Search

Wednesday, January 23, 2013

Tugas Para Penanti Sang Juru Selamat

Meski Imam Hasan Askari as, cucu Rasulullah Saw, gugur syahid di tahun 260 hijriah, yang membuat umat Muslim tenggelam dalam kesedihan, akan tetapi berita gembira kepemimpinan Imam Mahdi as, putra beliau dan sekaligus hujjah terakhir Allah Swt di muka bumi, menerangi dan memberikan harapan besar pada hati umat. Oleh karena itu, pada hari ini; hari dimulainya kepemimpinan Imam Mahdi as sang juru selamat dan penegak keadilan sejati di dunia, diperingati sebagai hari raya.

Rasulullah Saw bersabda: "Bintang-bintang adalah tempat tinggal untuk mereka yang berada di langit, jika bintang-bintang itu musnah maka mereka yang di sana juga akan musnah. Jika Ahlul Bait tiada, maka manusia di muka bumi juga akan Sirna."

Imam Mahdi as merupakan hujjah terakhir di antara para imam maksum as dari keturunan Rasulullah Saw yang akan memenuhi bumi dengan keadilan—setelah dipenuhi dengan kezaliman dan ketidakadilan. Dia adalah hujjah tersembunyi Allah Swt untuk umat manusia . Dimulainya kepemimpinan matahari kemuliaan dan keadilan ini sejatinya adalah berkah bagi umat manusia.

Selama berabad-abad Imam Mahdi as berada di balik tabir ghaibah dan harapan kemunculan beliau menjadi penenang hati umat manusia yang selalu galau. Ghaibah bukan sebuah fenomena tunggal dan pertama terjadi terhadap Imam Mahdi as, karena banyak riwayat yang menyebutkan bahwa sejumlah nabi juga pernah mengalami ghaibah. Ini terjadi demi maslahat dan hikmah yang diketahui Allah Swt.

Imam Ja'far as-Shadiq as berkata, "Sesungguhnya untuk Imam Mahdi (as) kami akan terjadi ghaibah yang sangat lama." Perawi menanyakan sebab ghaibah Imam Mahdi as itu dan beliau menjawab, "Allah ingin memberlakukan sunnah para nabi dalam ghaibah mereka terhadap Imam Mahdi as."

Menanti kemunculan Imam Mahdi as itu berarti berharap dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih baik. Anggap saja seperti seseorang yang menanti anaknya yang sedang sakit, dia sedang menanti kesembuhan anaknya. Yakni dia ingin mengakhiri kondisi yang sedang terjadi dan menyambut kondisi lebih baik. Oleh karena penantian itu tersusun atas dua unsur; berakhirnya kesulitan yang terjadi dan munculnya kondisi ideal dan sesuai. Dengan kata lain, penantian yakni menerawang jauh menuju masa depan dan berupaya untuk kondisi ideal tersebut.

Penantian itu sendiri terbagi menjadi dua, pertama penantian yang dangkal dan tidak komitmen dan kedua penantian yang sejati dan berkomitmen. Penantian yang dangkal itu adalah bentuk penantian secara lahiriyah, temporal dan pengungkapan penantian itu hanya sekedar pada doa serta peringatan-peringatan keagamaan saja. Akan tetapi penantian yang sejati dan berkomitmen adalah sebuah gerakan berkomitmen yang dibarengi dengan upaya konstan dan konstruktif baik secara individu maupun sosial. Imam Ja'far as-Shadiq as dalam hal ini berkata, "Para penanti kemunculan Imam Mahdi as bergerak menuju kemunculan dan mengamalkan tujuan-tujuan kemunculan tersebut dan penantian seperti ini sendiri dinilai sebagai kedatangan dan keterbukaan."

Imam Ali al-Ridho as berkata, "Betapa indah kesabaran dan harapan menanti kedatangan (Imam Mahdi as)." Penantian adalah termasuk di antara tugas para sahabat  Imam Mahdi as, yang merupakan amalan batin yang memiliki banyak pengaruh dan berkah lahiriyah. Penantian kemunculan dan kedatangan Imam Mahdi as berarti penantian penegakan keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan sejati di dunia. Penantian seperti ini merupakan di antara ibadah terbaik. Penantian sang juru selamat dunia, bukan sekedar slogan saja, karena seorang penanti memiliki tugas-tugas yang harus dilaksanakan dengan serius dan mempersiapkan perwujudan janji-janji Allah Swt. Imam Ja'far as-Shadiq as berkata, "Pemerintahan keluarga Muhammad pada akhirnya akan terbentuk, maka siapa saja yang menjadi sahabat Imam Mahdi as, harus selalu berhati-hati dan bertakwa, menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik dan kemudian menanti kemunculannya Imam Mahdi as."

