyarakat, Imam Sajjad as dikenal sebagai dermawan, pengasih dan sangat merakyat. Sedemikian menyatunya Imam Sajjad as dengan kesedihan-kesedihan yang terjadi di tengah masyarakat, dan sedemkian cintanya beliau untuk berkhidmat kepada rakyat, membuat beliau tiap malam memikul karung-karung makanan dan membagikannya kepada warga miskin. Beliau melakukan hal itu secara diam-diam, di tengah kegelapan malam, dan dengan pakaian samaran. Setelah beliau meninggal barulah perbuatan mulia beliau ini diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas dakwah beliau tidak pernah menghalangi beliau dari langkah-langkah kemanusiaan dan penyebaran keutamaan-keutamaan akhlak secara praktis.