Search

Thursday, January 31, 2013

Warisan Bersejarah Islam Terakhir di Mekah-Madinah Segera dihancurkan


Warisan sejarah Islam terakhir di Arab Saudi sedang dihancurkan dengan dalih renovasi dan proyek perluasan.
Surat kabar Al Akhbar, Lebanon sebagaimana dikutip TV Alalam, Rabu (30/1) dalam sebuah artikel yang ditulis Nahed Hattar, menulis, Arab Saudi memutuskan untuk menghancurkan makam suci Rasulullah Saw dan tiga masjid bersejarah di kota Madinah Munawaroh.
Keputusan itu membuat warisan bersejarah Islam terkahir terancam hilang digantikan gedung-gedung baru. Masyarakat Saudi menganggap perusakan makam Nabi Muhammad Saw dilakukan dengan alasan proyek perluasan dan pembangunan masjid besar. Tempat-tempat bersejarah Islam lebih banyak terdapat di kota Mekah, dan penghancuran tempat-tempat itu juga dilakukan dengan alasan yang sama, pembangunan masjid-masjid besar, gedung-gedung pencakar langit dan hotel-hotel mewah.

Rezim Al Saud memanfaatkan Wahabi sebagai ideologinya dan dengan menyampaikan sejumlah dalih mereka mengeluarkan izin penghancuran tempat-tempat suci Islam. Sekalipun itu berkaitan dengan warisan bersejarah Nabi Muhammad Saw. Saudi mengubah musim haji sebagai musim wisata yang dikelola oleh investor-investor Barat dengan hotel-hotel bintang limanya. Sampai-sampai biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan ibadah haji naik menjadi 15 ribu dolar.

Dalam pandangan keluarga Saud, Wahabi adalah media untuk mematikan kesadaran nasional dan sosial. Akan tetapi pemahaman ini tidak berpengaruh menghadapi serangan asing, dominasi imperialisme atas negaranya dan aksi praktis melawan Zionisme. Wahabisme dalam pandangan makelar-makelar properti tidak lebih dari sekedar alat yang dapat digunakan untuk menyingkirkan segala hambatan budaya di sektor properti dan pariwisata.

Di kota Jedah saat ini sudah tidak tersisa lagi tempat-tempat bersejarah dan setiap orang yang ingin mengenal identitas kota itu akan mengalami kebingungan. Jedah dipenuhi oleh hotel-hotel mewah dengan standar internasional dan restoran-restoran baru yang sebagian besar merupakan cabang perusahaan internasional. Bahkan di sana, sebagian besar masjid tidak memiliki identitas keislaman. Sebagian masjid ini justru memiliki tanda pengaruh budaya India, Cina dan bahkan sebagiannya menyerupai gereja-gereja Protestan.

Pemikiran destruktif Wahabisme yang menentang segala upaya memelihara dan menjaga warisan bersejarah, selalu selaras dengan ambisi broker-broker properti di sejumlah negara Arab. Beberapa kelompok sosial mengumumkan penentangannya atas penghancuran warisan-warisan bersejarah yang berumur lebih dari ratusan tahun itu, namun seperti biasanya para broker properti selalu berhasil dan tempat-tempat bersejarah itu pun dihancurkan.

Seiring dengan bergulirnya gerakan kebangkitan negara-negara Arab (Arab Spring), Wahabisme melancarkan dua serangan besarnya, pertama, Qatar yang menggunakan Ikhwanul Muslimin sebagai kendaraan, dan yang kedua, Saudi yang memanfaatkan Salafi-salafi ekstrim sebagai resep Arabisasi dan internasionalisasi Wahabi. Tujuan serangan tersebut adalah merusak Islam di Mesir dan kesadaran nasional di negara Arab terbesar, juga membumihanguskan Suriah. Oleh karena itu ada indikasi pengaruh kepentingan broker-broker dalam serangan Wahabi ini

Menyingkap Hakikat Wahabisme; Penaklukan Mekah dan Madinah


Saud bin Abdul Aziz telah dikenal sebagai orang yang sangat bengis dan kejam. Ketika berhasil menguasai Mekah, dia membunuh banyak ulama Sunni dan pembesar Mekah tanpa alasan dan kesalahan. Banyak pula yang disiksa karena mempertahankan akidah dan tak bersedia menerima ajaran Wahhabi.



Laksamana Ayyub Shaburi, pimpinan sekolah tinggi angkatan laut pada pemerintahan kesultanan Ottoman menulis, "Saud bin Abdul Aziz di awal pidatonya di hadapan para pemuka Wahhabi mengatakan, "Kita harus menguasai kota-kota dan desa-desa yang ada untuk mengajarkan hukum dan akidah kita kepada mereka. Untuk mewujudkan cita-cita ini kita terpaksa menyingkirkan para ulama Ahlussunnah yang mengaku mengikuti Sunnah Nabi dan syariat Muhammad, terlebih para ulama yang menonjol dan terkenal. Sebab, selagi mereka masih hidup, para pengeikut ajaran kiita tidak akan tenang."

Setelah menguasai Mekah, Saud bin Abdul Aziz berpikir untuk menyerang dan menguasai kota-kota lain di Jazirah Arabia. Untuk itu, dia mengerahkan pasukannya ke kota pelabuhan Jeddah. Ibnu Busyr dalam Tarikh Najdi menceritakan, "Saud tinggal di Mekah selama lebih dari 20 hari. Dia lalu meninggalkan Mekah dan bergerak ke arah Jeddah. Kota itupun dikepungnya. Penguasa kota Jeddah menggunakan meriam untuk mengusir mereka. Banyak prajurit Wahhabi yang tewas. Akhirnya merekapun melarikan diri. Setelah kekalahan itu, pasukan Wahhabi tidak kembali ke kota Mekah tetapi pulang ke Najed. Sebab, mereka mendengar bahwa pasukan dari Iran menyerang Najed. Kesempatan itu dimanfaatkan untukmerebut kota Mekah dari kekuasaan Wahhabi. Syarif Ghalib, penguasa Mekah yang sebelumnya melarikan diri ke Jeddah menjalin kerjasama dengan penguasa Jeddah dengan mengerahkan pasukan besar ke arah Mekah. Pasukan ini dipersenjatai dengan meriam dan berhasil mengalahkan pasukan Wahhabi yang berkekuatan kecil. Dan Mekah berhasil mereka rebut kembali."

Kelompok Wahhabi kembali berpikir untuk menyerang dan menguasai Mekah sebagai kota paling penting bagi umat Islam. Tahun 1219 H, Saud kembali mengirimkan pasukan Wahhabi untuk mengepung kota Mekah. Kondisi kota itu semakin memburuk karena kekurangan bahan makanan. Banyak orang yang meninggal karena kelaparan. Saud memerintahkan pasukannya untuk menutup jalur yang menghubungkan Mekah dengan dunia luar. Mereka membunuh siapa saja yang melarikan diri dan keluar dari Mekah.

Sejarah menyebutkan adanya banyak  anak yang meninggal dunia dan jenazah mereka tak bisa dikuburkan. Dalam kondisi yang sulit seperti itu, Syarif Ghalib terpaksa membuat perjanjian damai dengan pasukan Wahhabi. Perjanjian itu dibuat tahun 1219 H. Setelah perjanjian dibuat dan pasukan Wahhabi berhasil menguasai Mekah, Syarif Ghalib memperlakukan mereka dengan baik dan memberikan hadiah-hadiah mewah kepada mereka demi melindungi keselamatan jiwanya dan warga Mekah. Pemimpin Wahhabi membuat keputusan untuk melarang pelaksanaan ibadah haji bagi warga Irak selama empat tahun, bagi warga Syam selama tiga tahun dan bagi warga Mesir selama dua tahun.

Setelah Mekah, Saud bin Abdul Aziz melirik kota Madinah. Warga Madinah melakukan perlawanan sengit terhadap Wahhabi karena ajarannya yang ekstrim dan sesat. Akan tetapi setelah kota Madinah dikepung selama satu setengah tahun, pada tahun 1221 H (1806) kota suci inipun jatuh ke tangan kaum Wahhabi. Keberhasilan menguasai kota tesuci kedua ini mereka manfaatkan untuk menjarah khazanah komplek makam suci Nabi Saw dan menebar ketakutan di tengah warga dan umat Islam. Meski demikian pasukan Wahhabi tidak menghancurkan makam ini karena mengkhawatirkan reaksi keras kaum muslimin. Menurut catatan sejarah di kota ini pasukan Wahhabi menjarah empat peti yang penuh dengan perhiasan dan permata yang sangat berharga, empat tempat lilin yang dihiasi dengan zamrud dan permata yang bersinar, serta seratus bilah pedang yang dihiasi emas, permata dan yagut.

Usai menaklukkan kota itu dan menjarah kekayaan yang ada, Saud bin Abdul Aziz mengumpulkan warga Madinah di masjid Nabawi dan mengatakan, "Wahai warga Madinah, kalian telah mencapai ajaran Islam yang sempurna seperti firman Allah "Hari ini Akusempurnakan untuk kalian agama kalian", dan kini kalian telah membuat Allah ridha kepada kalian. Tinggalkan ajaran para leluhur kalian dan jangan pernah menyebutnya dengan kebaikan. Jangan kalian kirimkan ucapan rahmat untuk mereka karena mereka mati dalam keadaan syirik."

Saud bin Abdul Aziz dalam setiap serbuannya selalu melakukan pembantaian massal. Kekejian dan kejahatannya telah menggetarkan hati rakyat dan para penguasa Arab. Kondisi yang mencekam itu membuat orang tak berani melakukan ibadah haji. Penguasa Madinah yang mengkhawatirkan keselamatan diri dan warga memilih untuk berdamai dengan kelompok Wahhabi dan menuruti perintah mereka menghancurkan makam-makam para imam suci di Baqi'. Diapun mengakui ajaran Wahhabi sebagai mazhab resmi kawasan Hijaz. Keadaan yang sudah sedemikian buruk itu membuat para pembesar Hijaz mengirimkan surat kepada Sultan Ottoman untuk memberitahukan bahaya Wahhabi yang semakin kuat. Mereka mengingatkan bahwa Wahhabi tak akan puas dengan apa yang didapatkannya di Jazirah Arab dan berambisi menguasai seluruh negeri Muslim.

Kesultanan Ottoman yang berkuasa di negeri-negeri Islam seperti Hijaz, Yaman, Mesir, Palestina, Syam dan Irak memerintahkan penguasa Mesir untuk memerangi Wahhabi. Saat itu, Saud bin Abdul Aziz yang berusia 66 tahun meninggal dunia karena penyakit kanker. Dan kekuasaan beralih ke tangan putranya yang bernama Abdullah. Penguasa Mesir, Mohamamd Ali Pasha segera melaksanakan perintah Sultan dan mengirimkan pasukan untuk memerangi Wahhabi. Setelah terlibat serangkaian perang, pasukan Mesir berhasil mengalahkan pasukan Wahhabi dan membebaskan Mekah, Madinah dan Thaif dari tengan mereka. Para pemimpin Wahhabi berhasil ditangkap dan dikirim ke markas kekuasaan Ottoman di Turki. Kemenangan ini disambut dengan suka cita oleh umat Islam. Meski demikian kelompok Wahhabi belum sepenuhnya musnah.

