Search

Tuesday, January 8, 2013

Kondisi Umat Islam di Tahun 2012


Tahun 2012 menorehkan sejarah penting bagi dunia Islam. Gelombang Kebangkitan Islam yang telah menumbangkan rezim-rezim despotik di tahun sebelumnya terus mengalir deras. Gerakan rakyat itu meletus di Tunisia dan menjalar ke negara-negara kawasan. Domino tumbangnya rezim Ben Ali dengan cepat menjalar hingga Mesir dan berhasil melengserkan Hosni Mubarak. Setelah Ben Ali, Mubarak menjadi diktator kedua dukungan Barat yang tumbang digulingkan gerakan kebangkitan rakyat. Menyusul kemudian, rezim despotik Libya pun terguling, dan Gaddafi sendiri akhirnya tewas secara mengenaskan di tangan revolusioner Libya.


Dari kawasan Afrika Utara bola salju Kebangkitan Islam menjalar menembus Timur Tengah. Protes rakyat Yaman berhasil menumbangkan rezim Ali Abdullah Saleh. Diktator Yaman ini harus menerima penyerahan kekuasaan secara bertahap dengan dukungan negara-negara Arab dan Barat. Rezim-rezim monarki Arab semacam Al Saud khawatir bola salju itu terus menjalar hingga negaranya. Dengan berbagai cara Riyadh memberangus protes damai rakyat di kawasan, termasuk mengintervensi urusan dalam negeri lain seperti Yaman dan Bahrain. Di sisi lain, negara-negara Barat yang mengklaim sebagai pengusung demokrasi dan HAM berusaha membendung banjir bandang kebangkitan Islam di kawasan dengan meningkatkan dukungan terhadap pemerintahan monarki despotik dan rezim tribal di negara-negara Arab.

Terbentuknya pemerintahan demokratis di Bahrain menggantikan rezim monarki yang selama ini menjadi boneka Barat akan mengubah konstelasi kawasan, yang berdampak merugikan kepentingan AS dan sekutunya. Pada saat yang sama Gedung Putih tahu persis ketakutan rezim Al-Saud yang begitu khawatir atas meluasnya gelombang kebangkitan Islam di kawasan melanda Arab Saudi. Untuk itu, Washington mendukung langkah Riyadh mengirim pasukan ke Bahrain demi memadamkan perlawanan rakyat yang terjadi di negara tetangga dekatnya itu. Tapi, brutalitas rezim Manama yang dibantu negara-negara Arab dan Barat tidak mampu membendung gelombang perlawanan rakyat Bahrain yang kian hari semakin meluas.

Gelombang revolusi rakyat Bahrain dalam bentuk unjuk rasa jalanan di tahun 2012 semakin deras di tengah eskalasi kekerasan rezim Al Khalifa untuk memberangus unjuk rasa damai. Rezim Al Khalifa menerima bantuan militer Riyadh, karena kewalahan menghadapi protes rakyatnya sendiri. Tahun 2012, media massa regional mengungkap keterlibatan sebuah pasukan elit Saudi bernama Fahud yang dibentuk oleh Pangeran Mahkota Nayef bin Abdul Aziz untuk membantu rezim Al Khalifa menumpas demonstran damai rakyat Bahrain. Pasukan khusus itu berada di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi dan didirikan ketika Nayef bertugas sebagai menteri dalam negeri kerajaan Arab itu. Dilaporkan, militer Saudi dikerahkan di Bahrain sejak pertengahan Maret 2011. Pasukan Saudi itu menggunakan seragam polisi Bahrain saat menindak keras pengunjuk rasa. Tidak hanya itu, Fahud juga bertugas menyiksa para tahanan di pusat penahanan yang tersebar di seluruh Bahrain.

Saking brutalnya cara-cara kekerasan yang ditempuh penguasa Bahrain dalam memberangus tuntutan, Ketua Komite Anti-Penyiksaan Bahrain menyamakan rezim al-Khalifa dengan Nazi Jerman. Menurut Rodney Shakespeare (28/12), rezim al-Khalifa tidak berani menggelar pemilu di Bahrain karena pesta demokrasi itu berarti sama dengan pengusiran rezim  tersebut dari Bahrain. Aktivis HAM itu menilai rezim al-Khalifa sebagai penguasa haus darah dan musuh demokrasi.

Tahun lalu, laporan Amnesti Internasional menunjukkan bahwa rezim Al Khalifa telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia karena menyiksa para pengunjuk rasa. BBC November lalu mengungkapkan, vonis Amnesti Internasional itu dijatuhkan karena penguasa Bahrain tidak menepati janjinya untuk melakukan reformasi. Pihak oposisi mengumumkan, sampai saat ini aksi represif pemerintah Bahrain telah menelan 80 orang korban jiwa.

Pelarangan melakukan aksi unjuk rasa, mencabut kewarganegaraan 31 warga Bahrain dan sejumlah laporan tentang penyiksaan termasuk penyiksaan anak-anak menunjukkan kondisi HAM yang semakin memburuk di negara pesisir Teluk Persia itu. Dalam proyek penelitian yang berjudul "Bahrain: Reformasi Terbengkalai, Penindasan Dimulai", Amnesti Internasional mengumumkan semakin memburuknya kondisi HAM di Bahrain.

Di tahun 2012, gelombang unjuk rasa rakyat Arab Saudi semakin meningkat dari sebelumnya. Rakyat memprotes diskriminasi politik serta ketimpangan sosial dan ekonomi di negara Arab itu. Di saat pemerintah Riyadh meningkatkan anggaran pembelian persenjataan dan perlengkapan militer dari negara-negara Barat, laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran para pemuda di Arab Saudi menempati urutan kedua di Asia Barat dan Afrika Utara. Pada Desember lalu, laporan ILO menunjukkan bahwa pengangguran di kalangan pemuda Arab usia di bawah 30 tahun mencapai 87 persen. Adapun pengangguran di kalangan perempuan negara ini mencapai 64 persen. Menurut laporan ILO, perbandingan perempuan yang berkarir dengan seluruh warga yang bekerja di Arab Saudi sekitar 15 persen. Angka ini tercatat paling rendah di antara negara kawasan.

Tidak hanya itu, Seorang pria Saudi dilaporkan membakar diri untuk mengekspresikan ketidakpuasannya atas ketimpangan sosial dan ekonomi di negara petrodollar itu. Media Saudi Senin (24/12) melaporkan pria tersebut membakar dirinya sebagai bentuk protes terhadap perlakuan diskriminatif di tempat kerja. Dia dipecat secara sepihak tanpa surat perintah resmi. Menurut Human Rights Watch, rezim Saudi secara rutin merepresi setiap bentuk protes kritis terhadap rezim monarki Al Saud.

