Search

Sunday, December 23, 2012

Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Syahid Behehsti (Bagian Ketiga)


Di antara para tokoh Revolusi Islam, Ayatullah Dr Mohammad Hosseini Beheshti bisa dibilang sebagai salah satu arsitek pemikiran revolusi dan pergerakan Islam di Iran. Dia adalah sosok ulama pemikir berkepribadian sempurna yang memiliki kemampuan besar dalam memimpin dan bijak dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi revolusi. Dalam pandangannya, ada tiga macam sistem sosial yang bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Sistem yang pertama adalah sistem sosial dengan perundang-undangan yang tidak berlandaskan ajaran agama. Dalam sistem ini, agama dipandang sebagai masalah individu bukan sosial. Sistem seperti ini memiliki serangkaian aturan yang terkadang bisa disesuaikan dengan pandangan semua agama. Artinya, semua orang dengan latar belakang agama dan kepercayaan apapun bisa memegang tanggung jawab dan jabatan di dalamnya. Dalam hal ini, Ayatullah Beheshti membawakan satu permisalan. "Dalam sistem ini, seorang guru yang baik adalah guru yang tegas, disiplin, dedikatif, dan berpandangan bebas. Apapun agamanya bukan masalah yang penting."


Sistem sosial kedua adalah sistem yang berdiri atas landasan agama. Tapi dalam pelaksanaannya, tidak mensyaratkan ketaatan pejabat pelaksana kepada aturan agama. Syahid Ayatullah Beheshti mengatakan, "Dalam sistem ini, guru yang baik adalah guru yang hanya peduli untuk mengajar. Dia tidak boleh melakukan tindakan atau menyampaikan ucapan yang berbau ateisme dan anti agama."

Sistem ketiga adalah sistem yang dibangun di atas landasan agama, dan mewajibkan para pelaksananya untuk taat kepada ajaran agama. Dalam kaitan ini, Beheshti mengatakan, "Guru yang baik dalam sistem ini adalah guru yang selain tegas, disiplin dedikatif  dan berwawasan bebas juga harus taat beragama dan religius." Dr Beheshti menyebut sistem ketiga ini sebagai sistem sosial yang benar. Menurutnya, sistem  sosial dalam masyarakat Islam harus berlandaskan ajaran agama Islam dan para pengelolanya harus taat beragama.

Ayatullah Beheshti memandang keadilan sebagai salah satu parameter paling penting dalam sistem sosial Islam. Menurutnya, dunia dan manusia tercipta atas landasan keadilan dan keserasian, dan Allah telah menetapkan aturan dan undang-undang penciptaan yang adil. Keadilan, kata Beheshti, terbagi atas tiga hal; keadilan norma-spritual, keadilan ekonomi dan keadilan sosial. Ketiga cabang keadilan ini saling terkait, dan terwujudnya masing-masing sangat bergantung kepada yang lain. Ketiganya saling menyempurnakan asas keadilan. Namun demikian, dari ketiga hal itu, keadilan norma-spiritual menempati urutan teratas dan bisa disebut sebagai inti yang jelas lebih penting dan di atas dua cabang keadilan lainnya. Karena itu, kita tak bisa mengorbankan keadilan norma-spiritual meskipun kondisi memaksanya demi untuk menegakkan keadilan sosial atau keadilan ekonomi. Singkatnya, keadilan norma-spiritual tak bisa dikorbankan untuk kepentingan apapun.

Untuk mencapai keadilan, Syahid Behesti menyebutkan dua hal. Pertama, ajaran Islam yang berasal dari al-Quran dan Sunnah Nabi Saw dan para Imam AhliBait as. Surat al-Hadid ayat 25 menjelaskan, "Kami mengutus para Rasul dengan bukti yang kuat, dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca supaya umat manusia menegakkan keadilan." Berdasarkan ayat ini Ayatullah Beheshti mengatakan, "Sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia diberi tugas untuk menegakkan keadilan. Mereka dibebani tanggung jawab untuk menjalankan hukum Allah dan mewujudkan masyarakat yang ideal sesuai dengan yang Allah kehendaki. Manusia bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan berdasarkan perintah Allah dan dengan mengikuti jejak para Nabi dan para Imam suci. Karena itu, berdasarkan ayat-ayat al-Quran yang sudah jelas untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat Islami, ajaran para nabi harus dijalankan."