Muhammad Ali Pasha menjadikan kota Mekah sebagai markas besarnya. Setelah menangkap penguasa Mekah dan mengasingkannya, dia kembali ke Mesir. Tak lama kemudian dia mengirimkan pasukan ke Najed yang dipimpin salah seorang sanak keluarganya bernama Ibrahim Pasha. Pasukan ini mengepung kota Dir'iyyah, markas Wahhabi dan terlibat pertempuran sengit dengan pasukan Wahhabi. Keunggulan alat tempurnya membuat pasukan Mesir berhasil menundukkan Dir'iyyah. Abdullah bin Saud pun ditangkap bersama orang-orang dekatnya. Mereka dibawa ke Turki. Setelah diarak di berbagai kota, Abdullah bin Saud dan orang-orangnya pun dieksekusi. Peristiwa itu disambut dengan suka cita di berbagai kota dan negeri Muslim.

Ibrahim Pasha menetap selama sembilan bulan di Dir'iyyah. Dia kemudian memerintahkan kota itu untuk dikosongkan dan dihancurkan. Ibrahim membunuh banyak keluarga dan keturunan Muhammad bin Abdul Wahhab dan keluarga Saud atau mengasingkan mereka supaya tak ada lagi Wahhabi dan aliran sesat ini di muka bumi. Sultan Ottoman kemudian menunjuk Muhammad Ali Pasha sebagai penguasa kawasan Najed dan Hijaz. Dengan demikian, Wahhabi berhasil dibumihanguskan pada tahun 1234 H (1881 M). Sejak saat itu sampai seratus tahun kemudian tak ada yang tersisa dari aliran Wahhabi. Keceriaanpun kembali menyinari wajah umat Islam karena kekuasaan keluarga Saud dan Wahhabi yang bengis dan beringas berhasil dihancurkan.

Wednesday, January 30, 2013

Menyingkap Hakikat Wahabisme; Pembantaian Massal di Thaif


Sejarah Wahhabi ibarat papan gambar yang memperlihatkan kekerasan dan ekstrimisme. Sejak awal perjanjian yang dibuat antara Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud telah disepakati untuk memperluas ajaran Wahhabi lewat jalan kekerasan dan serbuan ke daerah-daerah dan kota-kota lain. Sejak saat itu, mereka mulai melakukan pembunuhan massal terhadap umat Islam di berbagai daerah. Sepeninggal keduanya, jejak yang sama diikuti oleh anak-anak dan keturunan mereka.



Abdul Aziz, putra Muhammad bin Saud adalah orang yang banyak berjasa membantu menyebaran ajaran Wahhabi lewat serbuannya ke berbagai kota dan ketakutan yang diciptakannya di banyak tempat. Bersama anaknya, Saud, Abdul Aziz menyerang kota-kota yang dianggap suci oleh umat Islam, menghancurkan makam-makam suci dan melakukan pembantaian. Setelah menghancurkan kota Karbala dan makam suci Imam Husein as, pasukan Wahhabi berusaha menyerang kota yang paling suci yaitu Mekah.

Banyak ulama yang meyakini, jika tidak ada kekejian dan kesadisan yang dilakukan Abdul Aziz dan putranya, Saud, baik kekuasaan keluarga Saud maupaun ajaran Wahhabi tidak akan pernah tersebar dan bertahan. Dengan berbekal fatwa yang mengkafirkan orang-orang non Wahhabi, baik Syiah maupun Sunni, dan menghalakan harta dan kehormatan mereka, pasukan Wahhabi pimpinan Abdul Aziz dan Saud menyerang berbagai kota. Sebelum ditemukannya minyak, Wahhabi mendanai pasukannya lewat harta jarahan yang didapatkan dalam serbuan-serbuan itu. Salah satu serbuan Wahhabi yang membuat mereka terkenal adalah serbuan ke Thaif , Mekah dan Madinah.

Setelah menyerang Karbala, pasukan Wahhabi pada tahun 1217 H (1802 M) menyerang kota Thaif di Hijaz. Serangan yang terjadi di zaman Abdul Aziz dan di bawah komando Saud bin Abdul Aziz itu adalah salah satu perang Wahhabi yang paling keji. Jamil Sidqi Zahawqi, penyair dan cendekiawan terkenal Irak mengenai serangan Wahhabi ke Thaif mengatakan, "Salah satu tindakan terkeji Wahhabi adalah pembantaian massal warga Thaif. Mereka tak mengenal belas kasihan terhadap siapa saja. Mereka bahkan tega memotong kepala bayi yang masih dalam dekapan ibunya. Sekelompok orang yang masih belajar al-Quran mereka bunuh. Ketika sudah tidak ada orang yang selamat di rumah-rumah warga, pasukan ini menyerang pertokoan, dan masjid. Mereka membunuh siapa saja yang mereka temukan, bahkan orang-orang yang sedang dalam keadaan ruku dan sujud. Kitab-kitab yang bernilai agung seperti kitab suci al-Quran dan buku-buku hadis seperti Sahih Bukhari dan Muslim (yang merupakan buku hadis paling diakui kesahihannya oleh Ahlussunnah) serta kitab-kitab hadis dan fikih lainnya dibuang ke tengah pasar dan diinjak-injak."

Setelah melakukan kejahatan di Thaif, kelompok Wahhabi menulis surat kepada ulama Mekah dan mengajak mereka untuk mengikuti ajaran Wahhabi.Fadhl Rasul Qadiri dalam kitab Saiful Jabbar menulis, "Ulama Mekah berkumpul di sekitar Kabah untuk membicarakan jawaban atas surat yang dikirim kelompok Wahhabi. Mendadak seorang warga Thaif yang menjadi korban kejahatan pasukan Wahhabi datang ke tengah perkumpulan itu dan menceritakan apa yang terjadi. Di kota Mekah tersebar berita akan rencana serangan pasukan Wahhabi ke kota itu dalam waktu dekat. Berita tersebu membuat warga dicekam rasa takut… Di lain pihak, para ulama dan mufti dari keempat mazhab Ahlussunnah dari Mekah dan kota-kota lainnya yang berkumpul di Mekah untuk melaksanakan ibadah haji sepakat menghukumi Wahhabi sebagai kelompok sesat yang keluar dari Islam. Para ulama itu juga memfatwakan wajib berjihad melawan Wahhabi. Para ulama mendesak penguasa Mekah yang segera mempersiapkan pasukan yang berperang melawan pasukan Wahhabi."

Meski para ulama sepakat melawan pasukan Wahhabi akan tetapi warga Mekah menolak keputusan itu. Di lain pihak, pasukan Saud bin Abdul Aziz telah mengirimkan surat ancaman ke Mekah dan menyeru para peziarah kota itu untuk meninggalkan Mekah dalam tiga hari. Dalam kondisi seperti itu, penguasa Mekah bersama sejumlah ulama mendatangi Saud dan meminta jaminan keselamatan bagi warga Mekah. Saud mengabulkan permintaan itu dan menulis surat yang berisi jaminan keselamatan bagi warga Mekah. Muharram tahun 1218 H (1803 M) Saud memasuki Mekah tanpa perang. Setelah berziarah ke Baitullah, dia mengumpulkan warga Mekah dan mengajak mereka kepada ajaran Wahhabi dan membaiatnya. Selanjutnya dia mengajak warga Mekah untuk bersama-sama pasukannya menghancurkan peninggalan sejarah yang di kota itu.

Setelah menguasai Mekah, pasukan Wahhabi menghancurkan jejak sejarah para pembesar dan tokoh Islam. Kubah yang menghiasi rumah kelahiran Nabi Saw, kubah tempat kelahiran Imam Ali, Siti Khadijah dan Abu Bakar mereka hancurkan. Semua jejak sejarah yang ada di sekitar Kabah dan sumur zamzam juga dihancurkan. Dalam aksi penghancuran itu, pasukan Wahhabi menabuh genderang dan menari-nari gembira. Dr Rifai dalam bukunya, "Nasihati li Ikhwanina al-Wahhabiyyah"atau nasehatku kepada saudara-saudara Wahhabiku, menulis demikian, "Kalian telah merelakan penghancuran  rumah Ummul Mukminin Khadijah al-Kubra, wanita pertama yang dicintai Rasulullah Saw tanpa menunjukkan reaksi apapun. Padahal, rumah itu adalah tempat turunnya wahyu al-Quran… Mengapa kalian tidak takut kepad Allah dan tidak merasa malu kepada Rasulullah?"

Rifai menambahkan, "Kalian menghancurkan tempat kelahiran Rasulullah dan mengubahnya menjadi tempat perdagangan binatang. Berkat upaya orang-orang saleh tempat itu berhasil direbut dari tangan kalian dan diubah fungsi menjadi perpustakaan."

Salah satu tindakan menyakitkan yang dilakukan Wahhabi dan akan selalu dikenang dalam ingatan adalah pembakaran perpustakaan besar ‘al-Maktabah al-Arabiyyah' yang menyimpan 60 ribu buku yang sangat berharga dan lebih dari 40 ribu buku naskah tulisan tangan termasuk peninggalan zaman jahiliyyah, peninggalan yahudi dan kaum kafir Qureisy. Di perpustakaan ini disimpan pula naskah tulisan tangan Imam Ali as, Abu Bakar, Umarbin Khatthab, Khalid bin Walid, Thariq bin Ziyad dan sejumlah sahabat Nabi lainnya. Benda-benda berharga lainnya di dalam perpustakaan itu adalah pedang Rasulullah serta berhala-berhala yang disembah di zaman awal munculnya Islam seperti Latta, Uzza, Manat, dan Hubal. Para sejarahwan memnulis, pasukan Wahhabi membakar dan membumihanguskan perpustakaan besar ini dengan alasan menyimpan simbol-simbol kekafiran.

Tuesday, January 29, 2013

Ulama Sunni Iran: "Musuh-musuh Allah Memecah Belah Sunni & Syiah"


Mowlavi Abdolhamid ulama Sunni dan bukan Wahabi!Seorang ulama Sunni terkemuka Iran mengatakan bahwa musuh-musuh Islam berusaha memecah belah Islam dengan Sunni dan Syiah, dan muslimin harus mengakui satu sama lain sebagai saudara-saudara sesuai dengan al-Quran.

Demikian pernyataan Maulana Abdolhamid, seorang ulama Sunni (bukan Wahabi) terkemuka Iran dalam khutbah peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw provinsi mayoritas Sunni, Iran.

Peringatan Maulid Nabi yang dikenal dengan Pekan Persatuan (Unity Week), digelar diberbagai propinsi Iran dan lebih dari 10 negara di Timur Tengah. Dalam satu pertemuan penting di Zahedan, sebuah kota Iran dengan penduduk mayoritas Sunni, puluhan pemimpin suku dan ulama dari kedua pemimpun Syiah dan Sunni terlibat dalam perayaan dan berpartisipasi menegakkan "Pekan Persatuan".