Mengenal Imam Mahdi as adalah tugas pertama seorang mukmin yang menanti kemunculan beliau. Pengenalan tersebut tentunya berdasarkan prinsip-prinsip ketauhidan dan kenabian. Tugas terpenting seorang penanti adalah berusaha mencapai makrifat wujud suci Imam Mahdi as, karena manusia yang tidak mengenal imam dan kedudukannya tidak akan dapat menentukan tugasnya. Rasulullah Saw bersabda, "Barang siapa mati tanpa mengenal imam zamannya, maka dia mati dalam kondisi jahiliyah."

Dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengenal secara proporsional imam zamannya dan menyerahkan diri pada perintah imamnya, maka keutamaan yang didapatkannya dari imamnya adalah kestabilan di jalan dan makrifat Allah Swt, yang merupakan sumber dari semua keutamaan. Makrifat imam zaman merupakan sumber dan hulu seluruh kebaikan yang menjamin kebahagiaan sempurna.

Kemunculan sang juru selamat dunia itu menuntut unsur-unsur kemanusiaan yang siap dan bernilai, yang mampu memikul beban berat tugas islah di seluruh penjuru dunia. Kesiapan tersebut pada tahap awalnya memerlukan wawasan dan pengetahuan tingkat tinggi serta persiapan ruh dan jasmani dalam menjalankan tugas-tugas besar.

Termasuk di antara tugas penanti adalah membenahi, mendidik dan mempersiapkan diri untuk kemunculan Imam Mahdi as. Dalam al-Quran disebutkan, "Telah kami tulis dalam Zabur setelah Taurat, hamba-hamba saleh akan menjadi pewaris dunia." Oleh karena itu, para sahabat dan penanti sejati Imam Mahdi as, adalah para hamba saleh dan bertakwa yang memiliki iman kokoh. Berbagai riwayat dalam Islam juga menyebutkan mereka adalah orang-orang yang benar-benar mengenal Allah Swt, bertakwa, mencapai makrifat atas kepemimpinan para imam dan meyakini imamah hujjah terakhir Allah Swt di muka bumi. Para penanti seperti ini juga akan menghiasi diri mereka dengan akhlak mulia dan adab serta berpegang teguh pada agama dan meningkatkan keimanan dan keyakinannya, juga berserah diri di hadapan agama dan perintah Ahlul Bait as.

Salah satu dimensi lain dari penantian adalah persiapan untuk kebangkitan universal Imam Mahdi as. Manusia penanti selalu berharap pada masa depan dan terus bergerak maju serta tidak mungkin dapat stagnan pada satu titik. Oleh karena itu, penanti sejati bak seorang pejuang di medan perang yang selalu siap menanti perintah untuk melancarkan serangan. Pada saat yang sama, penanti hakiki berkewajiban untuk menjaga orang lain. Artinya, selain membersihkan diri sendiri, dia juga harus berusaha untuk mengislah orang lain, karena penantian ini bukan masalah individu melainkan sebuah program yang meliputi semua unsur revolusi dan dilakukan bersama-sama.

Pengaruh penting lain dari penantian Imam Mahdi as ini adalah tidak tercampur dalam kefasadan lingkungan dan tidak menyerah di hadapan pencemaran batin. Pemahaman penantian yang jelas dan benar menuntut manusia untuk berusaha secara berkesinambungan mempersiapkan diri dan masyarakat menyambut kemunculan Imam Mahdi as. Masa kemunculan sang juru selamat tidak diketahui oleh karena itu dituntut kesiapan setiap saat.