Kedua, menegakkan keadilan memerlukan pemimpin. Menurut Beheshti, pemimpin memainkan peran kunci dalam menegakkan keadilan dan membekali masyarakat dengan berbagai kemampuan untuk misi ini. Dalam pandangan sang Syahid, pemimpin haruslah orang yang paling adil di antara semua orang. Keadilan bukan hanya syarat bagi seorang pemimpin tapi juga syarat bagi semua orang yang ikut dalam mengelola negara. Dalam hal shalat jamaahpun, keadilan menjadi syarat bagi seorang imam. Untuk itu, keadilan adalah masalah yang sangat penting dalam masyarakat Islam. Jika di tengah masyarakat Muslim ada bakteri, maka keselamatan seluruh masyarakat akan terganggu.

Kebebasan adalah salah satu kata kunci dalam pemikiran Syahid Beheshti. Menurutnya, salah satu slogan paling penting dalam Islam adalah kebebasan. Islam memandang manusia sebagai makhluk yang terlahir bebas. Berbekal pengetahuan dan ilmu, manusia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Beheshti mengatakan, "Nilai seorang manusia ditentukan oleh sejauhmana dia bisa bebas melangkah menuju kebaikan dan kemuliaan, atau dengan bebas tenggelam ke dalam keburukan, kehinaan dan kotoran. Inilah ujian besar yang dihadap manusia."

Ayatullah Syahid Beheshti menaruh perhatian yang sangat besar pada masalah penempaan jiwa dan kebebasan berdasarkan aturan dan norma agama Islam yang suci. Dalam pandangan Islam, tanpa kebebasan, manusia tak lagi punya pilihan. Tanpa adanya pilihan dia tak akan bisa membangun diri dan pada akhirnya membangun sebuah masyarakat yang sehat.

Beheshti mengatakan, "Secara umum, kebebasan manusia sangat membantu pengembangan dirinya dan memperkaya langkahnya meraih kesempurnaan…Satu-satunya yang membatasi kebebasan adalah asas tidak bertentangan dengan prinsip ajaran agama Islam, dan jangan sampai merugikan keselamatan lingkungan dan kesusilaan umum. Misalnya, kita sama sekali tak bisa membiarkan kebohongan dan isu disebarkan secara bebas. Sebab, tindakan yang bertentangan dengan etika bukan hanya tak membantu pengembangan diri manusia tapi juga membahayakannya."

Syahid Beheshti menolak kebebasan ala Barat yang liberal dan menandaskan, "Kriteria utama dari liberalisme adalah penentangannya terhadap supremasi hukum Allah. Dalam pandangan kaum liberal tak ada yang berhak membuat aturan untuk manusia termasuk Allah. Ajaran agama, menurut mereka, tak bisa berkuasa atas manusia, dan manusia tidak bisa dipaksa mengikuti aturan agama… Liberalisme menyatakan bahwa manusia punya kebebasan mutlak dalam memperlakukan ajaran agama, dan ini merupakan sisi negatif yang tak bisa diterima dari ideologi liberalisme. Umat Islam yang revolusioner dan sadar  serta beriman kepada al-Quran dan ajaran Islam sangat sensitif dengan masalah ini dan tidak bisa menerimanya."