Hadir dalam pertemuan ini adalah Maulana Abdolhamid Ismail Zehi, seorang ulama Sunni terkemuka Sistan Baluchistan, Ayatollah Abbas Ali Suleimani, perwakilan Pemimpin Tertinggi di provinsi ini, Hojatoleslam Barati, Maulana Abdurrahman Mohebbi, dosen agama di Masjid Makki, Zahedan, dan banyak sekali tokoh-tokoh besar agama dan para pecinta Nabi Muhammad saw.

Dalam sebuah pernyataan, Maulana Abdolhamid mengatakan, "Kalian adalah ahli waris dari al-Quran, dan harus menegakkan dan mempraktekkan persaudaraan Islam, cinta, dan konvergensi yang semuanya adalah prestasi Nabi Muhammad saw.

"Hari ini, musuh-musuh Islam yang serakah menyerang umat Islam, dan membagi mereka dengan menghasut perselisihan. Namun, umat Islam harus waspada, dan mengamalkan ajaran a-Quran, mendorong persaudaraan Islam di antara mereka sendiri," tambahnya.

Sementara itu, Mostafa Faruyi, Sekretaris Konferensi Pekan Persatuan memberikan komentar tentang dakwan Nabi Muhammad Saw dan mengatakan bahwa itu adalah gerakan masyarakat, "Kami ingin lebih dekat dengan Nabi Muhammad Saw dalam pikiran dan tindakan kita."

Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw oleh sektarian Wahabi dianggap sebagai bid'ah dan pelakunya akan dimasukkan neraka

Monday, January 28, 2013

27 Rabiul Awal: Kelahiran Rasulullah Saw



Kelahiran Rasulullah Saw
 Tanggal 17 Rabiul Awal tahun 53 sebelum Hijriah, berdasarkan sebagian besar riwayat sejarawan Islam, Nabi Muhammad Saw terlahir ke dunia. Ayah beliau bernama Abdullah yang berasal dari kabilah Bani Hasyim dan ibu beliau bernama Aminah. Sebelum dilahirkan, Muhammad Saw telah kehilangan ayahnya yang meninggal dunia akibat sakit dan ketika berusia enam tahun, ibu beliau juga berpulang ke rahmatullah.

Muhammad Saw kemudian diasuh oleh kakek beliau, Abdul Mutthalib, namun dua tahun kemudian kakek beliau wafat dan Muhammad Saw diasuh oleh paman beliau, Abu Thalib.  Sejak muda, Muhammad Saw sudah digelari al-Amin karena kejujurannya yang amat dikenal masyarakat.

Sejak muda pula, beliau sering menyendiri di gua Hira' untuk bertafakur dan menjauhkan diri dari kehidupan jahiliah kaumnya. Ketika Muhammad Saw berusia 40 tahun, Allah Swt mengutus malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu dan memberi kabar mengenai pengangkatan beliau sebagai Rasulullah. Sejak itu, Muhammad Saw melaksanakan tugasnya sebagai rasul penyampai petunjuk Allah, dengan mengalami banyak penderitaan akibat penentangan dari kaum Musyrik. Kini agama Islam telah tersebar ke berbagai penjuru bumi dan menjadi agama terbesar di dunia.

Imam Jakfar Shadiq Lahir

Tanggal 17 Rabiul Awal tahun 83 Hijriah, Imam Jakfar Shadiq as, cucu Rasulullah generasi kelima, terlahir ke dunia di kota Madinah. Sampai usia 12 tahun, beliau diasuh oleh kakek beliau, Imam Sajjad as, dan sembilan belas tahun kemudian dilaluinya di bawah bimbingan ayah beliau, Imam Muhammad Baqir as.

Imam Jafar Shadiq  as hidup di masa ketika Dinasti Bani Umayah sedang mengalami kemunduran dan Dinasti Bani Abbasiah mulai merebut kekuasaan. Masa itu dimanfaatkan oleh Imam Jakfar Shadiq untuk menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam yang murni dan hakiki. 

Selain menguasai ilmu dan makrifat Islam, Imam Jakfar Shadiq juga menguasai ilmu kedokteran, kimia, matematika, dan bidang-bidang ilmu lainnya. Pada masa hidupnya, Imam Jakfar Shadiq as merupakan sumber rujukan ilmu dan beliau dikunjungi banyak orang dari berbagai penjuru dunia untuk meminta jawaban atas berbagai persoalan ilmu. Tercatat ada empat ribu murid yang belajar kepada Imam Shadiq, di antaranya Jabir bin Hayyan, seorang kimiawan muslim terkenal. Imam Shadiq as gugur syahid pada tahun 148 Hijriah.

Imam Shadiq as; Mujahid Tak Kenal Lelah di Bidang Keilmuan


Imam Shadiq as hidup bersama kakeknya, Imam Sajjad as hingga berusia 12 tahun dan menerima ilmu dari beliau. Setelah kakeknya wafat, Imam Shadiq as hidup di sisi ayahnya Imam Muhammad Baqir as. Oleh karena itu, terlepas dari ilmu-ilmu ilahi yang didapatkannya dari Allah sebagaimana yang diberikan kepada setiap imam maksum, Imam Shadiq telah mencapai kesempurnaan ilmu dan makrifat dari ayah dan kakeknya karena potensi dan kecerdasan yang dimilikinya. Pasca wafatnya sang ayah, Imam Shadiq as mengemban tugas sebagai pemimpin kaum Muslimin selama 34 tahun dan selama itu pula beliau berhasil mendirikan "Mazhab Jakfari", sehingga menjadikan ajaran kakeknya, Rasulullah Saw kembali lurus dan terjaga.



Kehidupan penuh berkah Imam shadiq as bertepatan dengan masa kekhilafahan lima orang penguasa Bani Umayah. Masing-masing dari lima orang khilafah ini senantiasa menyakiti fisik dan jiwa Imam Shadiq as. Beliau juga hidup semasa dengan dua orang penguasa Bani Abbas, Saffah dan Mansur. Kezaliman kedua penguasa Bani Abbas ini tidak lebih ringan dari Bani Umayah. Sehingga pada satu dekade terakhir usianya, Imam Shadiq as benar-benar hidup dalam ketidakamanan dan kesulitan.

Masa Imam Shadiq as adalah masa kebangkitan umat Islam melawan pemerintahan Bani Umayah. Sehingga tekanan politik di akhir pemerintahan Bani Umayah sedikit melonggar dan kota Madinah dapat merasakan kebebasan yang lebih dari sebelumnya. Imam Shadiq as menggunakan kesempatan ini dan mendirikan sebuah pusat keilmuan yang besar. Universitas ini banyak melahirkan pribadi-pribadi yang terdidik dan menguasai pelbagai macam ilmu keislaman. Mereka ada yang ahli hadis, faqih besar, teolog dan masing-masing dari mereka menjalankan tugasnya sesuai dengan keahliannya.
        
Selama 34 tahun masa keimamahannya, Imam Shadiq as mengajar dan mendidik murid-muridnya dengan pelbagai macam keilmuan dan yang paling penting adalah menghidupkan Sunnah Rasulullah Saw di tengah-tengah umat Islam.  Imam Shadiq as bahkan pernah meninggalkan Madinah selama dua tahun karena tekanan para penguasa Bani Abbasiahdan hidup di Hirah, sebuah kota di dekat Kufah. Di sana juga Imam Shadiq mendirikan pusat pendidikan besar dan mendidik murid-muridnya.

Masa peralihan kekuasaan Bani Umayah ke Bani Abbasiah merupakan masa yang paling kacau dalam kehidupan Imam Shadiq as. Pada saat yang sama, di masa Imam Shadiq as muncul beragam pendapat dan ajaran serta ideologi. Terjadi pertentangan beragam pemikiran filosofi dan teologi yang muncul karena interaksi kaum Muslimin dengan penduduk negara-negara yang telah ditaklukkan dan juga hubungan antara pusat-pusat Islam dan dunia luar. Di dalam dunia Islam sendiri muncul semangat dan kegigihan untuk memahami dan meneliti.

Di masa seperti ini, sedikit keteledoran dan kelalaian akan menyebabkan kemusnahan dan kehancuran agama dan ajaran Islam. Dalam krisis semacam ini Imam Shadiq as berpikir untuk menyelamatkan pemikiran dan keyakinan sekelompok umat Islam dari atheisme, kemusyrikan dan kekufuran sekaligus mencegah agar jangan sampai masyarakat menyimpang dari prinsip-prinsip dan pengetahuan Islam yang sejati. Beliau harus melakukan pekerjaan ini sementara Bani Abbasiah sedang berada di tampuk kekuasaan dan kondisi saat itu benar-benar menekan dan tidak menyenangkan, sementara para sahabat beliau terancam bahaya kematian.

Sebagai contoh, Jabir Ju'fi salah satu sahabat khusus Imam Shadiq as sedang berada dalam perjalanan menuju Kufah untuk melaksanakan perintah Imam. Di tengah perjalanan utusan Imam yang lain menemuinya dan berkata, "Imam mengatakan, "Berpura-puralah sebagai orang gila!" Karena anjuran inilah Jabir selamat dari kematian. Penguasa Kufah secara rahasia di perintahkan oleh khalifah untuk membunuh Jabir, namun ia mengurungkan niatnya karena beranggapan bahwa Jabir gila.

Dalam kondisi sesulit ini Imam Shadiq as berhasil mewujudkan tempat pembelajaran keilmuan yang besar yang hasilnya adalah beliau memiliki 4 ribu murid dalam pelbagai macam bidang keilmuan. Mereka menyebar di seluruh wilayah negara-negara Islam. Menghidupkan kembali ajaran Islam menjadikan Imam Jakfar Shadiq as dikenal sebagai pemimpin mazhab Jakfari atau Syiah. Imam Shadiq as sebagai pejuang tak kenal lelah berjuang di kancah pemikiran dan amal dan mendirikan sebuah kebangkitan keilmuan. Kebangkitan semacam ini perlu dalam upaya mengeluarkan hakikat agama dari tengah-tengah khurafat dan hadis-hadis palsu sekaligus bertahan menghadapi serangan pemikiran menyimpang dengan kekuatan logika dan argumentasi.

Di masa Imam Shadiq as, teologi dan hikmah Islam mampu tumbuh menghadapi filsafat Yunani. Imam Shadiq as mampu mendidik para filosof dan hakim dengan ilmu-ilmu keislaman. Di sisi lain, masalah fiqih dan teologi yang pada waktu itu dibahas secara terpisah-pisah, Imam Shadiq as berhasil membahasnya secara sistematik. Fiqih Jakfari yang dibangun beliau adalah perintah-perintah agama dari Allah Swt yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Fiqih yang kaya ini menjelaskan hukum-hukum Islam yang ada sejak masa Nabi Saw. Abu Hanifah, Imam Mazhab Hanafi tentang Imam Shadiq as berkata, "Saya tidak pernah melihat dan mengetahui ada orang yang lebih faqih dan alim dari Jakfar Shadiq as."