Tahun lalu, rakyat Saudi terutama di wilayah Qatif dan kota Awamiya berunjuk rasa secara kontinyu menentang rezim Al Saud. Tuntutan utama mereka adalah pembebasan semua tahanan politik, keadilan sosial, dan mengakhiri diskriminasi sistematis. Namun, demonstrasi berubah menjadi protes masif terhadap rezim despotik Al Saud, terutama sejak November 2011, ketika pasukan keamanan Saudi menewaskan lima pengunjuk rasa dan melukai sejumlah orang di provinsi kaya minyak itu.

Rezim Saud getol melancarkan provokasi menyulut friksi antara Syiah dan Sunni demi melanggengkan kekuasaannya. Tidak hanya itu, berdasarkan laporan dari lembaga-lembaga internasional, warga Syiah Arab Saudi yang merupakan 20 persen dari total populasi negara ini, menghadapi berbagai macam diskriminasi secara berkesinambungan. Bahkan mereka dinilai sebagai warga kelas dua. Tahun lalu, Human Rights Watch menyatakan bahwa aksi diskriminatif para pejabat Arab Saudi terhadap warga Syiah sudah melampaui batas. Lembaga HAMinternasional ini menegaskan bahwa diskriminasi anti-warga Syiah itu terjadi secara terkoordinasi di seluruh sektor termasuk pendidikan, ekonomi, hukum, dan sosial. Para pejabat Saudi tidak dapat mengelak dari kenyataan bahwa mereka menolak merekrut pegawai dan pekerja yang bermazhab Syiah.

Penangkapan tanpa tuduhan yang jelas terhadap warga Syiah oleh pasukan keamanan Arab Saudi juga merupakan bentuk lain pelanggaran HAM di negara ini. Selain tidak memenuhi tuntutan rakyatnya, rezim Riyadh justru menjawabnya dengan kekerasan. Muflih al-Qahtani, Ketua masyarakat HAM Arab Saudi mengungkap data sebanyak 30.000 kasus pengaduan soal pelanggaran HAM yang sebagian besarnya dialami oleh warga Syiah. Saking parah kondisi HAM di Arab Saudi, Hamzah al-Hasan, seorang aktivis hak asasi manusia menilai negaranya sebagai "Kuburan Massal HAM."

Di tengah berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terang-benderang di negara-negara monarki Arab itu, Barat hanya bungkam seribu bahasa. Bahkan  mereka justru melanjutkan penjualan senjata dan perlengkapan militer canggih bagi rezim-rezim Arab. Semua itu dilakukan demi menyelamatkan rezim-rezim boneka Barat dari hantaman bola salju kebangkitan Islam. Tampaknya, dalam jangka pendek, rezim-rezim diktator Arab itu masih bisa selamat, tapi tidak dalam jangka panjang. Gerakan perlawanan rakyat lambat atau cepat akan menghancurkan rezim-rezim despotik itu. Dan, kini tinggal menunggu waktu saja.

Bayi yang Dilahirkan Di Dalam Kabah


Hari Jumat, 13 Rajab tahun 30 (tahun gajah), 23 tahun sebelum Hijrah, Abbas putra Abdul Muthallib dan sejumlah orang penduduk Mekah sedang duduk-duduk di tepi Ka'bah. Mereka menyaksikan Fathimah binti Asad datang menuju Ka'bah. Ketika sampai di dekat  Ka'bah, perempuan ini berdiri dan mengangkat tangannya ke atas dan memohon kepada Allah seraya berkata, "Ya Allah! Aku beriman kepada para nabi dan kitab-kitab mereka. Aku meyakini bahwa ucapan Ibrahim kakekku adalah benar. Yaitu, Ibrahim yang mendirikan bangunan ini atas perintah-Mu. Aku bersumpah kepada-Mu demi dia (Ibrahim) dan anak yang ada dalam perutku, berikan kemudahan bagiku untuk melahirkannya..."


Seketika itu orang-orang yang hadir di tempat itu menyaksikan dinding Ka'bah terbelah dan perempuan mulia ini masuk ke dalamnya. Setelah itu dinding Ka'bah kembali tertutup rapat.

Putra Abdul Muthallib dan yang lainnya langsung bangun berdiri untuk membuka pintu Ka'bah. Namun pintu Ka'bah tidak bisa dibuka.

Abbas berkata, "Teman-teman! Jangan ragu, anggap saja ada hikmah Allah di balik semua ini."

Empat hari kemudian, perempuan mulia ini keluar dari Ka'bah dalam kondisi menggendong seorang bayi mungil. Kemudian dengan bangga ia berkata, "Aku mendapat perintah dari alam gaib untuk memberikan nama ‘Ali pada bayi ini."

Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as

Masalah Air di Karbala

Oleh: DR. Asqar Furuqi

Pendahuluan

Peristiwa Karbala, air dan kehausan merupakan hal yang paling menonjol. Penekanan terhadap air dan rasa haus membuat banyak hal-hal yang ditafsirkan dengan masalah ini. Percakapan yang terjadi antara kedua pasukan yang berhadap-hadapan juga banyak membicarakan masalah air. Air membentuk citra keteraniayaan Imam Husein as dan betapa kejamnya musuhnya.

Pentingnya masalah air tidak hanya terbatas pada kejadian sepuluh bulan Muharam. Masalah air dapat ditelusuri jauh sebelum hari kesepuluh, hingga terjadi pembantaian itu. Bahkan bila ingin ditarik lebih jauh lagi, Muslim bin Aqil, berdasarkan sebuah riwayat, dalam perjalanannya dari Madinah ke Kufah, dua pengawalnya mati karena kehausan setelah tersesat beberapa lama.(1) Muslim bin Aqil telah sampai ke Kufah. Dalam kondisi terluka dan tertangkap. Di istana Dar al-Hukumah ia menghembuskan nafas terakhirnya, sekalipun tempat air telah diberikan kepadanya. Hal itu dikarenakan ia banyak mengeluarkan darah dari mulutnya membuat ia tidak sempat lagi merasakan sejuknya air untuk terakhir kalinya. Akhirnya ia dengan bibir kering menjemput kesyahidannya.(2)

Menjemput syahadah dengan bibir kering memang membuat sedih dan trenyuh hati siapa yang mendengarnya.

Demikian juga dalam acara memperingati Asyura, banyak sair-sair yang dibacakan mengenai peristiwa Karbala berkaitan dengan air dan kehausan. Berdasarkan ini, saya berusaha dalam artikel pendek ini, dengan berlandaskan sumber-sumber tepercaya, untuk mengkaji lebih lanjut mengenai masalah air dan kehausan yang dialami oleh Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya. Sebelum masuk pada masalah, ada satu poin penting yang perlu saya ingatkan bahwa dengan berlandaskan pada sumber-sumber yang ada. Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya berusaha untuk mencari air buat keluarganya di tengah kehausan yang hebat mendera. Mereka berusaha untuk menenangkan para sahabat dan keluarganya untuk meningkatkan semangat dalam menghadapi musuh.