Syahid Beheshti meyakini bahwa rakyat harus dilibatkan dalam pemerintahan, dan mereka mesti saling membantu dalam menyelesaikan masalah. Salah satu ajaran terpenting dalam agama Islam adalah kepedulian terhadap nasib umat Islam. Islam menganggap ketidakpedulian terhadap masalah sosial umat Islam sebagai perbuatan yang tercela. Beheshti menjelaskan, "Jika seorang manusia, sebuah partai, organisasi, kelompok, bangsa atau etnis menginginkan kesejahteraan, maka sesuai ajaran Islam, ia harus bertindak untuk kebebasan, keselamatan, dan kesejahteraan semua manusia." Ulama pemikir ini pada kesempatan lain menuturkan, "Islam bukan hanya memandang penting perhatian umat Islam kepada permasalahan dan kepentingan sosial dan umum, tapi juga menilai langkah memenuhi kebutuhan individu saudara seagama sebagai ibadah yang sangat agung dan berpahala besar."

Dalam pemikiran Syahid Beheshti ada satu hal penting terkait dengan peran rakyat. Menurutnya, suara rakyat adalah penopang dan kekuatan hukum, supremasi dan pengaruh sebuah pemerintahan. Karena itu, pemerintahan harus didukung dengan kekuatan suara rakyat. Syahid Beheshti mengatakan, "Jika pemerintahan tidak didukung rakyat dan rakyat tidak bekerjasama dengannya, maka untuk kelestariannya tak ada jalan bagi pemerintahan itu kecuali dengan menggunakan bahasa kekuatan. Akibatnya, efesiensinya akan terkikis dan ia akan berubah menjadi rezim otoriter yang zalim."

40 Wartawan Israel Keluar dari Agama Yahudi


Rezim Zionis Israel, menjadikan ajaran Yahudi sebagai dalih untuk membangun pemerintahan zalim dan penjajah bangsa Palestina.



Kebanyakan dari warga Israel yang lebih moderat berusaha memprotes kondisi yang berlaku di Israel saat ini, dan sepertinya di dalam benak mereka tidak ada jalan lain kecuali keluar dari keyakinannya untuk bisa melancarkan protes.

Media-media setempat mengabarkan, lebih dari 40 wartawan surat kabar Israel mendesak pengadilan rezim itu agar mengubah keyakinan yang dianutnya, serta lari dari pemikiran-pemikiran Zionis. Demikian dilaporkan Qodsna (23/12).

Surat kabar Israel, Yediot Aharonot menulis, "40 wartawan surat kabar Israel mengajukan permohonan kepada Dewan Tinggi rezim Zionis untuk bisa mengubah keyakinan yang dianutnya sekarang.

"Mereka ingin mengubah status keyakinannya, dan memperoleh "Sertifikat Umum" yang menyatakan statusnya sebagai seorang tidak beragama," kata surat kabar itu.

Di antara 40 wartawan surat kabar Israel itu terdapat nama Michelle Zamir, seorang penulis, Oded Carmeli, penyair dan Amos Amir, mantan wakil komandan Angkatan Udara Israel.

Mereka mengaku menyampaikan permohonan itu untuk memprotes kondisi yang sedang berlaku di Israel.

Moral, Mutiara yang Hilang di Barat

Tragedi penembakan di Sekolah Dasar Sandy Hook di Newtown, Connecticut dan tewasnya puluhan anak yang tak berdosa menggemparkan masyarakat dunia.  Meski peristiwa-peristiwa seperti ini telah sering terjadi di Amerika, namun tragedi tragis tersebut tetap mengejutkan semua orang dan seakan-akan mereka tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.



Adam Lanza, 20 tahun, yang diduga menderita kelainan jiwa, menerobos masuk ke SD Sandy Hook Connecticut, 62 mil di timur laut kota New York, pada Jumat pagi, 14 Desember 2012, dan menembak ke arah murid-murid dan guru sekolah tersebut secara membabi buta. 26 orang termasuk 20 anak umur 5-7 tahun tewas. Pelaku pun akhirnya bunuh diri di dalam kompleks sekolah itu. Sebelum melakukan aksi sadis ini, pelaku terlebih dahulu menembak mati ibunya sendiri yang juga guru di SD Sandy Hook.

Kejahatan tersebut mendapat kecaman keras dari berbagai pihak. Namun, peristiwa semacam ini akan seperti tragedi-tragedi serupa sebelumnya di mana tanpa adanya perubahan dalam undang-undang Amerika insiden itu akan dilupakan dan peristiwa serupa terulang kembali.