Rahbar atau Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, menjelaskan penantian Imam Mahdi as dan kondisi para penantinya mengatakan, "Para penanti Imam Mahdi as, mengharapkan terangnya kehidupan umat manusia serta diakhirinya era kezaliman dan pelanggaran. Kejahatan zalim dan penindasan para penguasa imperialis dunia tidak akan mampu memadamkan harapan di hati mereka. Para penanti Imam Mahdi as tidak pernah ragu bahwa era kezaliman, perusakan dan pelanggaran akan berakhir dan kekuatan kebenaran akan meruntuhkan semua pilar kefasadan dan pelanggaran. Kami percaya bahwa dengan kemunculan Imam Mahdi as, pemikiran serta akal manusia akan lebih inovatif dari semua era sebelumnya serta perdamaian dan keamanan akan ditegakkan secara universal. Kita semua harus berusaha demi mewujudkan era tersebut sehingga semakin hari dunia akan semakin mendekati era ideal tersebut."

Imam Mahdi as Dalam Al-Quran

Imam Mahdi as Dalam Al-QuranKonsep Imam Mahdi as sebagai juru penyelamat adalah sebuah konsep yang sudah diterima oleh semua agama samawi, bahkan oleh semua umat manusia meskipun nama yang ditentukan untuk menyebutnya berbeda-beda. Kesepakatan konsep ini dapat kita bahas pada kesempatan yang lain.
Oleh karena itu, dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang ditafsirkan dengan keberadaan Imam Mahdi as sebagai seorang juru penyelamat. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Surah al-Qashash (28) : 5

وَ نُرِيْدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا فِي الْأَرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِيْنَ

“Dan Kami ingin memberikan anugrah kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ini, menjadikan mereka para pemimpin, dan menjadikan mereka sebagai para pewaris.”
Secara lahiriah, ayat ini menggunakan kata kerja mudhâri’ dalam menjelaskan maksud Allah. Secara realita, janji-janji yang termaktub dalam ayat tersebut belum terealisasikan hingga sekarang. Dengan pemerintahan yang telah dibentuk oleh Rasulullah saw di Madinah yang berjalan kurang lebih selama sepuluh tahun, kami kira hal itu belum terwujudkan secara sempurna mengingat masih banyak pojok dunia yang belum pernah mencicipi lezatnya hukumnya Islam.
Menurut beberapa hadis, ayat ini mengindikasikan tentang Imam Mahdi as, bahwa semua janji Allah itu akan terwujud pada saat beliau turun ke bumi dan membentangkan sayap keadilan di atasnya. Dalam Nahjul Balâghah, Imam Ali as berkata:

لَتَعْطُفَنَّ الدُّنْيَا عَلَيْنَا بَعْدَ شِمَاسِهَا عَطْفَ الضَّرُوْسِ عَلَى وَلَدِهَا

“(Pada waktu itu), dunia akan menganugrahkan kelembutannya kepada kami setelah ia membangkang sebagaimana unta betina yang membangkang (baca: enggan memberi air susu kepada anaknya) menyayangi anaknya.”
Ibnu Abil Hadid berkata: “Para sahabat (baca: ulama) kita berpendapat bahwa beliau menjanjikan (kemunculan) seorang imam yang akan menguasai bumi dan menaklukkan seluruh kerajaan dunia.”
Dalam sebuah hadis yang lain beliau berkata: “Orang-orang tertindas di muka bumi yang termaktub di dalam al-Quran dan akan dijadikan para pewaris oleh Allah adalah kami, Ahlulbait. Allah akan membangkitkan Mahdi mereka yang akan memuliakan mereka dan menghinakan para musuh mereka.” [1]
b. Surah an-Nûr (24) : 56

وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُوْنَنِيْ لاَ يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْئًا وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih untuk menjadikan mereka sebagai khalifah di muka bumi ini sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai khalifah, menyebarkan bagi mereka agama yang telah diridhainya untuk mereka secara merata dan menggantikan ketakutan mereka dengan rasa keamanan (sehingga) mereka dapat menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku. Barangsiapa ingkar setelah itu, merekalah orang-orang yang fasiq.”
Secara lahiriah, kita dapat menagkap tiga janji dari ayat tersebut:
Pertama, menjadikan mereka sebagai khalifah di atas bumi ini.
Kedua, menyebarkan agama mereka (Islam) di atas bumi secara merata sehingga dapat dinikmati oleh seluruh penduduk dunia.
Ketiga, menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman sehingga mereka dapat menyembah Allah dengan penuh keleluasaan dan tidak menyekutukan-Nya.
Yang jelas, semua janji itu belum pernah terwujudkan hingga sekarang. Kapankah kita pernah merasakan Islam dijalankan secara sempurna? Oleh karena itu, dalam beberapa hadis Ahlulbait as, kita akan menemukan takwil dari ayat tersebut bahwa semua janji itu akan terealisasikan pada masa kemunculan Imam Mahdi as.
Dalam tafsir Majma’ al-Bayân disebutkan bahwa Imam Ali bin Husain as pernah membaca ayat tersebut. Setelah itu beliau berkata: “Demi Allah, mereka adalah para pengikut kami Ahlulbait as. Allah akan mewujudkan semua itu dengan tangan salah seorang dari kami. Ia Adalah Mahdi umat ini, dan ia adalah orang yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Jika tidak tersisa dari usia dunia ini kecuali satu hari, niscaya Allah akan memanjangkannya hingga seorang dari ‘Itrahku muncul. Namanya sama dengan namaku. Ia Akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman.”[2]
Tanpa diragukan lagi pembahasan tentang mahdi as telah tertera di pelbagai sumber dan kitab-kitab Islami. Rasul saw sendiri yang mengajarkan hal tersebut. Imam Ali as dan para imam yang lain juga tidak ketinggalan, mereka senantiasa menyinggung pembahasan yang satu ini dan mengulang-ulangnya. Para ulama dan pemuka sekte-sekte islam sepanjang sejarah juga satu demi satu di segenap penjuru Negara Islam telah menulis dan menyusun buku yang tidak sedikit jumlahnya.
Dengan pelbagai hal tersebut apakah dapat dibayangkan topik dan pembahasan yang begitu populer dan urgen ini tidak tertera dalam kitab suci al-Quran? Jawaban tentu tidak. Pasti pembahasan semacam ini benih-benihnya telah terdapat di dalamnya.
Al-Quran sebatas singgungan atau secara gamblang telah menjelaskan peristiwa dan kejadian yang nantinya akan terjadi di akhir zaman seperti kemenangan kaum mukmin terhadap kaum non-mukmin. Ayat-ayat semacam ini, telah ditafsirkan oleh para mufasir-dengan mengacu pada riwayat dan poin-poin tafisiri-berkaitan dengan pemerintahan Imam Mahdi as di akhir zaman.
Al-hasil para mufasir mutaakhir menghitung dan mentahqiq jumlah ayat-ayat yang berkaitan dengan beliau as, jumlah sensaionalpun mereka dapatkan yaitu sekitar 350 ayat. Tahqiq ini dilakukan oleh Yayasan Intidhare Nur. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa metode mereka dalam pencarian tersebut adalah umum mencakup ayat-ayat yang secara gamblang menjelaskan permasalahan Mahdawiyah dan yang lain, atau ayat yang para mufasir dengan suatu hal dalam tafsiran ayat tersebut membawakan riwayat atau pembahasan Mahdawiyah.
Pada kesempatan ini, kita akan membawakan 10 ayat saja yang memiliki indikasi yang jelas terhadap permasalahan Mahdawiyah.
Ayat pertama

وَ لَقَدْ كَتَبْنا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأَْرْضَ يَرِثُها عِبادِيَ الصَّالِحُونَ

Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya kami telah menuliskan di Zabur setelah Dzikr, bahwa dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba yang saleh” (QS 21: Anbiya : 105).
Imam Muhammad Baqir as bersabda:”hamba-hamba tuhan yang akan menjadi pewaris bumi-yang tersebut dalam ayat-adalah para sahabat Mahdi as yang akan muncul di akhir zaman.”
Syekh Thabarsi setelah menukil riwayat ini mengatakan: sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Syi’ah dan Ahlusunnah menjelaskan dan menguatkan riwayat dari Imam baqir as di atas, hadis tersebut mengatakan ‘jika usia dunia sudah tidak tersisa lagi kecuali tinggal sehari, Allah SWT akan memanjangkan hari tersebut sehingga seorang saleh dari Ahlul-baitku bangkit, dia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana dunia telah dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman”’. Imam Abu bakar Ahmad bin Husain Baihaqi dalam buku “al-Ba’tsu wa Nutsur” telah membawakan riwayat yang banyak tentang hal ini [3] .
Dalam kitab Tafsir Ali bin Ibrahim disebutkan: Kami telah menulis di Zabur setelah zikr … semua kitab-kitab yang berasal dari langit disebut dengan Zikr. Dan maksud dari bahwa dunia akan diwarisi oleh para hamba-hamba yang saleh adalah (Mahdi) Qaim as dan para pengikutnya [4] .
Ayat kedua