Air sebagai senjata

Menakjubkan! Manusia sepanjang sejarah menganggap air sebagai benda berharga yang berperan melestarikan kehidupan makhluk hidup. Air membuat manusia gembira, damai dan tenang. Namun, air juga dipakai untuk membunuh manusia dan menghancurkan sebuah komunitas. Air dipakai sebagai senjata untuk membuat jutaan manusia menderita kehausan dan mati. Air mengubah kehidupan menjadi kematian. Dengan ini, bukan hal yang aneh bila air dipakai untuk memusnahkan Islam dan kaum muslimin.

Para pemberontak pada tahun 35 Hijriah mengepung rumah Khalifah Utsman bin Affan. Mereka berusaha untuk mencegah Utsman untuk mendapatkan air. Imam Ali as berusaha sekuat tenaga agar Utsman dapat meminum air. Untuk itu diutuslah kedua anaknya; Hasan dan Husein untuk mengantarkan air kepada Utsman.(3) Muawiyah yang masih memiliki permusuhan dengan Islam sejak zaman Jahiliah pada perang Shiffin juga berusaha untuk menggunakan air sebagai senjata untuk melawan pasukan Imam Ali as. Namun, ia terlambat untuk menguasai sumber air. Imam Ali as dengan pasukannya telah terlebih dahulu menguasainya. Imam Ali as tidak melarang pasukan Muawiyah untuk memanfaatkan air yang berada dalam kekuasaannya.(4)

Imam Husein as sebagaimana kakek dan ayahnya tidak mempergunakan air sebagai senjata. Lebih dari itu, oleh beliau, air dipakai sebagai alat untuk menunjukkan wajah Islam yang sebenarnya dan bagaimana hubungan antar sesama Muslim. Ketika Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya ditemui oleh pasukan yang dipimpin oleh Hurr bin Riyahi, beliau memerintahkan pasukannya untuk memberikan air yang masih mereka miliki. Hal itu dilakukannya setelah melihat bagaimana pasukan Hurr begitu kehausan. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, Imam Husein as dengan tangannya sendiri memberi mereka minum.(5)

Hal ini berbeda seratus delapan puluh derajat ketika mereka diperintah untuk menghabisi Imam Husein as beserta para sahabatnya. Musuh mempergunakan air untuk menekan pasukan Imam Husein as. Ubaidillah bin Ziyad ketika mengirimkan pesan kepada Hurr memerintahkan agar mereka menggiring Imam Husein as dan rombongan ke padang pasir. Tempat di mana mereka tidak dapat berteduh dan tidak terdapat sumber air.(6)

Sesaat ketika Imam Husein as dan rombongan tiba di tanah Karbala, Umar bin Saad mendapat perintah dari Ubaidilah bin Ziyad untuk menghalang-halangi Imam Husein as dan rombongan untuk mendapatkan air. Sekaitan dengan ini, Abu Hanifah Dinwari menulis:

"Ibn Ziyad menulis surat kepada Umar bin Saad yang isinya memerintahkannya untuk menghalang-halangi Imam Husein as mendapatkan air. Bahkan lebih dari itu, jangan sampai mereka dapat minum air barang seteguk pun. Hal yang sama telah dilakukan terhadap Utsman bin Affan".(7)

Mendapat perintah itu, Umar bin Saad segera menempatkan Amr bin Hajjaj Zubaidi untuk melakukan tugas ini disertai 500 pasukan berkuda. Pasukan penjaga air ini mulai dari hari ketujuh hingga hari kesepuluh secara serius menjaga pinggiran sungai Furat. Tujuannya adalah jangan sampai Imam Husein as dan rombongan dapat memanfaatkan air.(8) Mereka tidak hanya bertugas menghalang-halangi Imam Husein as dan rombongannya untuk dapat sampai ke sumber air, tapi juga melancarkan perang urat syaraf. Sebagai contoh, Abdullah bin Hashin al-Azdi dari kabilah Bujailah berteriak: "Wahai Husein! Apakah engkau melihat air ini? Bentuknya bak langit yang biru jernih. Engkau tidak akan merasakan seteguk pun dari air ini sampai engkau mampus!"(9) Syimr juga termasuk salah satu dari mereka yang mengolok-olok Imam Husein as dan rombongannya.(10)

Sebenarnya, Umar bin Saad tidak hanya menempatkan Amr bin Hajjaj sebagai komandan pasukan penjaga air. Ia memang menugaskan seseorang secara khusus untuk berteriak: "Wahai anak Fathimah dan Rasulullah! Engkau tidak akan mencicipi air ini sebelum kepalamu lepas dari badan atau menyerah dan ikut dengan perintah Ubaidillah bin Ziyad."(11)

Dengan melihat dialog-dialog dan kejadian di atas, dapat disimpulkan beberapa poin penting sekaitan dengan tujuan musuh menghalangi Imam Husein as untuk mendapatkan air barang seteguk:

1. Air merupakan salah satu senjata yang dipakai, selain senjata yang sudah dikenal selama ini. Harapannya, dengan menghalangi akses Imam Husein as untuk mendapatkan air, tekanan terhadap mereka lebih kuat dan kekuatan pasukan menjadi lemah. Dengan demikian perlawanan tidak banyak berarti.

2. Adanya anak-anak dan wanita dalam rombongan dapat melemahkan kekuatan pasukan Imam Husein as. Dalam perhitungan mereka, wanita dan anak-anak tidak mampu bertahan lama dari rasa haus. Dengan ini, pasukan Imam Husein as bakal menyerah.

3. Dialog-dialog di atas menunjukkan bahwa Bani Umayah masih belum puas dengan usaha mereka sebelumnya. Mereka kembali mengulangi tragedi Utsman bin Affan yang dikepung dan tidak diberi air. Mengungkapkan kembali kejadian itu ingin menunjukkan bahwa Imam Husein as adalah penyebab terbunuhnya Utsman bin Affan. Kehausan Utsman ketika menjelang ajalnya dijadikan alasan untuk mencegah Imam Husein as dan rombongan untuk mendapatkan seteguk air.

Usaha Imam Husein as untuk mendapatkan air

Usaha musuh untuk menghalang-halangi Imam Husein as mendapatkan air merupakan sebuah hakikat yang tidak saja diakui oleh sejarawan. Kenyataan ini juga ditegaskan oleh Imam Mahdi af. Dalam doa ziarah Nahiyah Muqaddasah dari beliau diriwayatkan, "Mereka menghalangimu dari usaha untuk mendapatkan air demi menghilangkan dahagamu".

Satu hal yang disepakati oleh semua sejarawan, mulai dari hari ketujuh bulan Muharam, musuh secara serius berusaha untuk menghalang-halangi Imam Husein mendapatkan air. Dengan demikian, rasa haus yang mendera Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya terutama wanita dan anak-anak hanya berhubungan dengan tiga hari terakhir, hari ketujuh hingga hari kesepuluh. Pada hari-hari itulah Imam Husein as berusaha untuk mendapatkan air demi rombongannya, terutama anak-anak dan para wanita.