Menurut para pemerhati, terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab insiden penembakan berulang di Amerika, di antaranya, karena kebebasan memiliki senjata dan kekerasan yang disebarkan media. Adanya banyak toko senjata di Amerika juga memudahkan masyarakat untuk mengakses dan membelinya. Dalam radius sekitar 10 mil dari SD Sandy Hook saja terdapat 36 toko penjual berbagai jenis senjata yang setiap saat melayani pembeli.

Berbagai peristiwa tragis di Amerika dalam beberapa tahun lalu mengungkapkan adanya ketidakberesan di dalam masyarakat negara ini seperti kelainan atau gangguan mental.  Pada tanggal 16 April 2007, seorang pria bersenjata menembak 32 orang di kampus Universitas Virginia Tech. Para korban tewas adalah mahasiswa kampus itu, sebagian besar di antaranya tengah mengikuti kuliah. Horor itu berakhir setelah pelaku menembak dirinya sendiri, sehingga korban tewas menjadi 33 orang.

Pada tahun 2009, seorang pekerja, 28 tahun, dengan mengendarai mobil di Kota Alabama, AS, menembak secara membabi buta dan menewaskan 10 orang. Bulan Desember 2007, seorang pria berusia 20 tahun menembak sembilan orang hingga tewas dan lima orang lainnya terluka di sebuah pusat perbelanjaan di Omaha, Nebraska. Dan pada  tangal 20 Juli 2012 , seorang pria bernama James Eagan Holmes, 24 tahun, menembak sejumlah penonton yang sedang menyaksikan film Batman berjudul "The Dark Knights Rises" di Bioskop Aurora, Colorado. Selain menembakkan senjata, ia juga melemparkan tabung gas ke arah penonton. Akibatnya, 12 orang tewas, dan 71 orang terluka di mana tiga di antaranya warga negara Indonesia. Selain kasus-kasus tersebut masih banyak insiden penembakan lain yang terjadi di Amerika selama beberapa tahun ini.


Dewasa ini, dunia mengalami dekadensi moral dan perlahan nilai-nilai moral pun terkikis dan hilang. Beruntung jika para pemikir dan cendekiawan segera menyadarinya dan mengevaluasi masalah sosial secara mendalam dan berupaya mencari solusinya.  Moral dan nilai-nilainya seperti sebuah permata yang sangat berharga di mana semua orang baik agamis maupun tidak menggunakannya. Peran akhlak dapat disaksikan dalam politik, ekonomi, sains dan teknologi serta perilaku indivu dan sosial.

Indikator moral dapat menunjukkan sehat dan sakitnya masyarakat, bahkan standarisasi moral dapat menimbang benar dan salahnya kebijakan sebuah pemerintahan. Oleh sebab itu, dominasi moral dalam sebuah peradaban menyebabkan langgeng dan stabilnya peradaban itu. Jika moral dalam peradaban perlahan menghilang maka kemungkinan keruntuhan peradaban itu akan semakin besar.

William J. Bennett pada tahun 1994 mempublikasikan sebuah buku berjudul "The Index of Leading Cultural Indicators." Dalam buku ini, ia menyebutkan berbagai data yang menunjukkan bahwa antara pertengahan dekade 1960-an hingga awal dekade 1990-an, kondisi sosial di Amerika memburuk bahkan mengerikan. Bennett mengatakan, meski masyarakat Amerika dari sisi materi lebih baik dari sebelumnya, namun mereka hidup dalam kemiskinan moral yang mengerikan.

Krisis moral tersebut meningkat pada tahun-tahun berikutnya, bahkan pada dekade 1990-an setiap dari tiga bayi Amerika, satu dari mereka lahir di luar nikah. Keluarga single parent dan anak-anak terlantar, dan merebaknya budaya kekerasan yang dipromosikan di berbagai film seperti film kartun, sinema, dan game-game komputer telah menambah kerusakan moral dan ganguan psikologis di masyarakat Barat.

