Search

Thursday, January 17, 2013

MENGAPA IMAM MAHDI AS. HARUS GHAIB

Eksistensi memancar pada segala sesuatu dalam dua sisi: yang tak-tampak dan yang tampak. Eksistensi tak-tampak seperti ruh, jiwa, akal, perasaan, dan sebagainya adalah dimensi yang tak-terbatasi; sedangkan perwujudan lahiriah seperti lembaran yang sedang Anda baca ini, tubuh Anda yang sedang menggigil kedinginan atau berkeringat kegerahan…adalah sisi yang terbatas dan terukur. Jadi, semua yang terlihat atau terindra adalah sisi terbatas, terukur dan terkecil dari eksistensi.

Ketika sampai pada dua sisi eksistensi ini, sebagian orang tak mampu memahami apa yang di luar alam yang terbatas dan terindra ini. Orang itu lalu sesumbar bahwa materialitas identik dengan keseluruhan eksistensi. Tapi klaim semacam ini di ranah ilmu pengetahuan dianggap tak lebih dari kebodohan dan kesombongan. Satu-satunya “alasan” di balik klaim semacam itu adalah ketiadaan bukti akan adanya sesuatu di luar yang mereka bisa indrai. Padahal, secara logika, ketiadaan-bukti bukanlah suatu bukti, melainkan keadaan negatif yang hanya menyatakan ketidaktahuan atau kebodohan dan tidak bisa menghasilkan kesimpulan apa-apa.
Prinsip ilmu menandaskan “premis negatif tidak bisa memberikan kesimpulan afirmatif”. Yakni, orang yang tidak mengetahui X tidak bisa secara afirmatif menafikan X. Sialnya, dengan kesombongannya, manusia sering beranggapan bahwa apa yang diketahuinya sama dengan apa yang ada dan apa yang tidak diketahuinya sama dengan ketiadaan. Kerancuan berpikir ini sering kita temukan dalam banyak bidang kemanusiaan dan keagamaan.

Dalam kehidupan sehari-hari, sebetulnya kita selalu mengalami efek dari sisi gaib eksistensi. Gravitasi, gelombang, virus, molekul, sel, atom, sumber-sumber energi, dan lain2 adalah dimensi “gaib” yang senantiasa mempengaruhi kita. Jadi, ada banyak hal gaib yang sungguh-sungguh mempengaruhi kita. Tiap saat, di tiap tempat.

Lebih dari itu, dalam struktur realitas, alam fisik material ini justru menempati posisi paling rendah (ad-dunyâ). Energinya paling redup; ruang dan waktunya juga paling terbatas. Dibanding dengan “ruang dan waktu” yang terdapat dalam imajinasi kita saja alam material ini sudah kalah hebat. Sebaliknya, alam non-material adalah energi murni yang tidak “terpenjara” dalam suatu bentuk dan berada dalam samudera lepas.

Para ahli fisika kuantum menyebut alam non-material itu dengan chaos, para filosof menyebutnya dengan Wujud Abstrak, kaum empiris menyebutnya dengan ketiadaan, dan agama menyebutnya dengan kegaiban sebagai lawan dari ketampakan atau alam batin sebagai lawan dari alam lahiriah. Sebutlah sesuka Anda, karena sisi gaib itu memang pasti ada dan selalu mempengaruhi.

Alam Gaib itu adalah kampung asal dan tempat kembali manusia. Kehidupan fisik sesungguhnya berarti pemenjeraan dan pembatasan ruh. Di alam fisik ini, ruh terkurung dalam terali tubuh yang tidak dapat dilanggarnya. Pada saat ruh terlepas dari alam fisik ini, ia akan kembali bebas dan tidak lagi terbebani. Kata rûh dalam bahasa Arab mempunyai akar kata yang sama dengan râhah, yakni keadaan lapang atau bebas dari beban (relief).

Allah mengutus para nabi, rasul dan imam untuk membebaskan manusia dari kebodohan dan keterjeratan ini. Mereka berjuang keras untuk menyampaikan pesan-pesan Allah agar manusia ingat pada hampung halamannya yang sejati. Mereka mengajak manusia untuk berpikir akan kehidupan selanjutnya, kehidupan setelah kehancuran tubuhnya dan kemusnahan dunia. Tidak hanya itu, mereka secara langsung mencontohkan perilaku dan sikap yang harus diambil oleh seseorang dalam rangka mengarungi perjalanan menuju kehidupan abadi.