Berdasarkan riwayat Ibn ‘Atsam al-Kufi dan Ibn Syahr Asub disebutkan bahwa Imam Husein as berusaha menggali sumur di depan kemah. Dari sumur tersebut bersumber air yang jernih.(12) Ibn ‘Atsam menjelaskan lebih lanjut:

"Karena rasa haus yang sudah tidak terkira menguasai dirinya dan rombongannya, Imam Husein as mulai menggali sumur. Sumur itu tepat di samping kemah para wanita. Dari samping kemah wanita beliau sambil menghadap Ka'bah sekitar 19 langkah beliau menjauh. Di situlah Imam Husein as menggali sumur. Dari sumur tersebut keluar air yang jernih dan tawar. Beliau memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk mengambil air dari sumur dan minum. Mereka memenuhi tempat-tempat air yang dibawa. Setelah semua memenuhi tempat airnya dan minum sampai hilang dahaganya, air kemudian tidak muncul lagi bak tertelan bumi. Setelah itu sumur tersebut tidak lagi terlihat."(13)

Penggalian sumur yang dilakukan oleh Imam Husein as adalah hal yang biasa. Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan posisinya sebagai Imam. Sumur yang memancarkan air bersih, jernih dan tawar. Ditambahkan lagi dengan adanya riwayat yang menyebutkan bahwa pada masa itu, antara Imam Husein as dan kejernihan air dan berkahnya memiliki hubungan yang sangat erat dan bermakna. Berdasarkan riwayat dari Ibn ‘Asakir, Imam Husein as ketika berangkat dari Madinah menuju kota Makkah, di pertengahan jalan mereka berpapasan dengan Abdullah bin Muthi'. Saat itu, Abdullah bin Muthi' sedang menggali sumur. Kepada Imam Husein as, Ibn Muthi' berkata, "Sumur yang saya gali ini dapat menyampaikan saya ke air. Saat ini kami sangat membutuhkan air dan itu akan kami lakukan dengan timba. Sudikah engkau berdoa agar Allah memberkahi sumur ini? Imam Husein as menjawab: "Bawakan aku air dari sumur ini! Ibn Muthi' kemudian membawa dan memberikannya kepada Imam Husein as. Beliau minum dan kemudian berkumur-kumur dengannya. Air yang tersisa kemudian dituangkan ke dalam sumur. Setelah itu, sumur menjadi penuh, tawar dan jernih."(14)

Masalah ini tidak hanya dilakukan oleh Imam Husein as, tapi juga pernah dilakukan oleh Imam yang lain. Hal itu dikuatkan oleh Syaikh Shaduq dan Ibn Syahr Asub dari Abu as-Shalt. Abu as-Shalt meriwayatkan, "Ketika Imam Ridha as dipaksa menghadap Makmun. Karena telah melewati perjalanan jauh, mereka berkata kepada Imam Ridha as, "Wahai Ibnu Rasulillah! Telah masuk waktu Zuhur. Apakah engkau tidak ingin melakukan shalat? Imam Ridha as kemudian turun dari tunggangannya dan meminta air untuk melakukan wudhu. Mereka menjawab, "Kami tidak membawa air." Akhirnya beliau menyingsingkan tangannya kemudian mulai menggali sumur. Dari sumur tersebut memancar air jernih. Mereka yang hadir bersamanya waktu itu kemudian mengambil air wudhu. Saat ini sumber air itu masih ada".(15)

Ringkasnya, saat Imam Husein as menyaksikan bagaimana musuh tidak mengizinkan mereka untuk mendapatkan air, beliau kemudian menggali sumur untuk mendapatkan air. Apa yang dilakukan oleh Imam Husein as ini terlihat oleh pasukan musuh. Segera mereka melaporkan kepada Ubaidillah bin Ziyad apa yang dilakukan oleh Imam Husein as. Ubaidillah kemudian menulis surat kepada Umar bin Saad yang isinya, "Saya mendapatkan kabar bahwa Husein dan sahabat-sahabatnya menggali sumur dan mendapat air dari sana. Engkau tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Bila engkau telah membaca surat ini, segera berusaha bagaimana caranya agar mereka tidak dapat memanfaatkan sumur itu."(16)

Sekaitan dengan surat itu, tidak ada data sejarah yang mencatat mengenai usaha Umar bin Saad untuk menghalang-halangi Imam Husein as untuk memanfaatkan sumur itu. Apalagi usahanya untuk menutup sumur tersebut. Sebaliknya, kita punya data bagaimana 30 orang berkuda dan 20 orang pejalan kaki dari rombongannya yang dipimpin oleh saudaranya Abbas untuk mengambil air dari sungai Furat. Usaha itu mengakibatkan timbulnya bentrokan bersenjata. Akhirnya pasukan Imam Husein as berhasil mengisi 20 tempat air mereka dan membawanya pulang.(17) Atas dasar ini, tidak jelas nasib sumur yang disebutkan itu. Riwayat yang dilukiskan oleh Ibn ‘Atsam al-Kufi bahwa sumur itu kemudian lenyap begitu saja tidak dapat dijadikan pegangan.

Benar, menggali sumur bagi Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya bukan masalah sulit. Mereka dengan waktu singkat dapat menggali parit yang cukup lebar di sekeliling kemah yang ada.(18) Di sisi lain, ada riwayat yang menceritakan bagaimana Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya pada pagi hari Asyura (hari kesepuluh bulan Muharam), mereka sempat membersihkan dirinya (mandi) dengan mencukur bulu badan.(19) Riwayat ini menunjukkan bahwa sampai pagi hari Asyura Imam Husein as dan rombongan masih memiliki air yang cukup. Karena bila air mereka tidak cukup, maka mereka tidak akan membersihkan badan dengan air. Artinya, mereka tidak mungkin membiarkan anak-anak dan wanita dalam kondisi tidak memiliki air. Namun, akibat dari penjagaan musuh atas air sungai Furat perlahan-lahan mengakibatkan persediaan air menipis bahkan habis. Terutama bagi anak-anak dan wanita.

Melihat kondisi anak-anak dan wanita yang mulai kehausan, sebagian dari sahabat Imam Husein as dengan suara lantang memprotes sikap pasukan musuh. Membawakan contoh dari ucapan salah satu dari sahabat Imam Husein as, dapat menjelaskan bagaimana Imam Husein as dan rombongannya berada dalam kondisi yang berat dan sulit. Hurr dan Burair bin Hadir Hamadani berteriak kepada pasukan musuh, "Kalian mencegah wanita dan anak-anak untuk mendapatkan air dari sungai Furat. Sementara pada saat yang sama kalian membiarkan anjing dan babi bermain-main di sana. Kaum Majusi dan Kristen dengan bebas dapat mengambil air dan meminumnya."(20)

Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa saya tidak punya informasi mengenai nasib sumur yang digali di depan kemah. Di sisi lain, usaha Imam Husein as bersama sahabatnya berusaha keras, terutama Abbas, untuk mendapatkan air. Di saat yang sama, rasa haus yang mendera rombongan dan keluarganya memberikan kejelasan bahwa sekalipun masih ada sedikit air di kemah, namun tidak ada lagi berita tentang adanya sumur. Bila kita masih bersikeras untuk menerima berita yang dinukil oleh Ibn ‘Atsir al-Kufi, karena tidak adanya data lain, maka itu hanya dapat diterima dengan mengatakan bahwa hal itu merupakan keramat Imam Husein as atau ujian bagi rombongan dan keluarga beliau.