Pada pertengahan dekade 1960-an, James Coleman dalam sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kasus-kasus seperti anak yang tidak mempunyai orang tua akibat kejahatan dan hamil di luar nikah yang dialami oleh gadis-gadis yang baru menginjak dewasa serta masalah-masalah sosial lainya banyak berkaitan dengan keluarga keturunan Amerika-Afrika.

Bagi para sosiolog, amat jelas bahwa banyaknya anak-anak terlantar akan mendorong kemungkinan semakin meningkatnya kejahatan di antara remaja. Dalam sebuah buku berjudul "Pendidikan dalam keluarga single parent" yang diterbitkan pada tahun 1994,  dua sosilog ternama menyimpulkan bahwa  pendidikan dalam keluarga single parent tidak stabil dan berhubungan langsung dengan berbagai penyakit sosial dan psikologis. Amat disayangkan bahwa keluarga-keluarga seperti ini meningkat pesat di Barat. Namun yang lebih tragis lagi adalah legalisasi pernikanan sejenis dan adopsi anak di sebagian negara Barat akan memiliki konsekuensi lebih buruk bagi anak-anak tersebut.


Banyak pemikir meyakini bahwa kejahatan dan masalah-masalah sosial lainya di Barat lebih disebabkan karena kebijakan salah pemerintah dan transformasi budaya. Sejak rasionalitas murni dijadikan pelita hidup di Barat, mereka mulai memadamkan rambu-rambu lainnya serta mengabaikan petunjuk cahaya moral dan spiritual.

Tentu saja, anugerah akal dan pemikiran merupakan salah satu keutamaan moral. Dengan kata lain, salah satu sifat mulia moral adalah manusia bertindak berdasarkan akal. Meski demikian, untuk meraih kehidupan sejahtera tidak hanya cukup dengan akal. Sejumlah cendekiawan Barat dengan menegaskan hal ini meyakini bahwa sumber kemerosotan moral di Amerika dikarenakan mereka menggantikan posisi agama dengan humanisme sekuler dan rasionalisme murni.

Teoretikus Amerika, Francis Fukuyama menilai munculnya kemerosotan moral di masyarakat Barat disebabkan runtuhnya nilai-nilai sosial. Menurutnya, akar keruntuhan ini akibat transformasi yang terjadi dalam ekonomi dan teknologi. Ia meyakini bahwa transformasi yang dimulai sejak dekade 1960-an itu telah mengguncang nilai-nilai moral dan menggerogoti infrastruktur utama keluarga.

Fukuyama menjelaskan bahwa pada dekade 1950-an pondasi inti keluarga hanya terbentuk dari ayah, ibu dan anak. Penghasilan suami diberikan untuk anak dan istri. Suami bekerja dan istri di rumah mendidik anak. Transformasi ekonomi dan tersedianya berbagai kesempatan baru bagi perempuan, mendorong sebagian besar mereka untuk masuk ke dunia kerja. Hal ini menyebabkan struktur keluarga hancur. Perempuan kemudian terlepas dari ketergantungannya kepada laki-laki dan laki-laki pun bebas dari belenggu tanggung jawab keluarga.

Para sosiolog telah menawarkan berbagai solusi supaya masyarakat Barat mampu keluar dari kebuntuan kekerasan dan kejahatan. Poin terpenting terkait ini adalah penyebaran nilai-nilai dan keutaman manusia serta spiritualitas di mana fokus utamanya adalah keluarga.Pengamalan ajaran agama menjadi poin penting lain di mana ajaran agama memberikan petunjuk dengan gamblang kepada manusia tentang kehidupan yang sejahtera.

Pada intinya, ketika nilai-nilai luhur moral diabaikan dan kekerasan serta kejahatan terus dipromosikan maka kondisi sosial masyarakat Barat yang dipenuhi dengan kekerasan dan pembunuhan tidak akan berubah. Untuk itu, nilai-nilai luhur moral sejak dini harus diajarkan kepada anak-anak dan generasi penerus supaya kelak tidak akan mengabaikannya dan selalu menjunjung tinggi serta mengamalkannya.