Satu demi satu nabi, rasul dan imam dipilih dan diutus untuk umat manusia. Baginda Nabi al-Musthafa saw telah menyempurnakan tugas semua nabi dan rasul untuk menyampaikan wahyu Allah kepada semua manusia. Ajaran dan pesan Allah telah sempurna bagi semua manusia. Rasulullah saw juga telah menyebutkan imam-imam yang ditunjuk oleh Allah untuk membimbing manusia mengarungi jalan menuju kampung yang abadi.

Namun manusia tetap tak sadar diri, bergeming dalam kekafiran dan pengingkaran. Tidak segan-segan mereka memanipulasi agama suci ini demi kepentingan-kepentingan duniawi. Mereka memutarbalikkan ayat-ayat Allah untuk mencapai hasrat-hasrat egoistik-materialistik. Imam-imam yang telah dipilih oleh Allah untuk memimpin manusia diingkari, ditindas dan dibantai satu demi satu. Kegelapan dan kelaliman pun puncaknya benar-benar memenuhi dunia.

Segala benda yang ada di dunia inikini menjerit kesakitan. Perusakan manusia sudah berlangsung melampaui batas. Jika saja Allah bolehkan, dunia mungkin akan meledakkan dirinya sendiri dalam erangan amarah. Matahari pun sudah tak lagi memancarkan cahaya yang menyehatkan, cuaca tidak lagi beraturan, langit menurunkan hujan2 tangisan yang penuh asam, tanah penuh racun, hutan mengering dan terbakar, laut tercemar polusi, udara pengap dan terkontaminasi, binatang-binatang punah, burung-burung tidak lagi bernyanyi, makhluk-makhluk tidak terlihat berubah menjadi virus-virus mematikan. Orang-orang bijak yg berjalan di garis kebenaran pun perlahan dipinggirkan. Mereka diolok-olok layaknya tikus-tikus di got.
Sungguh…dunia ini sudah benar-benar tidak layak untuk ditinggali oleh seorang imam yang suci.
Karena itulah Allah yang Maha Bijak menyembunyikan Imam al-Mahdi, imam terakhir dan pembebas pamungkas umat manusia dalam pelukan-Nya di alam gaib. Beliau didekap-Nya dalam balutan cahaya rahmat, pengetahuan, kekeramatan dan kemampuan gaib. Inilah Imam yang kelak bangkit untuk menindak dan membalas, memenuhi bumi manusia dengan keadilan dan kebenaran setelah dipenuhi dengan kelaliman dan kebejatan.

Dalam banyak riwayat beliau diberi gelar al-Qâim, yakni seseorang yang bangkit untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Tugas beliau bukan lagi untuk mengajar atau menyampaikan kebenaran, melainkan menghakimi dan menindak tegas semua bentuk pelanggaran.

Saat menafsir firman Allah: “Orang-orang yang berdosa dikenali melalui tanda-tanda mereka, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki-kaki mereka (untuk ditindak)” (QS 55:41), Imam Ja’far ash-Shadiq as. berkata: “Allah mengenali para durja itu dan memberitahu al-Qaim dan sahabat-sahabatnya tanda-tanda mereka untuk menindak mereka.”

Di saat itulah terbentang keadilan, kemakmuran, kedamaian, kemerdekaan dalam arti yang hakiki, tanpa penindasan dan perbudakan dalam segala dimensinya. Dan inilah janji Allah seperti termaktub dalam QS surah ke-21 ayat 105; QS ke-24 ayat 55; QS ke-28 ayat ke-5. Mungkin hanya kebetulan saja bahwa ayat-ayat ini semuanya berangka 5, tapi mungkin juga tidak.