Imam Shadiq as sering melakukan dialog dan diskusi tentang agama dan akidah dengan para sahabatnya yang juga menjadi muridnya. Pada prinsipnya, satu dari metode tablig para Imam Maksum as adalah melakukan dialog dengan para pemimpin atau tokoh mazhab, agama, ateis dan mereka yang suka bertanya. Metode ini juga dipakai oleh Imam Shadiq as dalam menyebarkan agama Islam. Beliau banyak melakukan dialog dengan para ahli fiqih, perbintangan, teolog dan lain-lain. Untungnya kebanyakan dialog yang dilakukan beliau dicatat dalam sumber-sumber sejarah dan hadis.

Imam Shadiq as memiliki akhlak mulia seperti para Imam Maksum as sebelumnya. Hatinya penuh dengan cahaya ilahi dan terkenal dengan kemurahan hatinya membantu dan menolong orang-orang miskin. Dengan penuh kerendahan hati beliau sendiri melakukan segala pekerjaannya. Beliau membawa cangkul dan dengan diterpa matahari yang panas, beliau melakukan pekerjaannya bercocok tanam. Imam Shadiq as berkata, "Bila aku menemui Allah dalam kondisi sedang bekerja seperti ini, maka aku akan menjadi orang yang berbahagia. Karena aku menjamin bekal dan kehidupanku dan keluarga dengan keringat yang ada di dahiku ini."

Sekaitan dengan sifat pemaaf Imam Shadiq as diriwayatkan bahwa ada seseorang yang mendatangi beliau dan berkata, "Saya telah bertemu dengan seseorang yang berbicara tentang keburukanmu." Mendengar itu Imam Shadiq as bangkit lalu mengambil air wudhu dan berdiri sambil melaksanakan shalat. Perawi kemudian mengatakan, "Aku berkata dalam hati bahwa Imam Shadiq as pasti mengutuk orang itu." Tapi ternyata setelah Imam Shadiq as selesai melaksanakan shalatnya, beliau berdoa, "Ya Allah! Saya memaafkan dia sebatas hak saya. Engkau lebih pemurah dari diriku. Oleh karenanya maafkan dia dan jangan menyiksanya!"

Imam Shadiq as berkata, "Setan berkata bahwa ada lima kelompok manusia yang tidak bisa aku kuasai. Lima kelompok manusia itu adalah; Seseorang yang berlindung kepada Allah Swt dengan ikhlas dan percaya kepada Allah dalam semua pekerjaannya. Seseorang yang banyak mengucapkan tasbih kepada Allah di siang dan malam hari. Seseorang yang menerima apa saja yang diterima oleh saudara mukminnya. Seseorang yang tetap sabar ketika terkena musibah. Dan seseorang yang rela dengan apa yang diberikan oleh Allah Swt dan tidak pernah sedih dengan rezeki yang dimilikinya." (al-Khishal, jilid 1, hal 952)

Sunday, January 27, 2013

Perempuan Yang Dibangkitkan Bersama Sayidah Fathimah az-Zahra


"Untuk mengenal hak dan kewajiban kaum perempuan, Allah telah menyerahkannya kepada kearifan lokal (urf) dan adat istiadat yang ada di tengah-tengah masyarakat menyangkut  pergaulan dan perilaku mereka dengan sesamanya dan cara urf di kalangan masyarakat itu sendiri mengikuti syariat dan keyakinan serta adat istiadat mereka". Dengan demikian kalimat ini merupakan sebuah parameter bagi seorang laki-laki dalam memperlakukan istrinya dalam setiap tahapan kehidupan dan kondisi kehidupan. Setelah terjadinya ijab qabul dan ikatan antara dua sosok pribadi wanita dan pria dan terbentuknya sebuah keluarga, interaksi pasangan suami istri memainkan peran yang tiada duanya dalam mengabadikan,  menyempurnakan dan memajukan rumah tangga.

Tidak diragukan sama sekali bahwa yang pertama kali diinginkan oleh seorang wanita adalah sikap dan perilaku baik suaminya terhadap dirinya, baik ucapan maupun perilaku. Ini merupakan keinginan yang paling sederhana dari seorang wanita dan benar-benar dibutuhkan untuk berinteraksi dalam kehidupan rumah tangga dan Islam sangat memperhatikan masalah ini. Di sisi lain, seorang wanita memiliki pelbagai kewajiban yang harus dilakukannya terhadap suaminya. Berikut ini akan dikaji tentang kewajiban dan hak seorang wanita terhadap suaminya.

Sebagaimana Islam menetapkan kewajiban dan tanggung jawab pada kaum lelaki, Islam juga memberikan hak bagi mereka dan memperingatkan seorang wanita agar menjaga hak ini demi langgengnya kehidupan rumah tangga dan tercapainya keindahan perkawinan:

1. Jangan memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa izin suami

Bila seorang wanita memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa izin suaminya, maka akan muncul kesalahpahaman dan berakibat timbulnya perselisihan dan hancurnya kehidupan rumah tangga.

2. Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya berusaha menarik perhatian dan keridhaan suami

Yakni bersikap dan berperilaku sesuai dengan selera suami. Tanpa izin suami jangan pergi ke sembarang tempat dan melakukan sembarang kerjaan. Jangan sekali-kali berusaha memaksakan kehendak pada suami dan menuntut agar mematuhinya, karena seorang lelaki memiliki kebanggaan tersendiri karena kekuatan akal dan jasmaninya. Ia berharap istrinya  memandangnya dengan pandangan penuh penghormatan dan mendahulukan kemauannya daripada kemauan dirinya sendiri.

3. Menjaga harta kekayaan dan harga diri suaminya saat suaminya tidak ada. Tidak mengkhianati harta kekayaan suami dan tidak juga mempergunakannya tanpa izin suaminya

4. Menyertai dan membantu suami di saat-saat sulit

Kehidupan bak roda berputar kadang di atas kadang di bawah. Terkadang manusia tenggelam dalam kenikmatan dan terkadang malah sebaliknya. Sebagaimana seorang laki-laki harus senantiasa setia kepada istrinya dalam segala kondisi, istri juga demikian, dia harus menyertai suaminya dan tetap setia baik dalam kondisi susah maupun senang.

5. Memenuhi kebutuhan biologis suami dan mematuhinya selama tidak ada uzur syar'i

Satu di antara sekian tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi kebutuhan biologis. Jelas bahwa hubungan suami istri memiliki peran penting dalam hubungan lainnya di antara suami dan istri. Bila kebutuhan biologis seorang suami tidak terpenuhi dengan baik dalam rumah, maka dengan terpaksa ia akan jatuh ke dalam dosa.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seseorang kepada Imam Shadiq as bertanya, "Apa hak istri terhadap suaminya?"

Imam as menjawab, "Memenuhi kebutuhan pakaian dan makanannya serta tidak memandangnya dengan pandangan sinis dan kasar."

Tiga golongan kaum wanita yang akan dibebaskan dari azab kubur oleh Allah dan akan dibangkitkan bersama Sayidah Fathimah az-Zahra as:

1. Golongan pertama adalah para wanita yang bersabar menghadapi kemiskinan suaminya.
2. Golongan kedua adalah para wanita yang bersabar menghadapi keburukan akhlak suaminya.
3. Golongan ketiga adalah para wanita yang menghadiahkan maharnya kepada suaminya.

(Buku Wasail as-Syiah dinukil oleh buku Waram)

Saturday, January 26, 2013

Muhammad Saw, Pionir Kebangkitan dan Perubahan


Bulan maulid adalah bulan keberkahan dan kebahagiaan untuk memperingati kelahiran manusia agung yang pernah hidup di jagad ini. Dia adalah Muhammad Saw, pribadi mulia yang menerangi semesta dan menyelamatkan umat manusia dari kesesatan. Para penulis sejarah Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir pada Tahun Gajah, yaitu tahun 570 Masehi, yang merupakan tahun gagalnya tentara Abrahah menyerang Ka'bah. Nabi Muhammad Saw lahir di kota Makkah, di bagian selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan.


Hampir semua ahli hadis dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiul Awal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syiah meyakini bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiul Awal, sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal. Kelahiran bayi mulia ini disambut gembira oleh keluarga Bani Hasyim. Di negeri Persia, kelahiran Muhammad bin Abdillah memadamkan api keramat yang selama seribu tahun tidak pernah padam. Kelahiran Muhammad juga mambuat dinding istana Raja Kisra retak dan empat belas menaranya runtuh. Muhammad lahir dengan membawa janji risalah terakhir dari Allah Swt untuk umat manusia.

Masa sebelum kenabian lazim disebut sebagai zaman Jahiliyah. Kata Jahiliyah diambil dari kata Jahl yang berarti bodoh. Dengan demikian, masa Jahiliyah berarti zaman kebodohan atau kegelapan. Memang, bangsa Arab di zaman itu layak mendapat sebutan tersebut, karena selain tidak mengenal baca tulis, bangsa yang hidup di Jazirah Arab ini juga memiliki kebiasaan dan perilaku bodoh. Mereka menjadikan berhala-berhala karyanya sebagai tuhan untuk disembah, mengubur anak perempuan hidup-hidup, dan bertawaf mengelilingi Kabah dalam keadaan telanjang. Muhammad lahir untuk mengikis kebodohan bangsa Arab dan umat manusia secara umum dengan cahaya iman dan ilmu.

Sejak lahir, Muhammad telah menunjukkan keistimewaan yang luar biasa. Kepedihan sebagai anak yatim telah menempa pribadi Muhammad dan mempersiapkannya untuk menjadi manusia agung dan pionir perubahan di dunia ini. Selama empat tahun, Muhammad hidup terpisah dari sang ibu, Aminah binti Wahb dan tinggal di tengah keluarga Halimah as-Saadiyah. Setelah berumur empat tahun, Halimah dengan berat hati melepas Muhammad dan mengembalikannya kepada sang ibu.

Muhammad Saw diutus untuk mengajarkan manusia akan cinta dan kasih sayang, kemanusiaan, dan kebebasan. Beliau diberi tugas untuk mengajarkan hikmah, penyucian diri, dan menjadi teladan bagi umat manusia. Meski Rasulullah Saw mengemban risalah besar dari Allah Swt, namun beliau berperilaku sederhana layaknya masyarakat biasa. Nabi Muhammad Saw adalah hamba yang saleh dan menjelaskan kebenaran dengan argumentasi dan logika. Beliau dengan kekuatan iman dan kelembutan telah menghancurkan pondasi kebatilan dan memadamkan api bujukan setan yang menyesatkan manusia. Di samping itu, beliau juga telah menebarkan suara kebenaran kepada umat manusia.