Yang jelas, Imam Husein as dan sahabat-sahabanya yang sibuk menghadapi serbuan musuh dari segala arah pada hari Asyura, membuat mereka memerlukan air lebih banyak. Dan pada saat yang sama, mereka tidak mampu mendapatkan air. Kondisi ini dapat menggambarkan bagaimana mereka menghadapi situasi yang sangat sulit. Pada kondisi seperti ini, kemungkinan besar mereka akan memberikan sisa air mereka untuk anak-anak dan wanita. Itulah mengapa mereka menahan dirinya untuk tidak minum dan memberikannya kepada wanita dan anak-anak dan menjemput ajalnya dengan kehausan.

Berdasarkan riwayat Ibn Syahr Asub, Ali Akbar yang berperang dengan gagah berani menghadapi musuh, ketika rasa haus semakin menyengatnya balik menuju ayahnya, Imam Husein as, untuk meminta seteguk air. Imam Husein as hanya dapat berkata, "Engkau akan mendapatkan air langsung dari tangan kakekmu Muhammad Saw."(21) Ibnu Syahr Asub menambahkan, "Abbas saudara Imam Husein as diperintahkan oleh kakaknya untuk mengambil air di sungai Furat. Akan tetapi hasilnya adalah syahadah. Musuh memotong kedua tangannya dan sambil ditegakkan dengan besi ia dibunuh. Dalam kejadian ini pun tidak disebutkan apakah ia berhasil membawa air atau tidak.(22) Dalam riwayat lain, Ibn Syahr Asub menukil, "Imam Husein as menangis di antara kemah dan sungai Furat. Ia menangisi mayat Abbas dan keluarganya yang sedang menderita kehausan."(23)

Kita dapat melihat dalam penukilan Abu Hanifah Dinwari, "Pada saat-saat terakhir karena merasa sangat haus meminta tempat air untuk minum. Ketika tempat air telah dekat ke mulutnya, Hashin bin Namir, melepaskan panah tepat mengenai mulut Imam Husein as. Beliau tidak sempat meneguk air. Lalu tempat air dibiarkan."(24) Hadis itu menunjukkan bahwa di kemah masih ada sisa air. Di mana sisa dari air itu diberikan kepada Imam Husein as. Karena jelas masalahnya bahwa tidak mungkin musuh yang memberinya air.

Majlisi menceritakan dalam bukunya, "Ketika Abbas telah mendapat izin dari saudaranya Imam Husein as untuk berperang, Imam meminta darinya untuk mengambil sedikit air untuk anak-anak. Abbas sendiri mendengar suara anak-anak yang merintih karena kehausan. Suara rintihan anak-anak menunjukkan bagaimana persediaan air telah habis. Berdasarkan penukilan Majlisi juga dapat disimpulkan bahwa Abbas tidak berhasil membawa air."(25) Poin penting lainnya dari riwayat ini adalah Imam Husein as hingga detik-detik terakhir tidak melepaskan perhatiannya dari penjaga air. Menurut riwayat Mufid, "Imam Husein dan Abbas bersama-sama menuju Furat dan menyerang para penjaga air. Dalam bentrokan bersenjata itu, Imam terluka di dagunya, sementara Abbas mereguk cawan syahadah."(26) Abu Mikhnaf juga memberikan penjelasan bagaimana Imam Husein as berhasil menyerang pasukan penjaga air sungai Furat. Beliau berhasil mencapai tepi sungai. Pada saat ketika beliau hendak meminum air, ada yang sengaja berteriak bahwa kemah diserang. Mendengar itu, Imam Husein as tidak sempat untuk minum dan segera kembali.(27)

Dengan melihat penukilan yang dilakukan oleh para sejarawan Islam, menunjukkan bahwa Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya tetap berusaha untuk mendapatkan air bagi anak-anak dan wanita. Dengan ini diharapkan tekanan musuh dapat dikurangi.

Ada satu masalah yang perlu untuk dijelaskan. Dalam peristiwa Karbala, tidak ada satu sumber sejarah pun yang menyebutkan bahwa Imam Husein as menggendong bayinya menghadap barisan pasukan musuh sambil meminta air. Menurut data sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan adalah beliau menggendong bayinya untuk mengucapkan perpisahan. Saat itu ada yang memanah dan  tepat mengenai bayi yang mati seketika. Abu Hanifah Dinwari menulis, "Pada detik-detik terakhir, Imam Husein as tinggal seorang diri berperang melawan musuh. Beliau meminta bayinya untuk digendong. Seorang tentara musuh dari Bani Asad menarik anak panahnya dan melesakkannya tepat mengenai bayi Imam Husein as. Bayinya, Ali Ashgar syahid seketika dalam pelukan ayahnya."(28) Sejarawan lain juga menukilkan kejadian yang serupa dengan sedikit perbedaan dalam lafaznya.(29)

Kesimpulan

Pasukan Yazid bin Muawiyah yang dipimpin oleh Umar bin Saad mempergunakan air sebagai senjata untuk menekan Imam Husein as dan rombongan untuk menyerah. Namun, usaha itu tidak berhasil karena usaha Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya tidak pernah berhenti untuk mengusahakan air. Begitu juga anak-anak dan wanita yang menunjukkan kesabaran yang luar biasa menghadapi kondisi yang sulit ini. Semangat ini yang membuat Imam Husein as dan rombongan hingga detik-detik terakhir tidak menyerah. Dengan menahan rasa haus yang sangat Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya bertahan dan berperang dengan gigih. Ini jugalah yang sempat membuat kebingungan musuh.