Umatku Meninggalkan Pusakaku; Analisa terhadap Hadis Tsaqolain

Satu hal yang disepakati oleh kaum muslimin bahwa jungjungan kita nabi besar Muhammad saaw sangat perhatian dan sayang pada umatnya serta sangat mengharap umatnya selalu berada dalam kebenaran. Sebagaimana yang disaksikan oleh Allah swt dalam al-Quran, "la'allaka baa khi'un nafsaka an la yakuunuu mukminuun" (Jangan kau binasakan dirimu wahai Muhammad hanya karena mereka tidak mau beriman)
Maka dari itu tidak mungkin Rasulullah meninggalkan umat tanpa menjelaskan kepada mereka apa yang harus dijadikan rujukan oleh umat berkenaan dengan ajaran yang dibawa oleh beliau. Jika kita merujuk kepada kitab-kitab hadis, maka kita akan menemukan bahwa Rasulullah saaw telah berwasiat pada segenap umatnya untuk berpegang kepada dua hal yaitu Alquran dan Keluarga suci beliau. Riwayat ini dikenal dengan sebutan hadis Tsaqolain, yaitu hadis yang mengutip perkataan Rasul saaw: "ya ayyuhannaas inii taraktu fi kum ma in akhadlkum bihi lan tadlilluu kitaaballahi wa 'itratii ahlu bayti" (wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang mana jika kalian mengambil nya kalian tidak akan sesat selama lamanya yaitu kitab Allah dan keluargaku,ahlulbaytku)

Dalam lafadz yang lain Rasulullah saaw bersabda: "yuusaku an yakti Rasulu rabbi faajibu wa inni taariku fiqumu tsaqolain awwaluhumaa kitaabullahi fiihil huda wannuur wa ahlul baytii adzkurkumullah fii ahlil bayti azdkurkumullah adzkurkumullah fi ahlal bayti adzkurkumullah fii ahlal bayti", (Sungguh telah dekat datangnya utusan dari Tuhanku dan Aku harus memenuhi panggilan-Nya dan Aku tinggalkan untuk kalian dua hal yang berharga yang pertama adalah Kitab Allah yang mana di dalamnya ada petunjuk dan cahaya yang kedua adalah Ahlul Baytku, aku peringatkan terhadap Allah dalam keluargaku yang di ulangi oleh Rasulullah saaw tiga kali)

Menjadi jelaslah bahwa hadis ini sangat berarti bagi kita sebagai umat Muhammad saaw. Untuk itu sangatlah penting untuk di telaah karena mengandung wasiat yang sangat berharga dari baginda Rasul saaw untuk umatnya dalam meniti jalan yang lurus, tetap terjaga dari kesalahan dalam memahami ajaran yang di bawa oleh Raasul saww. Arti pentingya dari hadis ini karena menyangkut keselamatan kita di dunia dan akhirat. Hadis ini juga menjelaskan kepada kita tentang rujukan yang terjamin dari kesalahan, yang mana jika kita mengindahkan wasiat Nabi dalam hadis Tsaqolain, umat islamakan benar-benar mendapatkan ajaran yang murni yang di bawa oleh jungjungan kita Nabi besar Muhammad saaw .

Dalam menelaah satu hadis atau riwayat terlebih dahulu harus di interogasi apakah hadis ini benar-benar bersumber dari Rasulullah saaw atau tidak? Yang mana untuk mengetahui hal ini mengharuskan kita merujuk kepada pakar-pakar hadis yang mengerti jalan dan sanad hadis.

Imam Suyuthi menyatakan bahwa hadis ini adalah shahih dan benar sanadnya. Juga Imam at-Thabari menjelaskan bahwa hadis ini adalah hadis shahih. At-Thabari menyatakan bahwa perawi-perawi hadis ini adalah orang-orang yang bisa di percaya. Selain itu, bahwa yang meriwayatkan hadis ini sangatlah banyak, diantaranya Muslim, at-Thurmudzi, Ahmad bin Hambal, dan Hakim Annaisaburi. Dengan demikian sanad hadis ini menurut kesaksian para ahli hadis adalah shahih dan benar. Sehingga, sedemikian banyaknya yang meriwayatkan hadis ini tidak diragukan lagi bahwa hadis ini benar-benar bersumber dari Rasulullah saaw yang disaksikan oleh Allah bahwa beliau tidak pernah menyatakan sesuatu kecuali berdasarkan wahyu dari pada Allah.

Kemudian setelah mengetahui bahwa hadis ini sanadnya shahih maka kita harus menelaah isi dan kandungan hadis ini dan pesan apakah yang di sampaikan oleh Rasul dalam sabdanya ini?