Sejak kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa, Muhammad dikenal oleh masyarakat sebagai sosok yang memiliki kepribadian agung, jujur, penyantun, gemar menolong, dan berjiwa besar. Ketinggian akhlaknya membuat kagum bangsa Arab khususnya suku Quraisy di Makkah. Berbeda dengan para pemuda dan masyarakat di zaman itu, Muhammad tidak tertarik kepada kehidupan yang hanya mengejar kesenangan duniawi. Putra Abdullah ini gemar menyendiri di lereng-lereng gunung atau di Gua Hira untuk menghindari kehidupan syirik dan menyibukkan diri dengan beribadah dan bermunajat kepada Allah.

Di Gua Hira, Muhammad menemukan ketenangan batin yang tidak ia dapatkan di Makkah. Akhirnya, pada suatu hari ketika usianya menginjak 40 tahun, saat berada di Gua Hira, Muhammad mendengar suara yang mengajaknya untuk membaca. Untuk pertama kalinya, Muhammad menerima ayat yang turun dari Allah Swt. Iqra bismi rabbikalladzi khalaq, bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Ayat ini adalah yang pertama kalinya turun kepada Muhammad yang menandai kenabiannya.

Imam Ali as berkata, "Lalu Allah mengutus Muhammad sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dia adalah yang terbaik di alam semesta sebagai anak dan yang tersuci sebagai orang dewasa, yang paling suci dari yang disucikan dalam perangainya, yang paling dermawan di antara mereka yang didekati karena kedermawanan." Di bagian lain, Imam Ali as mengatakan, "Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, manusia pilihan yang dipilih-Nya. Dia menerangi berbagai negeri setelah sebelumnya berada dalam kesesatan yang gelap dan kejahilan yang merajalela." "Muhammad adalah pengemban amanah wahyu-Nya, penutup para rasul-Nya, penyampai berita gembira akan rahmat-Nya, dan pemberi peringatan akan siksa-Nya."

Misi utama agama Islam adalah pendidikan dan perbaikan individu-individu masyarakat sehingga mereka menjadi bersih dari kotoran dan noda. Tanpa pendidikan dan perbaikan, manusia bukan saja tidak akan membentuk sebuah masyarakat ideal, tetapi juga akan menjadi perusak masyarakat itu sendiri. Sementara Rasulullah Saw adalah figur sukses yang mampu membangun bangsa dari serba keterpurukan menjadi bangsa yang mulia dan berjaya. Berbagai kisah sukses kehidupan Nabi Muhammad Saw perlu direalisasikan dalam konteks kehidupan umat Islam saat ini.

Rasul Saw telah menyampaikan sebuah ajaran yang dilandasi oleh persamaan dan persaudaraan. Beliau berhasil mengubah Makkah dan Madinah menjadi zona dengan sistem pemerintahan yang sempurna dan membentuk masyarakat Madani atau masyarakat yang purna, damai, dan sejahtera. Tidak hanya itu, Nabi Muhammad Saw mampu memperbaiki nasib bangsa Arab dan umat manusia, lalu menyatukan mereka di bawah panji Islam. Umat manusia dari bermacam etnis, suku bangsa, ras, dan, golongan bersatu padu dan membentuk front persatuan berkat kerja keras Rasulullah.

Selain meletakkan dasar-dasar interaksi antar sesama manusia, Nabi Muhammad Saw juga membangun hubungan manusia dengan Allah Swt melalui ajaran luhur yang dibawanya. Salah satu masalah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah adalah urusan shalat. Beliau menyebut shalat sebagai pilar agama dan menekankan umatnya untuk selalu menunaikan kewajiban agama itu. Shalat dapat menentramkan jiwa dan menjadi sarana penghubung intensif antara hamba dan Allah Swt. Selain itu, shalat juga disebut sebagai tanda terima kasih atas karunia tak terbatas Sang Pencipta. Dalam surat al-Kautsar disebutkan, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkorbanlah."

Kedatangan manusia agung ini juga untuk menghapus semua atribut yang telah menciptakan jarak dalam hubungan sosial masyarakat. Rasul Saw mengumumkan kepada semua bahwa warna kulit dan suku bukan lagi simbol keunggulan. Parameter baru kemuliaan manusia adalah ketakwaan mereka dan kedekatannya dengan Allah Swt. Manusia diciptakan untuk menghambakan diri kepada Allah Swt dan ketakwaan merupakan manifestasi paling indah dari penghambaan ini. Allah Swt berfirman, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS: 49:13).

Seorang penulis Kristen dari Romania, Constantin Virgil Gheorghiu dalam bukunya ‘Mohammad Peyghambari Ke az no Bayad Shenakht' menulis, "Sejujurnya, Muhammad adalah pribadi yang paling suci, paling baik, dan mutiara alam semesta. Ia lahir ke dunia dari garis keturunan yang paling suci, dari permata yang paling berkilau, dan dengan sejarah yang paling bersih. Ia tumbuh di jantung padang pasir, di bawah langit yang cerah, dan di pangkuan yang suci. Muhammad – di bawah ajaran tauhid para leluhurnya seperti Ibrahim – berlepas diri dari kemusyrikan dan penyembahan berhala dan dengan hati yang arif, ia beriman kepada Tuhan Yang Esa."

Sifat dan perilaku mulia yang dimiliki oleh Rasulullah Saw membuat nama beliau masih dikenang hingga sekarang. Setiap harinya orang yang mengimaninya dan risalahnya semakin bertambah. Setiap hari jutaan umat Islam di pelbagai penjuru dunia dalam shalatnya mengucapkan penyaksian akan risalah beliau dan mengucapkan janji setia akan cita-cita beliau. Dan setiap tahun, umat Muslim dunia selalu memperingati Maulid Nabi untuk lebih mengenal sosok Muhammad dan mengimplementasikan ajaran-ajaran beliau dalam kehidupan sehari-hari.

Kelahiran Nabi Anugerah Terbesar

Kelahiran Nabi Anugerah TerbesarBulan Rabiul awal yang biasa disebut bulan maulid adalah bulan yang tidak pernah terlupakan oleh orang muslim, karena pada bulan ini seorang putra terbaik dari Bani Hasyim Bangsa Arab, sesosok pemuda teladan yang kemudian menjadi pemimpin terbesar dunia telah dilahirkan, tepatnya pada hari Senin tanggal 12 Rabiul awal, bertepatan dengan 20 April 571 M.

Muhammad, nama ini selalu dikenal seantero penjuru dunia. Dia telah berhasil merubah  wajah dunia menjadi bermakna, dari gelap menjadi terang, dari kebodohan menjadi berperadaban. Dialah seorang yang telah mengantarkan manusia kepada nilai kemanusiaannya yang tinggi, dialah yang telah mengembalikan manusia kepada keberadaan yang sebenarnya yaitu mulia dan sempurna sebagaimana pertama kali dimaksudkan.
Beberapa peristiwa luar biasa mengiringi kelahiran beliau, diantaranya adalah padamnya api pemujaan di Persi yang seribu tahun sebelumnya tak pernah padam sama sekali, hancurnya pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah yang hendak menghancurkan ka’bah. Mereka hancur ditimpa batu - batu panas  yang dibawa burung-burung ababil yang sengaja dikirim Allah untuk membatalkan niat busuk mereka, serta banyak lagi kejadian luar bisa lainnya. 

Kenyataan ini tentu saja membuat kita merasa berterima kasih dengan kedatangannya. Sebagaimana laiknya kita sebagai umatnya, memperingati hari dan bulan ini sebaik-baiknya dengan melihat dan membaca kembali sejarah perjalanan pribadi dan kepribadian beliau. Allah selalu membimbing, mengarahkan dan mengingatkan orang - orang yang menginginkan kehidupan Ahirat. Dalam konteks ini Allah menguraikan dalam Al Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS Al-Ahzab 21).

Dalam firman ini Allah menegaskan bahwa orang-orang yang menginginkan kehidupan Ahirat, maka hendaklah mereka meniru kepribadian Rasulullah saw. Menjadikan Rasulullah sebagai panutan dan suri tauladan, bukan kepada yang lain. Sebuah pengakuan jujur dari seorang penulis non Muslim telah dituangkan dalam buku seratus tokoh dunia tentang pribadi Nabi Muhammad Saw. Penulis buku ini telah menempatkan Nabi Muhammad Saw pada tingkat pertama disusul oleh tokoh-tokoh dunia lainnya.

Ini semua karena beliau Nabi Muhammad telah berhasil menghapuskan segala bentuk penindasan kepada masyarakat yang lemah, beliau menghapuskan sistim perbudakan yang jelas-jelas merendahkan martabat manusia, beliau tutup jurang pemisah antara yang kaya dan miskin, beliau persatukan manusia yang semula bermusuhan dan menjadikan mereka bersaudara, beliau berhasil meletakkan landasan kemanusiaan, yaitu bahwa tidak ada perbedaan antara satu suku dengan lainnya, bangsa satu dengan bangsa lainnya, komunitas satu dengan komunitas lainnya apapun warna kulit dan keturunannya, tidak ada yang membedakan mereka kecuali takwanya kepada Allah, inilah nampaknya yang dimaksudkan
Allah SWT dalam firman-Nya :
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” QS Al-Anbiya 107.

Dengan ayat ini, jelaslah bahwa Nabi Muhammad Saw diutus ke dunia ini bukan hanya untuk satu golongan atau komunitas tertentu, melainkan untuk kesejahteraan manusia sedunia. Oleh karena itulah, beliau memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang luar biasa,  mempunyai sifat keberanian dalam membawa kebenaran.
Kelemahan umat Islam sekarang ini, diantaranya adalah, mereka telah melupakan pribadi dan sifat-sifat beliau. Mereka tidak lagi meneladani kepribadian beliau. Para pemimpin tidak lagi meniru gaya kepemimpinan Rasul yaitu pimpinan yang berani menegakkan kebenaran. Pedagang tidak lagi meniru praktek dagang yang pernah dilakukan Rasul. Orang tua tidak lagi mempraktekkan gaya Rasul. Guru tidak lagi mempraktekkan cara beliau mendidik generasi mudanya. Masyarakat telah melupakan panutan ini, sehingga ahirnya mereka menjadi masyarakat yang terombang ambing kehidupan dunia yang melenakan.
Semangat bulan maulid ini, yang selalu diperingati dengan pembacaan barzanji, pembacaan sholawat, pembacaan Marhaban serta lainnya  merupakan sebuah titik tolak ukur kita untuk bersama-sama  membaca kembali sejarah kepribadian Nabi dan menjadikannya sebagai satu-satunya panutan yang akan menghiasi lembar demi lembar kehidupan kita bersama. Jadi tidak salah bahwa kelahiran nabi yang telah dinanti-nantikan pada masa jahiliyah merupakan anugerah terbesar dari Allah SWT, sehingga sampai saat ini kita merayakannya dengan cara kita masing-masing. Kelak kita akan mendapatkan syafaat Nabi diakhir kelak. Amiiin.