Sumber: www.islamalternatif.net

Catatan:
1. Mufid, Muhammad bin Nu'man, al-Irsyad, diterjemahkan oleh Sayyid Hasyim Rasuli Mahallati, Entesharate Elmiyeh Eslamiyeh, cetakan ke -2, tanpa tahun, jilid 2, hal 37. Allamah Najisi, Muhammad Baqir, Teheran, 1385, jilid 44, hal 335.
2. Ibid, jilid 2, hal 61. Mas'udi, Abu al-Hasan Ali bin Husein, Muruj az-Dzahab wa Ma'adin al-Jawahir, Teheran, 1360, jilid 2, hal 63.
3. Thabari, Muhammad bin Jari, Tarikh Thabari, jilid 6, hal 2247. Ibn Atsir, Izzuddin Ali, al-Kamil fi at-Tarikh, jilid 3, tahun 35, hal 278. Mas'udi, ibid, jilid 2, hal 701. Miskawaih ar-Razi, Abu Ali, Tajarib al-Umam, Teheran, jilid 1, hal 414.
4. Nashr bin Muzahim Nanari, Peikar Seffin, 1366, hal 219-222. Ya'qubi, Ahmad bin Abi Ya'qub, Tarikh Ya'qubi, jilid 2, hal 88-89. Dinwari Abu Hanifah, Ahmad bin Daud, Akbar at-Thiwal, Teheran, 1366, hal 208-210. Ibn Thaba'thaba, Muhammad bin Ali, Tarikh Fakhri, hal 122-123.
5. Thabari, ibid, jilid 7, hal 2990. Mufid, ibid, jilid 1, hal 79. Ibn Atsir, ibid, jilid 5, hal 149.
6. Thabari, ibid, jilid 7, hal 3000-3001. Ibn Atsir, ibid, jilid 5, hal 156. Baladzri, Ahmad bin Yahya bin Jabir, Ansab al-Asyraf, Beirut, 1997, jilid 2, hal 176. Ibn Syahr Asub, Manaqib Aalu Abi Thalib, tanpa tahun, jilid 4, hal 96. Mufid, ibid, jilid 2, hal 84-85.
7. Ibid, hal 301.
8. Ibn ‘Atsam al-Kufi, Abu Muhammad bin Ahmad bin Ali, al-Futuh, Teheran, 1372, hal 887. Abu Hanifah Dinwari, ibid, hal 301. Ibn Atsir, ibid jilid 5, hal 185. Ibn Syahr Asub, ibid, jilid 4, hal 97. Thabari, ibid, jilid 7, hal 3006, Mufid, ibid, jilid 2, hal 88.
9. Ibn Atsir, ibid, jilid 5, hal 158. Thabari, ibid, jilid 7, hal 3006. Baladzri, idem jilid 2 dan 3, hal 118. Abu al-Futuh al-Ishfahani, Maqatil at-Thalibin, tanpa tahun, hal 118. Mufid, ibid, jilid 2, hal88.
10. Abu al-Futuh, ibid, hal 118. al-Majlisi, ibid, jilid 45, hal 51-52.
11. Ibn ‘Atsam al-Kufi, ibid, hal 83.
12. Ibn Syahr Asub, ibid, jilid 4, hal 50. Ibn ‘Atsam al-Kufi, ibid, hal 893.
13. Ibid, hal 893. Al-Majlisi, ibid, jilid 44, hal 337.
14. Ibn ‘Asakir, Tarjamah Raihanah Rasulullah al-Imam Mahdi Fi Sabilillah al-Husein bin Ali bin Abi Thalib Min Tarikh Madinah Dimasyq, Beirut, 1978, hal 155. Az-Dzahabi, Tarikh al-Islam Wafayat al-Masyahir Wa al-‘Alam, Beirut, 1990, jilid 5, hal 8.
15. Qommi, Syaikh Abbas, Muntaha al-Amal,  1368, hal 894.
16. Ibn ‘Atsam al-Kufi, ibid, hal 893.
17. Thabari, ibid, jilid 7, hal 3006-3007. Ibn Atsir, ibid, jilid 5, hal 159. Ibn ‘Atsam al-Kufi, ibid, hal 894. Abu al-Futuh al-Ishfahani, ibid, hal 119. BAladzri, ibid, jilid 2, juz 3, hal 181. Dinwari, ibid, hal 301-302. Al-Majlisi, ibid, jilid 44, hal 338.
18. Al-Majlisi, ibid, jilid 45, hal 4.
19. Thabari, ibid, jilid 7, hal 3021. Ibn Atsir, jilid 5, hal 167.
20. Thabari, ibid, jilid 7, hal 3029. Ibn Atsir, ibid, jilid 5, hal 173. Baladzri, ibid, jilid 2, juz 3, hal 189. Ibn ‘Atsam al-Kufi, ibid, hal 902. Mufid, ibid, jilid 2, hal 104.
21.Ibn Syahr Asub, ibid, jilid 4, hal 109. Ibn ‘Atsam al-Kufi, ibid, hal 907. Al-Majlisi, ibid, jilid 44, hal 321.
22. Ibid, jilid 4, hal 108.
23. Ibid, jilid 4, hal 108.
24. Abu Hanifah Dinwari, ibid, hal 304.
25. Al-Majlisi, ibid, jilid 45, hal 41.
26. Mufid, ibid, jilid 2, hal 113-114. Baladzari, jilid 2, juz 3, hal 201. Al-Majlisi, ibid, jilid 45, hal 50.
27. Ibn Syahr Asub, ibid, jilid 4, hal 58. Al-Majlisi, ibid, 45, hal 51.
28. Abu Hanifah Dinwari, ibid, hal 308.
29. Ibn Syahr Asub, ibid, jilid 4, hal 109. Ibn ‘Atsam al-Kufi, hal 908. Ibn Atsir, ibid, jilid 5, hal 186. Thabari, ibid, jilid 7, hal 3055. Mufid, ibid, jilid 2, hal 112. Baladzri, ibid, jilid 2, juz 3, hal 201. Qommi, Syaikh Abbas, Naf sal-Mahmum Nafatsah al-Mashdur, tanpa tahun, hal 161-162.

Adab Berdoa Berdasarkan Hadis

Ketika manusia menghadap Allah Swt dengan segala keagungan dan kekuasaan-Nya, ketika manusia menghadapi kesulitan dan kemiskinan, dan ingin mengetuk pintu rahmat Allah memohon nikmat-Nya yang tak terhingga, maka ia harus menghias dirinya dengan tata krama khusus. Hal ini disebut dengan adab berdoa.

Ada berdoa dalam hadis dapat dikelompokkan dalam tiga bagian:

1. Adab sebelum berdoa

2. Adab ketika berdoa

3. Adab setelah berdoa

Dengan memanfaatkan ayat al-Quran dan hadis kita mengulas lebih jauh tentang tiga adab berdoa ini.

Adab sebelum berdoa

Sebelum berdoa ada beberapa hal yang patut diperhatikan oleh manusia:

1. Menjauhi makanan haram

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Barangsiapa yang selama 40 hari memakan barang halal, Allah akan menerangi hatinya dengan cahaya."

Dalam hadis yang lain Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa yang ingin doanya dikabulkan oleh Allah, maka makanan dan pekerjaannya harus halal."

2. Berbaik sangka kepada Allah

Banyak ayat al-Quran yang memerintahkan manusia untuk menyandarkan dirinya hanya kepada Allah seperti , "... Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya ..." (QS. at-Talaq: 3)

Dengan kepercayaan penuh kepada Allah Swt inilah Imam Shadiq as berkata, "Setiap kali engkau berdoa, maka harus menganggap bahwa hajatmu bakal dikabulkan."