Dalam hadis ini Rasulullah mengisyaratkan bahwa Nabi akan segera memenuhi panggilan Allah swt dan akan segera meninggalkan umat. Oleh karena itu Rasulullah menyampaikan wasiatnya agar umat sepeninggal beliau tidak tersesat dan jauh dari ajaran yang dibawa oleh Rasul. Rasul dengan pasti mengetahui bahwa umat sepeninggal beliau akan kebingungan berkenaan dengan siapa yang bisa dijadikan rujukan setelah Rasul saaw? Siapakah yang akan menggantikan posisi Rasul setelah beliau, dimana semua urusan yang berhubungan dengan ajaran ilahi harus merujuk kepadanya. Baik yang berhubungan dengan aqidah, hukum, akhlaq, problem social dan lainnya. Agar tidak kebingungan, Rasulullah saaw menjelaskan rujukan yang harus di pegang oleh umat sepeniggal beliau saaw yaitu kitab Allah dan keluarga suci Rasul.

Disini kita bertanya. Kenapa tidak cukup al-Quran saja? Kenapa harus ada Ahlul Bayt di samping al-Quran? Jawabannya sangatlah jelas bahwa al-Quran adalah kitab yang sangat dalam artinya, tidak semua orang dapat memahami al-Quran secara sempurna. Al-Quran perlu penafsir yang terjamin dari kesalahan, penafsir yang benar-benar menguasai al-Quran, yang mana di zaman Rasululah saaw, beliau sendirilah yang berfungsi sebagai penafsir al-Quran. Setelah beliau adalah Ahlul Bayt yang di saksikan oleh Rasulullah sebagai mitra al-Quran. Karena Rasul mengetahui bahwa hanya Ahlul Baytnya lah yang benar-benar sukses dalam mempelajari dan mengamalkan ajaranya. Oleh karena itu Rasulullah saaw dalam M hadis Tsaqolain berwasiat kepada umat untuk mengambil al-Quran dan Ahlul Bayt sebagai pedoman dan landasan dalam memahai ajaran suci yang di bawa oleh beliau. Hanya dengan berpegang kepada keduanya lah umat Islam bisa terselamatkan dari ajaran yang tidak benar. Karena hal ini merupakan jaminan dari baginda Rasul saaw sebagi bukti kasih sayang Rasul pada pengikutnya.

Begitu besar kasih saying Rasul pada umatnya sehingga beliau sering kali mewasiatlkan hal ini, bukan hanya satu kali Rasulullah menyabdakan hadis ini. Akan tetapi Rasul mengucapkannya dalam beberapa kesempatan sebagaimana yang di jelaskan oleh ulama-ulama Sunni. Seperti apa yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya bahwa Rasulullah saaw menyampaikan hadis Tsaqolain setelah beliau pergi dari Thaif mungkin pada kesempatan ini awwal kali Rasul menyampaikannya. Rasul juga menyampaikannya pada peristiwa Ghodir sebagaimana yang disampaikan oleh at-Thobroni dalm kitabnya , juga tertera dalam kitab Kanzul Ummal , dimana Rasulullah saaw pada peristiwa tersebut melantik Imam Ali sebagiai pengganti Beliau dan di baiat oleh sahabat yang hadir pada peristiwa tersebut yang mana hadis Ghodir merupakan hadis yang penting untuk dikaji dan ditelaah secara tersendiri.

Rasulullah juga mengucapkannya pada hajji wada, haji terakhir yang di lakukan oleh baginda Rasul pada hari Arafah sebagaimana yang di sebutkan oleh at-Turmudzi dalam shahihnya. Demikian pula untuk terakhir kalinya Rasul mengucapkannya di waktu beliau sakit menjelang dipanggil oleh Allah. Dengan penjelasan ini kita mengetahui bahwa wasiat ini sangatlah penting karena menyangkut keselamatan umat sehingga Rasul mengulanginya dalam banyak kesempatan, namun demikian hadis yang penting dan mashur ini banyak dilupakan oleh umat Islam. Justru sebaliknya, bahkan yang banyak disampaikan oleh ulama ulama kita adalah hadis Taqolain yang berbunyi, 'kitab Allah dan sunnahku'.