*Mahsun Muhammad MA
*Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Dar Al Tauhid Arjawinangun Cirebon & Dosen Tasawuf di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon

Mahmoud Ahmadinejad: Tuhan dan Al-Qur'an Seluruh Umat Islam itu Satu

Tuhan dan Al-QurMenurut Kantor Berita ABNA, Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad menjelaskan bahwa Tuhan dan al-Quran seluruh umat Islam itu satu, seraya mengatakan, "Pembagian antara Sunni dan Syiah serta etnisitas, semuanya datang dari syaitan."

FNA (25/1) melaporkan, Ahmadinejad mengemukakannya pada acara penutupan periode pertama musabaqah penghapalan dan qiraah al-Quran Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, Kamis petang (24/1) di gedung konferensi IRIB, Tehran.

Menyinggung peringatan Maulud Nabi dan kelahiran Imam Ja'far as-Shadiq as, Ahmadinejad mengatakan, "Demi mencapai puncak kebahagiaan, manusia memerlukan dua sayap yang pada intinya adalah satu. Keduanya merupakan manifestasi dari hakikat lainnya. Sayap pertama adalah al-Quran. Al-Quran adalah kitab semesta. Kitab manusia. Kitab kebahagiaan."

"Semua manusia mencari kebahagiaan dan diciptakan untuk menggapai kebahagiaan serta kesempurnaan. Manusia diciptakan untuk mencapai keabadian, manusia tercipta untuk mencapai puncak tertinggi yaitu Allah Swt dan menjadi manifestasi-Nya. Akan tetapi kita memerlukan dua sayap untuk mencapainya," tambah Ahmadinejad.

Dikatakannya pula bahwa seluruh hakikat terkandung dalam al-Quran, yang merupakan kitab termulia dan paling bernilai. Al-Quran itu adalah hikmah mutlak, karena datang dari Allah Swt. Al-Quran adalah ilmu dan makrifat mutlak.

Dalam menjelaskan kedudukan al-Quran, Ahmadinejad menegaskan, "Allah sendiri telah menjelaskan bahwa al-Quran diturunkan pada hati Rasulullah Saw, karena tidak ada hati yang lebih besar, suci dan mulia seperti hati Rasulullah."

"Untuk mencapai kebahagiaan apakah al-Quran saja sudah cukup? Setiap manusia memiliki kadar pemahaman dan nalar yang berbeda. Semakin sempuna, maka semakin besar pula pemahamannya terhadap al-Quran. Dengan demikian, manusia juga memerlukan faktor lain, harus ada orang yang mampu menjelaskan al-Quran sebagaimana mestinya. Wujud pertamanya adalah Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw dan al-Quran itu adalah satu hakikat," jelas Ahmadinejad. 

"Setelah Rasulullah Saw, harus ada manusia-manusia sempurna yang menafsirkan al-Quran secara sempurna pula, karena perilaku manusia yang tidak sempurna akan menciptakan perselisihan."

Lebih lanjut Ahmadinejad menegaskan, "Dewasa ini kita memerlukan persatuan, akan tetapi bagaimana persatuan itu dapat terwujud? Apa itu tali Allah? Jika al-Quran itu adalah tali Allah tersebut, maka sekarang tidak ada perbedaan di antara umat. Ini bukan berarti al-Quran tidak sempurna, melainkan kita (manusia) yang memerlukan kehadiran nyata al-Quran."

Ayatullah al Uzhma Sistani: Sunni Bukan Sekedar Saudara Tapi Nafas dan Jiwaku

Sunni Bukan Sekedar Saudara Tapi Nafas dan JiwakuMenurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al Uzhma Sistani ulama besar sekaligus marja taklid Syiah yang bermukim di Irak dalam salah satu pesannya menyebutkan, bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara Sunni dan Syiah. Ulama besar Irak tersebut bahkan menyebutkan muslim Sunni adalah nafas dan jiwanya bukan sekedar saudara se Islam.

Adanya perbedaan pendapat dikalangan Sunni dan Syiah mengenai tarikh kelahiran Nabi Muhammad Saw menjadi dasar digagasnya "Pekan Persatuan Islam" oleh Imam Khomeini. Pekan persatuan tersebut diperingati setiap tahunnya dari tanggal 12 sampai 17 Rabiul Awal. Ulama marja taklid Syiah khususnya Pemimpin Besar Republik Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamanei dan Ayatullah Sistani sangat menekankan peringatan "Pekan Persatuan Islam" harus diisi dengan berbagai kegiatan ilmiah untuk mencari titik kesamaan Sunni dan Syiah. Keduanya menyerukan kepada para pemikir, cendekiawan dan ulama-ulama Islam bahkan kepada seluruh kaum muslimin untuk lebih menggalakkan upaya persatuan umat dan menghindari segala bentuk tindakan yang dapat merusak upaya terwujudnya persatuan umat Islam tersebut.

Ayatullah al Uzhma Sistani dalam berbagai pernyataan bahkan termasuk fatwa-fatwanya menyerukan  ummat islam untuk mengedepankan persatuan ummat dan menjauhi segala bentuk perselisihan antar mazhab. Beliau diantara ulama besar yang sampai saat ini tetap gigih mengupayakan terwujudnya ukhuwah Islamiyah tersebut khususnya antar warga muslim Irak yang selama bertahun-tahun terlibat dalam pertikaian sektarian.
Diantara upayanya adalah menyelenggarakan berbagai pertemuan ilmiah, seminar dan diskusi antar mazhab. Beliau berkata, "Penyelenggaraan pertemuan-pertemuan ilmiah tidak bisa dinafikan manfaatnya yang sangat besar. Lewat pertemuan-pertemuan tersebut bisa kita tegaskan bahwa antara Sunni dan Syiah tidak ada perbedaan yang mendasar yang membuat pengikut antar kedua mazhab besar ini saling berselisih dan berpecah belah. Perbedaan antara Sunni dan Syiah hanya terjadi pada tataran fikih praktis dan itu hal yang sangat lumrah."

"Umat Syiah harus berdampingan dengan umat Sunni untuk sama-sama memperjuangkan hak-hak sosial dan politiknya. Saya berkali-kali menegaskan bahwa saya tidak mengatakan bahwa Sunni itu saudara seiman saya melainkan mereka adalah nafas dan jiwa saya. Saya lebih banyak ikut mendengarkan khutbah ulama Sunni dibanding khutbah Jum'at ulama Syiah." Tegasnya. 

Dipenghujung pesannya, Ayatullah Sistani melanjutkan, "Saya banyak belajar dari hasil penelitian dan fatwa-fatwa fikih ulama Sunni, kita sama menghadap keka'bah setiap shalat, sama-sama berpuasa. Karenanya saya tegaskan, saya tidak pernah membeda-bedakan sikap antara Sunni dan Syiah dan saya mendukung hak-hak keduanya."

Friday, January 25, 2013

Nasrullah Tekankan Tugas Setiap Muslim Menjelaskan Sosok Agung Nabi

Sekjen Gerakan Muqawama Islam Lebanon (Hizbullah), Sayid Hasan Nasrullah, kembali tampil berpidato pada peringatan hari Maulud Nabi dan Imam Ja'far as-Shadiq Jumat malam (25/1), serta menjelaskan berbagai masalah termasuk Pekan Persatuan Islam.

Sayid Nasrullah menjelaskan berbagai dimensi sosok agung Rasulullah Saw serta nilai-nilai yang dipaparkan Nabi Muhammad Saw kepada umat manusia dan mengatakan, "Manusia memiliki perbedaan satu sama lain dengan perbuatan baik dan penghindaran dari dosa."

Menyinggung program terencana matang musuh untuk menistakan Rasulullah Saw, agama Islam dan seruannya, Sayid Nasrullah menilainya sebagai tantangan terbesar umat Islam saat ini.

Menurut Sayid Nasrullah, muncul sejumlah penisbatan zalim terhadap Rasulullah Saw yang ini harus dijelaskan dan kepribadian istimewa beliau juga harus dikenalkan kepada dunia.

Lebih lanjut dijelaskan Sayid Nasrullah, gerakan-gerakan islami dan para ulama di sepanjang masa melalui mazhab dan kelompoknya berusaha menyampaikan pesan tentang Rasulullah Saw kepada masyarakat. Akan tetapi sekarang tugas tersebut berada di pundak seluruh umat Muslim dan para ulama. Penjelasan tentang kepribadian Rasulullah Saw kepada seluruh dunia.

Seluruh daya untuk melakukan penelitian ilmiah dan dakwah dalam hal ini harus dikerahkan dan tidak boleh ada kelalaian, karena pihak lawan tidak pernah menghentikan aksinya.

Sekjen Hizbullah menegaskan, "Sejumlah kelompok mengetahui apa yang mereka inginkan dari penistaan terhadap Rasulullah Saw, yaitu menyulut perpecahan di antara umat Islam. Kami juga telah peringatkan sebelumnya bahwa mereka sedang mengupayakan fitnah di antara umat Muslim, Kristen dan dalam tubuh masyarakat Islam sendiri."

Kisah Menarik Penamaan Ali bin Abu Thalib as


Setelah Imam Ali as lahir ke dunia, Abu Thalib as mengambil bayi itu dari ibunya, Fathimah binti Asad. Abu Thalib as menggendongnya dan keluar dari kota Mekah bersama bayinya di malam hari. Ketika sudah berada di luar kota, Abu Thalib as mulai bermunajat, "Ya Allah! Engkau adalah pencipta malam yang gelap, bulan yang terang dan pemberi cahaya. Katakanlah kepadaku siapa nama anak ini yang lahir di rumah-Mu (Ka'bah)!?"

Pada waktu itu ada sesuatu yang berbentuk seperti awan terlihat berada di atas tanah. Abu Thalib as kemudian mengambilnya dan meletakkannya di dada bayinya. Setelah itu ia kembali ke rumah.

Pagi keesokan harinya, benda yang berwujud seperti awan yang diletakkan di dada bayi itu berubah menjadi seperti kertas berwarna hijau. Di atasnya tertulis, "Kalian berdua (Abu Thalib dan Fathimah) telah mendapat anak yang suci, tampan dan baik. Namanya bersumber dari maqam Allah Swt. Oleh karenanya, beri nama dia Ali yang diambil dari sifat Allah Swt."

Setelah membaca itu, Abu Thalib as terlihat begitu gembira dan langsung menjatuhkan dirinya bersujud dan berterima kasih kepada Allah Swt. Setelah itu, benda hijau yang seperti kertas itu kemudian diambil dari dada Imam Ali as dan kemudian digantungkan di bagian Barat Ka'bah.

Wednesday, January 23, 2013

Tugas Para Penanti Sang Juru Selamat

Meski Imam Hasan Askari as, cucu Rasulullah Saw, gugur syahid di tahun 260 hijriah, yang membuat umat Muslim tenggelam dalam kesedihan, akan tetapi berita gembira kepemimpinan Imam Mahdi as, putra beliau dan sekaligus hujjah terakhir Allah Swt di muka bumi, menerangi dan memberikan harapan besar pada hati umat. Oleh karena itu, pada hari ini; hari dimulainya kepemimpinan Imam Mahdi as sang juru selamat dan penegak keadilan sejati di dunia, diperingati sebagai hari raya.