3. Memberi sedekah

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Sedekah yang diberikan seorang mukmin belum sampai ke tangan peminta, tapi sedekah ini telah sampai di tangan Allah Swt." Setelah itu Rasulullah Saw membaca ayat ini, "Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (QS. at-Taubah: 104)

Dalam al-Quran Allah Swt memerintahkan orang-orang yang beriman di zaman Nabi Muhammad Saw untuk mengeluarkan sedekah sebelum berbicara dengan Rasulullah Saw. Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Mujadilah: 12)

4. Memakai wangi-wangian

5. Pergi ke masjid atau menghadapi kiblat

Diriwayatkan bahwa Imam Shadiq as ketika ingin berdoa di waktu Zuhur, pertama beliau memberikan sedekah dan memakai wangi-wangian dan pergi ke masjid dan berdoa di sana.

6. Berwudhu

Imam Shadiq as berkata, "Barangsiapa yang berwudhu dengan baik, melakukan shalat dua rakaat dengan ruku dan sujud yang benar lalu mengucapkan salam dan setelah itu berdoa dengan terlebih dahulu mengucapkan shalat kepada Rasulullah Saw dan keluarganya ..."

Ada ketika berdoa

1. Mengucapkan Bismillah di awal doa

2. Mendahulukan pujian kepada Allah sebelum berdoa

3. Mendahulukan shalawat sebelum berdoa

4. Mengakui dosa yang dilakukan

5. Meminta ampun atas dosa yang dilakukan

6. Bertawasul kepada Maksumin

7. Perhatian akan doa yang dibaca

8. Khusyu dan rendah hati dalam berdoa

9. Menyebutkan hajat dalam berdoa

10. Berdoa di tempat sepi

11. Doa bersifat umum

12. Berdoa bersama-sama

13. Mendahulukan orang lain dari diri sendiri

14. Mengangkat tangan ketika berdoa

15. Berdoa dalam sujud

16. Ngotot saat berdoa

17. Perlahan-lahan dalam berdoa

18. Mendoakan orang yang tidak ada

19. Menangis

Hendaknya umat Islam dengan mengikuti al-Quran, Nabi Muhammad Saw, Maksumin as dan ulama dalam segala perbuatan, tidak terkecuali dalam berdoa. Kesibukan manusia mengurusi kehidupan setiap hari terkadang membuat manusia melupakan Allah Swt. Kenyataan ini tanpa disadari manusia melupakan keberadaannya sendiri. Oleh karenanya, memulai pekerjaan dengan Bismillahirrahmanirrahim dapat menumbuhkan dan melindungi pemikiran tauhid dalam diri manusia.

Imam Shadiq as berkata, "Setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan Bismillah tidak akan sampai pada kebaikan."

Nabi Saw bersabda, "Doa yang tidak dimulai dengan Bismillah akan tertolak."

Imam Shadiq as berkata, "Setiap kali engkau ingin berdoa, hal pertama yang harus engkau lakukan adalah memuji keagungan Allah dan bertasbih kepada-Nya, setelah itu mengucapkan shalawat kepada Muhammad Saw dan keluarganya dan pada waktu itu sampaikan hajatmua kepada Allah Swt."

Ketahuilah bahwa sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa sudah selayaknya orang yang berdoa ketika memuji Allah Swt hendaknya menyebut Asma al-Husna.

Dalam al-Quran disebutkan, "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Ahzab: 56) Sesuai dengan ayat ini, setiap Muslim punya kewajiban untuk menyampaikan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.

Imam Shadiq as berkata, "Berusahalah mengucapkan pujian kepada Allah Swt sebelum menyampaikan hajat baik dunia dan akhirat. Setelah itu menyampaikan shalawat kepada Nabi Saw dan keluarganya, kemudian mengakui dosa yang dilakukan baru mulai memohon hajatmua kepada Allah Swt.

Mengapa Manusia Harus Berdoa?


Sebagian manusia ada yang berpendapat seandainya Allah menciptakan manusia sedemikian rupa sehingga mereka tidak membutuhkan apa dan siapapun, dengan demikian manusia tidak lagi menjulurkan tangannya meminta kepada seseorang atau Allah. Kebutuhan, kemiskinan dan kesulitan yang dihadapi manusia yang membuatnya melakukan perbuatan rendah dan hina. Kondisi seperti ini memaksa manusia meminta sesuatu baik kepada orang atau kepada Allah. Manusia bahkan terkadang siap menjadi budak seseorang untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Mereka juga tidak segan untuk membunuh dan menjarah untuk meraih apa yang diinginkannya. Bila Allah menciptakan manusia tidak membutuhkan sesuatu, maka kebanyakan dari kezaliman, penjarahan dan pembunuhan tidak akan terjadi.


Menjawab pemikiran yang semacam ini harus diperhatikan bahwa yang penting dalam masalah ini adalah makrifat atau pengenalan makhluk akan khalik atau penciptanya. Dalam kajian tauhid telah dibuktikan bahwa hanya Allah Swt yang tidak membutuhkan secara mutlak. Sementara setiap makhluk membutuhkan-Nya dan dalam wujudnya ada yang disebut Faqr Wujudi atau kefakiran ontologi. Menciptakan manusia yang tidak membutuhkan itu artinya menyekutukan makhluk dengan khalik dan ini mustahil terjadi.

Makhluk sebagai makhluk pasti membutuhkan. Tapi kebutuhan atau faqr ontologi yang ada bersamaan dengan hidayah takwini di seluruh makhluk dan hidayah tasyri'i bagi manusia mendorong makhluk mencapai kesempurnaan. Pemberian akal, pengutusan para nabi dan diturunkannya Kitab Samawi merupakan bagian dari kebutuhan manusia. Dalam kondisi inilah doa, permohonan dan kekhusyuan menjadi kebutuhan yang paling tinggi bagi manusia agar dapat terbang bersama akal dan agama melewati jalur Shu'udi, menanjak menuju Zat yang tidak membutuhkan, menjadi seperti "Allah". Manusia akan meraih makrifat dan dengan bertumpu padanya melawan segala keburukan dan kejelekan. Dengan makrifat itu manusia memerangi kezaliman. Manusia bangkit menghancurkan setan dalam diri dan di luar dirinya lalu menawan dirinya dalam penjara ilahi.

Benar, bila hanya ada kebutuhan akan air dan makanan dalam diri manusia dan tidak ada petunjuk lain dalam memilih dan memilah antara racun dan air, maka apa yang dikeluhkan tentang manusia dapat dibenarkan. Tapi yang terjadi adalah Allah Swt dengan pintu rahmat-Nya telah menyiapkan hidayah bagi setiap makhluk.