Banyak ulama hadis yang menyatakan bahwa hadis Tsaqolain 'Kitabullah dan Sunnati' ini diriwayatkan secara mursal, yakni beberapa perawinya tidak disebutkan, artinya tidak jelas siapa perawi-perawinya tidak seperti hadis yang berbunyi kitab Allah dan Ahlul baytku sebagaimana yang saya sebutkan tadi, namun demikian sebenarnya kalau kita terima hadis sunnahku di atas hal itu tidak mengurangi arti dari hadis Ahlul Baytku karena apabila kita katakan bahwa Rasul meninggalkan dua hal kitab dan sunnah maka hadis taaqolain di atas adalah termasuk sunnah yang harus dipegang dan ditaati. Sehingga dapat ditarik garis bahwa ketaatan terhadap kepada Ahlul Bayt include didalamnya ketaan terhadap sunnah rasul. Sehingga dalam mempelajari ajaran Allah juga dalam memahami al-Quran, karena merekalah manusia yang di saksikan oleh Rasulullah dalam hadis staqolain sebagai mitra Qur an, maka harus diutamakan pendapatnya. Merekalah Ahlul Bayt sedikitpun tidak akan pernah berpisah darinya. Dengan demikian mereka adalah mausia yang terpelihara dari kebatilan dan dan kesesaatan sebagaiman yang dijelaskan oleh Nabi dalam saabdanya.

Ketika Nabi menjadikan mereka sebagai rujukan yang terjamin dari kesesatan maka otomatis mereka adalah manusia yang terpelihara dari kesesatan, karena kalau tidak demikian maka tidak mungkin Nabi memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada mereka. Dengan penjelasan ini kita dapat menyimpulkan bahwa perselisihan yang ada di tubuh kaum Muslimin, sehingga banyak golongan dan mazhab itu disebabkan mereka tidak mengindahkan wasiat Nabi saaw, mereka meniggalkan Ahlul Bayt as, bahkan sebagian kaum muslimin tidak mengenal Ahlul Bayt as. Mungkin hal ini yang membuat Nabi mengulangi peringatannya kepada umat dalam hadis tsaqolain untuk benar benar memperhatikan Ahlul Baytnya dalam sabdanya sampai tiga kali, 'adzkurkum fii ahli baiti'.

Rasulullah khawatir umatnya tidak akan memperhatikan Ahlul BaytNya sepeninggal beliau, dan apa yang di khawatirkan oleh Baginda Rasul benar benar terjadi. Sepeninggal Rasulullah umatnya tidak mengindahkan wasiat Rasulullah saaw, bahkan sebagian besar dari mereka menzalimi Ahlul Bayt as. Imam Ali yang di saksikan oleh Nabi sebagai orang yang selalu berjalan di jalan yang benar dilaknat di mimbar-mimbar selama kurang lebih 70 tahun. Imam Husain as yang sangat di cintai oleh baginda Rasul diperangi dan dibantai di padang pasir Karbala beserta keluarga dan sahabatnya, wanita wanita Ahlul Bayt diikat sebagai tawanan, diarak dari Karbala menuju Syam (Syiria).

Umat bukan hanya tidak menjadikan Ahlul Bayt as sebagai rujukan sebagaimana yang diwasiatkan oleh Nabi akan tetapi mereka memerangi Ahlul Bayt as kecuali sebagian kecil dari umat yang selalu memegang teguh wasiat Nabi dan menjadikan Ahlul Bayt sebagai Imam dan Rujukan dalam mengambil ajaran suci baginda Rasul saaw. Seandaianya umat Nabi mengindahkan wasiat Rasul niscaya Islam akan menjadi satu dan tidak kan terpecah pecah menjadi beberapa golongan, sebagaimana Allah menganjurkan kita untuk bersatu dan berpegang teguh pada tali Allah, 'wa'tashimuu bihablillahi jami'au wa la tafarrakuu' (Hendaklah kalian semua berpegang teguh pada tali Allah dan jangan bercerai-berai) .