Rasulullah Saw bersabda: "Bintang-bintang adalah tempat tinggal untuk mereka yang berada di langit, jika bintang-bintang itu musnah maka mereka yang di sana juga akan musnah. Jika Ahlul Bait tiada, maka manusia di muka bumi juga akan Sirna."

Imam Mahdi as merupakan hujjah terakhir di antara para imam maksum as dari keturunan Rasulullah Saw yang akan memenuhi bumi dengan keadilan—setelah dipenuhi dengan kezaliman dan ketidakadilan. Dia adalah hujjah tersembunyi Allah Swt untuk umat manusia . Dimulainya kepemimpinan matahari kemuliaan dan keadilan ini sejatinya adalah berkah bagi umat manusia.

Selama berabad-abad Imam Mahdi as berada di balik tabir ghaibah dan harapan kemunculan beliau menjadi penenang hati umat manusia yang selalu galau. Ghaibah bukan sebuah fenomena tunggal dan pertama terjadi terhadap Imam Mahdi as, karena banyak riwayat yang menyebutkan bahwa sejumlah nabi juga pernah mengalami ghaibah. Ini terjadi demi maslahat dan hikmah yang diketahui Allah Swt.

Imam Ja'far as-Shadiq as berkata, "Sesungguhnya untuk Imam Mahdi (as) kami akan terjadi ghaibah yang sangat lama." Perawi menanyakan sebab ghaibah Imam Mahdi as itu dan beliau menjawab, "Allah ingin memberlakukan sunnah para nabi dalam ghaibah mereka terhadap Imam Mahdi as."

Menanti kemunculan Imam Mahdi as itu berarti berharap dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih baik. Anggap saja seperti seseorang yang menanti anaknya yang sedang sakit, dia sedang menanti kesembuhan anaknya. Yakni dia ingin mengakhiri kondisi yang sedang terjadi dan menyambut kondisi lebih baik. Oleh karena penantian itu tersusun atas dua unsur; berakhirnya kesulitan yang terjadi dan munculnya kondisi ideal dan sesuai. Dengan kata lain, penantian yakni menerawang jauh menuju masa depan dan berupaya untuk kondisi ideal tersebut.

Penantian itu sendiri terbagi menjadi dua, pertama penantian yang dangkal dan tidak komitmen dan kedua penantian yang sejati dan berkomitmen. Penantian yang dangkal itu adalah bentuk penantian secara lahiriyah, temporal dan pengungkapan penantian itu hanya sekedar pada doa serta peringatan-peringatan keagamaan saja. Akan tetapi penantian yang sejati dan berkomitmen adalah sebuah gerakan berkomitmen yang dibarengi dengan upaya konstan dan konstruktif baik secara individu maupun sosial. Imam Ja'far as-Shadiq as dalam hal ini berkata, "Para penanti kemunculan Imam Mahdi as bergerak menuju kemunculan dan mengamalkan tujuan-tujuan kemunculan tersebut dan penantian seperti ini sendiri dinilai sebagai kedatangan dan keterbukaan."

Imam Ali al-Ridho as berkata, "Betapa indah kesabaran dan harapan menanti kedatangan (Imam Mahdi as)." Penantian adalah termasuk di antara tugas para sahabat  Imam Mahdi as, yang merupakan amalan batin yang memiliki banyak pengaruh dan berkah lahiriyah. Penantian kemunculan dan kedatangan Imam Mahdi as berarti penantian penegakan keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan sejati di dunia. Penantian seperti ini merupakan di antara ibadah terbaik. Penantian sang juru selamat dunia, bukan sekedar slogan saja, karena seorang penanti memiliki tugas-tugas yang harus dilaksanakan dengan serius dan mempersiapkan perwujudan janji-janji Allah Swt. Imam Ja'far as-Shadiq as berkata, "Pemerintahan keluarga Muhammad pada akhirnya akan terbentuk, maka siapa saja yang menjadi sahabat Imam Mahdi as, harus selalu berhati-hati dan bertakwa, menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dan kemudian menanti kemunculannya Imam Mahdi as."

Mengenal Imam Mahdi as adalah tugas pertama seorang mukmin yang menanti kemunculan beliau. Pengenalan tersebut tentunya berdasarkan prinsip-prinsip ketauhidan dan kenabian. Tugas terpenting seorang penanti adalah berusaha mencapai makrifat wujud suci Imam Mahdi as, karena manusia yang tidak mengenal imam dan kedudukannya tidak akan dapat menentukan tugasnya. Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa mati tanpa mengenal imam zamannya, maka dia mati dalam kondisi jahiliyah."

Dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengenal secara proporsional imam zamannya dan menyerahkan diri pada perintah imamnya, maka keutamaan yang didapatkannya dari imamnya adalah kestabilan di jalan dan makrifat Allah Swt, yang merupakan sumber dari semua keutamaan. Makrifat imam zaman merupakan sumber dan hulu seluruh kebaikan yang menjamin kebahagiaan sempurna.

Kemunculan sang juru selamat dunia itu menuntut unsur-unsur kemanusiaan yang siap dan bernilai, yang mampu memikul beban berat tugas islah di seluruh penjuru dunia. Kesiapan tersebut pada tahap awalnya memerlukan wawasan dan pengetahuan tingkat tinggi serta persiapan ruh dan jasmani dalam menjalankan tugas-tugas besar.

Termasuk di antara tugas penanti adalah membenahi, mendidik dan mempersiapkan diri untuk kemunculan Imam Mahdi as. Dalam al-Quran disebutkan, "Telah kami tulis dalam Zabur setelah Taurat, hamba-hamba saleh akan menjadi pewaris dunia." Oleh karena itu, para sahabat dan penanti sejati Imam Mahdi as, adalah para hamba saleh dan bertakwa yang memiliki iman kokoh. Berbagai riwayat dalam Islam juga menyebutkan mereka adalah orang-orang yang benar-benar mengenal Allah Swt, bertakwa, mencapai makrifat atas kepemimpinan para imam dan meyakini imamah hujjah terakhir Allah Swt di muka bumi. Para penanti seperti ini juga akan menghiasi diri mereka dengan akhlak mulia dan adab serta berpegang teguh pada agama dan meningkatkan keimanan dan keyakinannya, juga berserah diri di hadapan agama dan perintah Ahlul Bait as.

Salah satu dimensi lain dari penantian adalah persiapan untuk kebangkitan universal Imam Mahdi as. Manusia penanti selalu berharap pada masa depan dan terus bergerak maju serta tidak mungkin dapat stagnan pada satu titik. Oleh karena itu, penanti sejati bak seorang pejuang di medan perang yang selalu siap menanti perintah untuk melancarkan serangan. Pada saat yang sama, penanti hakiki berkewajiban untuk menjaga orang lain. Artinya, selain membersihkan diri sendiri, dia juga harus berusaha untuk mengislah orang lain, karena penantian ini bukan masalah individu melainkan sebuah program yang meliputi semua unsur revolusi dan dilakukan bersama-sama.

Pengaruh penting lain dari penantian Imam Mahdi as ini adalah tidak tercampur dalam kefasadan lingkungan dan tidak menyerah di hadapan pencemaran batin. Pemahaman penantian yang jelas dan benar menuntut manusia untuk berusaha secara berkesinambungan mempersiapkan diri dan masyarakat menyambut kemunculan Imam Mahdi as. Masa kemunculan sang juru selamat tidak diketahui oleh karena itu dituntut kesiapan setiap saat.

Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, menjelaskan penantian Imam Mahdi as dan kondisi para penantinya mengatakan, "Para penanti Imam Mahdi as, mengharapkan terangnya kehidupan umat manusia serta diakhirinya era kezaliman dan pelanggaran. Kejahatan zalim dan penindasan para penguasa imperialis dunia tidak akan mampu memadamkan harapan di hati mereka. Para penanti Imam Mahdi as tidak pernah ragu bahwa era kezaliman, perusakan dan pelanggaran akan berakhir dan kekuatan kebenaran akan meruntuhkan semua pilar kefasadan dan pelanggaran. Kami percaya bahwa dengan kemunculan Imam Mahdi as, pemikiran serta akal manusia akan lebih inovatif dari semua era sebelumnya serta perdamaian dan keamanan akan ditegakkan secara universal. Kita semua harus berusaha demi mewujudkan era tersebut sehingga semakin hari dunia akan semakin mendekati era ideal tersebut."

Imam Mahdi as Dalam Al-Quran

Imam Mahdi as Dalam Al-QuranKonsep Imam Mahdi as sebagai juru penyelamat adalah sebuah konsep yang sudah diterima oleh semua agama samawi, bahkan oleh semua umat manusia meskipun nama yang ditentukan untuk menyebutnya berbeda-beda. Kesepakatan konsep ini dapat kita bahas pada kesempatan yang lain.
Oleh karena itu, dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang ditafsirkan dengan keberadaan Imam Mahdi as sebagai seorang juru penyelamat. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Surah al-Qashash (28) : 5

وَ نُرِيْدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا فِي الْأَرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِيْنَ

“Dan Kami ingin memberikan anugrah kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ini, menjadikan mereka para pemimpin, dan menjadikan mereka sebagai para pewaris.”
Secara lahiriah, ayat ini menggunakan kata kerja mudhâri’ dalam menjelaskan maksud Allah. Secara realita, janji-janji yang termaktub dalam ayat tersebut belum terealisasikan hingga sekarang. Dengan pemerintahan yang telah dibentuk oleh Rasulullah saw di Madinah yang berjalan kurang lebih selama sepuluh tahun, kami kira hal itu belum terwujudkan secara sempurna mengingat masih banyak pojok dunia yang belum pernah mencicipi lezatnya hukumnya Islam.
Menurut beberapa hadis, ayat ini mengindikasikan tentang Imam Mahdi as, bahwa semua janji Allah itu akan terwujud pada saat beliau turun ke bumi dan membentangkan sayap keadilan di atasnya. Dalam Nahjul Balâghah, Imam Ali as berkata:

لَتَعْطُفَنَّ الدُّنْيَا عَلَيْنَا بَعْدَ شِمَاسِهَا عَطْفَ الضَّرُوْسِ عَلَى وَلَدِهَا

“(Pada waktu itu), dunia akan menganugrahkan kelembutannya kepada kami setelah ia membangkang sebagaimana unta betina yang membangkang (baca: enggan memberi air susu kepada anaknya) menyayangi anaknya.”
Ibnu Abil Hadid berkata: “Para sahabat (baca: ulama) kita berpendapat bahwa beliau menjanjikan (kemunculan) seorang imam yang akan menguasai bumi dan menaklukkan seluruh kerajaan dunia.”
Dalam sebuah hadis yang lain beliau berkata: “Orang-orang tertindas di muka bumi yang termaktub di dalam al-Quran dan akan dijadikan para pewaris oleh Allah adalah kami, Ahlulbait. Allah akan membangkitkan Mahdi mereka yang akan memuliakan mereka dan menghinakan para musuh mereka.” [1]
b. Surah an-Nûr (24) : 56

وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِيْ لاَ يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْئًا وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih untuk menjadikan mereka sebagai khalifah di muka bumi ini sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai khalifah, menyebarkan bagi mereka agama yang telah diridhainya untuk mereka secara merata dan menggantikan ketakutan mereka dengan rasa keamanan (sehingga) mereka dapat menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku. Barangsiapa ingkar setelah itu, merekalah orang-orang yang fasiq.”
Secara lahiriah, kita dapat menagkap tiga janji dari ayat tersebut:
Pertama, menjadikan mereka sebagai khalifah di atas bumi ini.
Kedua, menyebarkan agama mereka (Islam) di atas bumi secara merata sehingga dapat dinikmati oleh seluruh penduduk dunia.
Ketiga, menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman sehingga mereka dapat menyembah Allah dengan penuh keleluasaan dan tidak menyekutukan-Nya.
Yang jelas, semua janji itu belum pernah terwujudkan hingga sekarang. Kapankah kita pernah merasakan Islam dijalankan secara sempurna? Oleh karena itu, dalam beberapa hadis Ahlulbait as, kita akan menemukan takwil dari ayat tersebut bahwa semua janji itu akan terealisasikan pada masa kemunculan Imam Mahdi as.
Dalam tafsir Majma’ al-Bayân disebutkan bahwa Imam Ali bin Husain as pernah membaca ayat tersebut. Setelah itu beliau berkata: “Demi Allah, mereka adalah para pengikut kami Ahlulbait as. Allah akan mewujudkan semua itu dengan tangan salah seorang dari kami. Ia Adalah Mahdi umat ini, dan ia adalah orang yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Jika tidak tersisa dari usia dunia ini kecuali satu hari, niscaya Allah akan memanjangkannya hingga seorang dari ‘Itrahku muncul. Namanya sama dengan namaku. Ia Akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman.”[2]
Tanpa diragukan lagi pembahasan tentang mahdi as telah tertera di pelbagai sumber dan kitab-kitab Islami. Rasul saw sendiri yang mengajarkan hal tersebut. Imam Ali as dan para imam yang lain juga tidak ketinggalan, mereka senantiasa menyinggung pembahasan yang satu ini dan mengulang-ulangnya. Para ulama dan pemuka sekte-sekte islam sepanjang sejarah juga satu demi satu di segenap penjuru Negara Islam telah menulis dan menyusun buku yang tidak sedikit jumlahnya.
Dengan pelbagai hal tersebut apakah dapat dibayangkan topik dan pembahasan yang begitu populer dan urgen ini tidak tertera dalam kitab suci al-Quran? Jawaban tentu tidak. Pasti pembahasan semacam ini benih-benihnya telah terdapat di dalamnya.
Al-Quran sebatas singgungan atau secara gamblang telah menjelaskan peristiwa dan kejadian yang nantinya akan terjadi di akhir zaman seperti kemenangan kaum mukmin terhadap kaum non-mukmin. Ayat-ayat semacam ini, telah ditafsirkan oleh para mufasir-dengan mengacu pada riwayat dan poin-poin tafisiri-berkaitan dengan pemerintahan Imam Mahdi as di akhir zaman.
Al-hasil para mufasir mutaakhir menghitung dan mentahqiq jumlah ayat-ayat yang berkaitan dengan beliau as, jumlah sensaionalpun mereka dapatkan yaitu sekitar 350 ayat. Tahqiq ini dilakukan oleh Yayasan Intidhare Nur. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa metode mereka dalam pencarian tersebut adalah umum mencakup ayat-ayat yang secara gamblang menjelaskan permasalahan Mahdawiyah dan yang lain, atau ayat yang para mufasir dengan suatu hal dalam tafsiran ayat tersebut membawakan riwayat atau pembahasan Mahdawiyah.
Pada kesempatan ini, kita akan membawakan 10 ayat saja yang memiliki indikasi yang jelas terhadap permasalahan Mahdawiyah.
Ayat pertama

وَ لَقَدْ كَتَبْنا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأَْرْضَ يَرِثُها عِبادِيَ الصَّالِحُونَ

Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah menuliskan di Zabur setelah Dzikr, bahwa dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba yang saleh” (QS 21: Anbiya : 105).
Imam Muhammad Baqir as bersabda:”hamba-hamba tuhan yang akan menjadi pewaris bumi-yang tersebut dalam ayat-adalah para sahabat Mahdi as yang akan muncul di akhir zaman.”
Syekh Thabarsi setelah menukil riwayat ini mengatakan: sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Syi’ah dan Ahlusunnah menjelaskan dan menguatkan riwayat dari Imam baqir as di atas, hadis tersebut mengatakan ‘jika usia dunia sudah tidak tersisa lagi kecuali tinggal sehari, Allah SWT akan memanjangkan hari tersebut sehingga seorang saleh dari Ahlul-baitku bangkit, dia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana dunia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman”’. Imam Abu bakar Ahmad bin Husain Baihaqi dalam buku “al-Ba’tsu wa Nutsur” telah membawakan riwayat yang banyak tentang hal ini [3] .
Dalam kitab Tafsir Ali bin Ibrahim disebutkan: Kami telah menulis di Zabur setelah zikr … semua kitab-kitab yang berasal dari langit disebut dengan Zikr. Dan maksud dari bahwa dunia akan diwarisi oleh para hamba-hamba yang saleh adalah (Mahdi) Qaim as dan para pengikutnya [4] .
Ayat kedua

وَ نُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأَْرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوارِثِينَ

“Kami menginginkan untuk menganugerahkan kepada mereka yang tertindas, dan akan Kami jadikan para pemimpin dan pewaris dunia.” (QS 28. al-Qashash: 5)
Ayat ini sesuai dengan beberapa ungkapan Imam Ali as di dalam Nahjul balagah serta sabda para imam yang lain berkaitan dengan Mahdawiyah, dan sesungguhnya kaum tertindas yang dimaksud adalah para pengikut konvoi kebenaran yang terzalimi yang akhirnya akan jatuh ke tangan mereka. Fenomena ini puncaknya akan terwujud di akhir zaman. Sebagaimana Syekh Shaduq dalam kitab Amali menukil sabda Imam Ali as yang berkata:”ayat ini berkaitan dengan kita”.
Ayat Ketiga

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَ يُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكافِرِينَ يُجاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَ لا يَخافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ

“Wahai orang-orang yang beriman barangsiapa dari kalian berpaling (murtad) dari agamanya maka Allah SWT akan memunculkan sekelompok kaum yang Dia cinta mereka dan mereka juga mencintaiNya,” (QS. Madinah: 54)
Dalam tafsir Ali bin Ibrahim disebutkan:”ayat ini turun berkaitan dengan Qaim dan para penguikutnya merekalah yang berjuang di jalan Allah SWT dan sama sekalim tidak takut akan apapun”.
Ayat Keempat

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَْرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفاسِقُونَ

Allah SWT menjanjikan orang-orang yang beriman dari kalian dan yang beramal saleh, bahwa mereka akan dijadikan sebagai khalifah di atas muka bumi, sebagaimana Ia juga telah menjadikan para pemimpin sebelum mereka dan –Ia menjanjikan untuk menyebar dan menguatkan agama yang mereka ridhai, dan menggantikan rasa takut mereka menjadi keamanan. (QS. Nuur: 54)
Syekh Thabarsi mengatakan:”dari para Imam Ahlul bait diriwayatkan bahwa ayat ini berkaitan dengan Mahdi keluarga Muhammad saw. Syekh Abu Nadhr ‘Iyasyi meriwayatkan dari imam Ali Zainal Abidin as bahwa beliau membaca ayat tersebut setelah itu beliau bersabda:”sumpah demi Allah SWT mereka yang dimaksud adalah para pengikut kita, dan itu akan terealisasi berkat seseorang dari kita. Dia adalah Mahdi (pembimbing) umat ini. Dialah yang rasul saw bersabda tentangnya:”jika usia dunia sudah tidak tersisa lagi kecuali sehari lagi, Allah SWT akan memanjangkan hari tersebut sampai seseorang dari keluarga ku muncul dan memimpin dunia. Namanya seperti namaku (Muhammad), riwayat semacam ini juga dapat ditemukan melalui jalur yang lain seperti dari imam Muhammad Baqir as dan imam Ja’far Shadiq as”.
Aminul Islam Syekh Thabarsi mengakhiri ucapan dan penjelasannya tentan ayat ini dengan penjelasan berikut ini:”mengingat penyebarluasan agama ke seluruh penjuru dunia dan belum betul-betul global, maka pastilah janji ini akan terwujud dalam masa yang akan datang, di mana hal tersebut-globalitas agama- tidak dapat dielakan dan dipungkiri lagi”. Dan kita ketahui bahwa janji Allah tidak akan pernah hanya janji semata.
Ayat Kelima

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدى وَ دِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah Zat yang yang telah mengutus rasulNya dengan hidayah dan agama yang benar untuk sehingga Ia menangkan agama tersebut terhadap agama-agama yang lain, kendati para musyrik tidak menginginkannya.
Dalam kitab tafsir Kasyful Asyrar, disebutkan:
Rasul dalam ayt tersebut adalah baginda nabi Muhammad saw, sedang hidayah yang dimaksud dari ayat tersebut adalah kitab suci al-Quran dan agama yang benar itu adalah agama Islam. Allah SWT akan memangkan agama (Islam)ini, atas agama-agama yang lain, artinya tiada agama atau pedoman di atas dunia, kecuali ajaran Islam telah mengalahkannya. Dan hal ini sampai sekarang belum terwujud. Kiamat tidak akan datang kecuali hal ini terwujud. Abu Said al-Khudri menukil, bahwa Rasul saw pad suatu kesempatan menyebutkan bala dan ujian yang akan datang kepada umat Islam, ujian itu begitu beratnya, sehingga beliau mengatakan bahwa setiap dari manusia tidak dapat menemukan tempat berlindung darinya. Ketika hal ini telah terjadi, Allah SWT akan memunculkan seseorang dari keluargaku yang nantinya dunia akan dipenuhi oleh keadilan. Seluruh penduduk langit dan bumi rela dan bangga dengannya. Di masanya hujan tidak akan bergelantungan di atas langit kecuali akan turun untuk menyirami bumi, dan tiada tumbuh-tumbuhan yang ada di dasar bumi kecuali bersemi dan tumbuh. Begitu indah dan makmurnya kehidupan di masa itu sehinga setiap orang berandai-andai jika sesepuh dan sanak keluaerganya yang telah meninggal dunia kembali lagi dan merasakan kehidupan yang sedang mereka rasakan.
Referensi
[1] Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal. 63, bab ayat-ayat yang ditakwilkan dengan Imam Mahdi as.
[2] At-Thabarsi, Majma’ al-Bayân, jilid 7, hal. 152.
[3] Tafsir Majma’ul bayan, jild 7, hal 66-67.
[4] Tafsir Nur Tsaqalain, jild 3, hal 464.