Sekaitan dengan manusia, Allah telah menganugerahinya dengan akal, mengirim nabi dan menurunkan wahyu. Dengan semua ini, pada hakikatnya Allah telah memenuhi kebutuhan manusia dan juga memberi arah terkait kebutuhannya. Sarana yang diberikan kepada manusia ini memberikannya kemampuan untuk memilih dan memilah antara yang baik dan buruk. Di sinilah hamba Allah yang saleh hanya akan melihat kebutuhannya kepada Allah menjadi kelezatan yang paling puncak. Dari pintu inilah mereka mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah.

Oleh karenanya, bila doa, munajat dan memohon tidak pernah ada, maka tidak pernah ada derajat yang bakal diraih manusia. Dengan demikian, doa menjadi alat pengantar terbaik yang mampu menghubungkan antara pencipta dan makhluk. Mereka yang telah mencicipi manisnya munajat melihat doa itu sebagai pengkabulan doa itu sendiri.

Bila kita realistis, dengan sedikit mencermati, kita akan menemukan bahwa kebutuhan manusia tidak dapat dihitung. Allah Swt Yang Maha Pemurah yang selama ini menganugerahkan apa yang kita butuhkan tanpa meminta kepada-Nya. Pada saat yang sama kita lupa bahwa pemberian tanpa diminta ini justru membuat kita sering berkeluh kesah karena ada keinginan yang menurut kita belum terijabahi.

Ketika kita mengira doa yang kita panjatkan belum dikabulkan, kebanyakan kita justru berharap yang lebih. Oleh karenanya, kita terus melanjutkan doa, sehingga sampai pada satu tahapan kesadaran akan dikabulkan. Kita biasanya berdoa dan memaksa diri kita dengan cara tertentu, padahal diri kita belum siap dengannya. Kita biasa merasakan bahwa doa kita tidak bakal terkabulkan, kecuali berdoa seperti orang yang lebih hebat dari kita.

Adab Berdoa; Dari Membaca Shalawat Hingga Mengusap Tangan ke Wajah


Imam Shadiq as berkata, "Setiap orang yang memiliki hajat, maka langkah pertama yang harus dilakukannya adalah mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw dan keluarganya. Setelah itu ia meminta hajatnya kepada Allah Swt dan menutup doanya dengan mengucapkan shalawat lagi kepada Muhammad dan keluarganya. Karena Allah Swt sedemikian pemurahnya dan hanya akan menerima awal dan akhir doa, tapi tidak menerima bagian tengah dari doa seseorang. Artinya, shalawat kepada Muhammad dan keluarganya dapat menghilangkan tabir dan halangan terkabulkannya doa." (Iddah ad-Da'i, hal 211)


Dalam hadis lain Imam Shadiq as berkata, "Siapa yang berdoa dan tidak menyebut nama Nabi Muhammad Saw, maka doa tadi berada dan berputar di atas kepalanya. Ketika ia menyebut nama Nabi Muhammad Saw, doa itu langsung menuju ke atas." (Ushul al-Kafi, jilid 4, hal 248)

Almarhum Majlisi mengatakan, "Pendapat masyhur menyebut shalawat dari Allah Swt adalah rahmat, dari malaikat sebagai permintaan ampunan dosa dan dari hamba merupakan doa. Sementara dalam makna "Al" atau keluarga dalam pandangan Syiah adalah Itrah Tahirah dan keluarga maksum Nabi Saw. Pernyataan Syahid Tsani bahwa keluarga itu terbatas hanya pada Imam Ali, Fathimah, Hasan dan Husein as tidak punya dalil. Sementara dalam pandangan Ahli Sunnah perbedaan pendapat sangat luas.

Sebagian mengatakan bahwa Alu an-Nabi atau keluarga Nabi Saw adalah semua umat, sebagian lagi menyebut famili dan yang lain menyebut keluarga Nabi Saw adalah Bani Hasyim dan Abdul Mutthalib. Karena mengambil zakat dari mereka adalah haram. Tapi semua sepakat bahwa doa tanpa shalawat tidak diterima. (Ain al-Hayah)

Mengusap wajah setelah berdoa

Imam Shadiq as berkata, "Tidak ada seorang hamba yang mengangkat tangannya memohon kepada Allah Swt, melainkan Allah Swt pasti merasa malu membiarkannya kembali dengan tangan kosong tanpa mendapat keutamaan dan rahmat Allah. Oleh karenanya, setiap kali kalian berdoa, jangan sekali-kali menurunkan tangan sebelum mengusapkannya ke wajah. (Ushul al-Kafi, jilid 4, hal 247)

Ucapkan Masya Allah ... setelah berdoa

Imam Shadiq as berkata, "Setiap kali seorang hamba berdoa dan setelah menyampaikan hajatnya hendaknya ia mengucapkan ‘Masya Allah Laa Haula Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Billah Al-Aliy Al-Azhim'. Bila hal itu dilakukannya, maka Allah Swt akan berfirman, "Hambaku telah memutuskan harapannya dan pasrah dengan perintah-Ku. Oleh karenanya, Aku akan mengabulkan hajatnya."

Jangan berbuat dosa

Dari Imam Shadiq as diriwayatkan, "Bila kalian benar-benar menaati apa yang diperintahkan oleh Allah Swt, maka setiap permohonan kalian pasti dikabulkan-Nya. Tapi kalian melakukan maksiat dan menentang-Nya. Oleh karenanya, Allah Swt tidak mengijabahi doa kalian."

Jangan berhenti berdoa

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Semoga Allah Swt merahmati hamba yang memohon kepada Allah dan bersikeras agar Allah mengabulkan permintaannya, baik itu diterima atau tidak."

Nabi Saw kemudian membaca surat Maryam ayat 48, "... Dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku."

Imam Shadiq as berkata, "Allah Swt mencintai seorang hamba yang ngotot dalam berdoa agar doanya dikabulkan."

Disiksa Sampai Mati karena Mempelajari Al-Qur'an


Disiksa Sampai Mati karena Mempelajari Al-QurMenurut Kantor Berita ABNA, menyusul kematian seorang bocah berusia 12 tahun yang disiksa polisi warga muslim Cina provinsi Sinyuan serentak menggelar demonstrasi. Mir Zahed seorang bocah muslim 12 tahun karena kedapatan mempelajari al-Qur'an dari salah seorang ulama setempat ditangkap polisi dan kemudian mendapatkan siksaan yang menyebabkan kematiannya.
Pasca kematiannya, pihak kepolisian menghubungi keluarga korban dan memintanya mengambil dari kantor kepolisian untuk dimakamkan. Pihak kepolisian turut hadir dalam upacara pemakaman namun melarang keluarga korban untuk membacakan al-Qur'an di acara pemakaman tersebut.
Disebutkan, ada dua bocah lainnya masih mendekam dalam penjara dengan alasan yang sama. Dan sampai saat ini belum diketahui nasibnya.
Sumber: ABNA Indonesia