Yang dimaksud dengan tali Allah di sini adalah Ahlul Bayt as sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Syafii dalam syairnya:

لما رأ يت الناس قد ذهبت بهم مذاهبهم في ابحر الغي و الجهل ركبت علي إ سم الله في سفن النجاة وهم آل بيت المصطفي خاتم الرسل أمسكت حبل الله وهو ولاءهم كما قد امرنا با التمسك بالحبل
"Tatkala aku melihat manusia telah tengelam dalam mazhab kesesatan dan kebodohan aku menaiki bahtera penyelamat dengan menyebut nama Allah, mereka itu adalah Ahlul Bayt penutup para Nabi. Aku pegang erat erat tali Allah sebagimana yang diperintahkan oleh Allah sama seperti kita diperintahkan untuk memegang tali"

Dari sini tulisan di atas, kita mengetahui bahwa musibah umat yang paling besar adalah ketika umat meninggalkan Ahlul Bayt, meninggalkan pusaka Nabi. Dan sebaliknya keselamatan umat adalah ketika kita berpegang teguh pada Ahlul Bayt as mengambil ajaran nabi dari mereka, karena merekalah sumber yang jernih ynag terjamin dari kesalahan.

Mudah mudahan kita tidak termasuk dari orang orang yang meniggalkan Ahlul Bayt as, mudah-mudahan kita di jadikan oleh Allah swt sebagai ummat yang berpegang teguh pada ajaran suci Rasul lewat Keluarga suci beliau, amien. 


Oleh: Abdullah Hinduan

Keutamaan Shalawat

Syamsuri Rifai
Allah swt memerintahkan kita agar bershalawat kepada Rasulullah saw dan keluarganya (sa): “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkan salam kepadanya.” (Al-Ahzab: 56).

Rasulullah saw bersabda: “Sebagaimana orang bermimpi, aku pernah bermimpi pamanku Hamzah bin Abdullah dan saudaraku Ja’far Ath-Thayyar. Mereka memegang tempat makanan yang berisi buah pidara dan mereka makan sebentar, kemudian buah pidara itu berubah menjadi buah anggur. Kemudian mereka makan sebentar dan buah anggur itu berubah menjadi buah kurma yang masih segar. Kemudian mereka makan sebentar, lalu aku mendekati mereka dan bertanya kepada mereka: Demi ayahku jadi tebusan kalian, amal utama apakah yang kalian dapatkan? Mereka menjawab: Demi ayahku dan ibuku jadi tebusanmu, kami dapatkan amal yang paling utama adalah shalawat kepadamu, memberi minuman, dan cinta kepada Ali bin Abi Thalib (sa).” (Ad-Da’awat Ar-Rawandi, halaman 90, bab 224, hadis ke 227)

Rasulullah saw bersabda: “Ketika aku diperjalankan di malam hari untuk mi’raj ke langit, aku melihat malaikat yang mempunyai seribu tangan, dan di setiap tangannya seribu jari-jemari. Ketika ia sedang menghitung dengan jari-jarinya, aku bertanya kepada Jibril: Siapakah malaikat itu dan apa yang sedang ia hitung? Jibril menjawab: ia adalah malaikat yang ditugaskan untuk menghitung setiap tetesan hujan, ia menghafal setiap tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi. Aku bertanya kepada malaikat itu: Apakah kamu mengetahui jumlah tetesan hujan yang diturunkan dari langit ke bumi sejak Allah menciptakan dunia? Ia menjawab: Ya Rasulallah, demi Allah yang mengutusmu membawa kebenaran kepada makhluk-Nya, aku tidak hanya mengetahui setiap tetesan hujan yang turun dari langit ke bumi, tetapi aku juga mengetahui secara rinci berapa jumlah tetesan hujan yang jatuh di lautan, di daratan, di bangunan, di perkebunan, di daratan yang bergaram, dan di pekuburan. Rasulullah saw bersabda: Aku kagum terhadap kemampuan hafalan dan ingatanmu dalam perhitungan. Ia berkata: Ya Rasulallah, ada yang tak sanggup aku menghafal dan mengingatnya dengan perhitungan tangan dan jari-jemariku. Rasulullah saw bertanya: Perhitungan apakah itu? Ia menjawab: Aku tidak sanggup menghitung pahala shalawat yang disampaikan oleh sekelompok ummatmu ketika namamu disebut di suatu majlis.” (Al-Mustadrah, Syeikh An-Nuri, 5: 355, hadis ke 72)

Rasulullah saw bersabda: “Pada hari kiamat nanti semua kaum muslimin akan melihatku kecuali orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, peminum khamer, dan orang yang tidak bershalawat kepadaku ketika namaku disebutkan.” (Jamus Sa’adah 2: 263).

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Ketika nama Nabi saw disebutkan, maka perbanyaklah bershalawat kepadanya, sesungguhnya orang yang bershalawat kepada Nabi saw satu kali, Allah bershalawat kepadanya seribu kali bersama seribu barisan malaikat. Tidak ada satu pun makhluk Allah kecuali ia bershalawat kepada hamba-Nya karena Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepadanya. Barangsiapa yang tidak mencintai shalawat, ia adalah orang yang jahil dan ghurur (tertipu). Allah dan Rasul-Nya serta Ahlul baitnya berlepas diri darinya.” (Al-Kafi, jilid 2, halaman 492)

Ketika menjelaskan makna firman Allah swt: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi… Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Shalawat dari Allah azza wa jalla adalah rahmat, shalawat dari malaikat adalah pensucian, dan shalawat dari manusia adalah doa.” (Ma’anil akhbar, halaman 368)
Shalawat dan Mizan Amal

Rasulullah saw bersabda: “Pada hari kiamat nanti aku akan berada di dekat mizan amal. Barangsiapa yang amal buruknya lebih berat dari amal baiknya, aku akan datang bersama shalawat sehingga amal baiknya lebih berat berkat shalawat itu.” (Tsawabul A’mal, halaman 186)

Muhammad Al-Baqir (sa): ”Tidak ada suatupun amal yang lebih berat dalam mizan amal daripada shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Ssesungguhnya akan ada seseorang yang ketika amalnya diletakkan di mizan amal, timbangan amalnya miring. Kemudian Nabi saw mengeluarkan shalawat untuknya dan meletakkan di mizan amalnya, maka beruntunglah ia berkat shalawat itu.” (Al-Kafi, jilid 2, halaman 494)

Shalawat dan Pengampunan Dosa
Rasulullah saw bersabda:”Barangsiapa yang bershalawat kepadaku tiga kali setiap hari dan tiga kali setiap malam karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah azza wa jalla berhak mengampuni dosa-dosanya pada malam itu dan hari itu.” (Ad-Da’awat Ar-Rawandi, halaman 89, hadis ke 226)

Rasulullah saw bersabda:”Barangsiapa yang bershalawat kepadaku saat akan membaca Al-Qur’an, maka malaikat akan selalu memohonkan ampunan baginya selama namaku berada di dalam Al-Qur’an.” (Al-Biharul Anwar 94: 71)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:”Barangsiapa yang tidak sanggup menutupi dosa-dosanya, maka perbanyaklah bershalawat kepada Rasulullah dan keluarganya, sesungguhnya shalawat itu benar-benar dapat menghancurkan dosa-dosa.” (Al-Amali Ash-Shaduq, halaman 68)
Pahala Shalawat

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) pernah ditanyai: Apakah pahala shalawat? Beliau menjawab: “Ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti keadaan bayi yang baru lahir dari ibunya.” (Ma’anil akhbar, halaman 368)

Dalam suatu hadis tentang shalawat yang dianjurkan untuk dibaca setiap ba’da shalat Ashar dan hari Jum’at yaitu:
اللّهُمّ صَلِّ على محمّد وآل محمّد الاوصياء المرضيين بأفضل صلواتك وبارك عليهم بأفضل بركاتك والسلام عليه وعليهم ورحمة الله وبركاته
“Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, para washi yang diridhai shalawat-Mu yang paling utama, berkahi mereka dengan keberkahan-Mu yang paling utama, semoga salam dan rahmat serta keberkahan Allah senantiasa tercurahkan kepadanya dan kepada mereka.”
Dalam hadis itu disebutkan: “Barangsiapa yang membaca shalawat ini (7 kali), Allah membalasnya setiap ibadah satu kebaikan, amalnya hari itu diterima, dan ia akan datang pada hari kiamat dengan cahaya di antara kedua matanya.” (Safinah Al-Bihar, jilid 5, halaman 170)

Dalam suatu hadis disebutkan: “Barangsiapa yang membaca shalawat berikut ini sesudah shalat Fajar dan sesudah shalat Zuhur, ia tidak akan mati sebelum berjumpa dengan Al-Qâim (Imam Mahdi) dari keluarga Nabi saw:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan percepatlah kemenangan mereka .” (Biharul Anwar 86: 77)