وَ نُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأَْرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوارِثِينَ

“Kami menginginkan untuk menganugerahkan kepada mereka yang tertindas, dan akan Kami jadikan para pemimpin dan pewaris dunia.” (QS 28. al-Qashash: 5)
Ayat ini sesuai dengan beberapa ungkapan Imam Ali as di dalam Nahjul balagah serta sabda para imam yang lain berkaitan dengan Mahdawiyah, dan sesungguhnya kaum tertindas yang dimaksud adalah para pengikut konvoi kebenaran yang terzalimi yang akhirnya akan jatuh ke tangan mereka. Fenomena ini puncaknya akan terwujud di akhir zaman. Sebagaimana Syekh Shaduq dalam kitab Amali menukil sabda Imam Ali as yang berkata:”ayat ini berkaitan dengan kita”.
Ayat Ketiga

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَ يُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكافِرِينَ يُجاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَ لا يَخافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ

“Wahai orang-orang yang beriman barangsiapa dari kalian berpaling (murtad) dari agamanya maka Allah SWT akan memunculkan sekelompok kaum yang Dia cinta mereka dan mereka juga mencintaiNya,” (QS. Madinah: 54)
Dalam tafsir Ali bin Ibrahim disebutkan:”ayat ini turun berkaitan dengan Qaim dan para penguikutnya merekalah yang berjuang di jalan Allah SWT dan sama sekalim tidak takut akan apapun”.
Ayat Keempat

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَْرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَ لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفاسِقُونَ

Allah SWT menjanjikan orang-orang yang beriman dari kalian dan yang beramal saleh, bahwa mereka akan dijadikan sebagai khalifah di atas muka bumi, sebagaimana Ia juga telah menjadikan para pemimpin sebelum mereka dan –Ia menjanjikan untuk menyebar dan menguatkan agama yang mereka ridhai, dan menggantikan rasa takut mereka menjadi keamanan. (QS. Nuur: 54)
Syekh Thabarsi mengatakan:”dari para Imam Ahlul bait diriwayatkan bahwa ayat ini berkaitan dengan Mahdi keluarga Muhammad saw. Syekh Abu Nadhr ‘Iyasyi meriwayatkan dari imam Ali Zainal Abidin as bahwa beliau membaca ayat tersebut setelah itu beliau bersabda:”sumpah demi Allah SWT mereka yang dimaksud adalah para pengikut kita, dan itu akan terealisasi berkat seseorang dari kita. Dia adalah Mahdi (pembimbing) umat ini. Dialah yang rasul saw bersabda tentangnya:”jika usia dunia sudah tidak tersisa lagi kecuali sehari lagi, Allah SWT akan memanjangkan hari tersebut sampai seseorang dari keluarga ku muncul dan memimpin dunia. Namanya seperti namaku (Muhammad), riwayat semacam ini juga dapat ditemukan melalui jalur yang lain seperti dari imam Muhammad Baqir as dan imam Ja’far Shadiq as”.
Aminul Islam Syekh Thabarsi mengakhiri ucapan dan penjelasannya tentan ayat ini dengan penjelasan berikut ini:”mengingat penyebarluasan agama ke seluruh penjuru dunia dan belum betul-betul global, maka pastilah janji ini akan terwujud dalam masa yang akan datang, di mana hal tersebut-globalitas agama- tidak dapat dielakan dan dipungkiri lagi”. Dan kita ketahui bahwa janji Allah tidak akan pernah hanya janji semata.
Ayat Kelima

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدى وَ دِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah Zat yang yang telah mengutus rasulNya dengan hidayah dan agama yang benar untuk sehingga Ia menangkan agama tersebut terhadap agama-agama yang lain, kendati para musyrik tidak menginginkannya.
Dalam kitab tafsir Kasyful Asyrar, disebutkan:
Rasul dalam ayt tersebut adalah baginda nabi Muhammad saw, sedang hidayah yang dimaksud dari ayat tersebut adalah kitab suci al-Quran dan agama yang benar itu adalah agama Islam. Allah SWT akan memangkan agama (Islam)ini, atas agama-agama yang lain, artinya tiada agama atau pedoman di atas dunia, kecuali ajaran Islam telah mengalahkannya. Dan hal ini sampai sekarang belum terwujud. Kiamat tidak akan datang kecuali hal ini terwujud. Abu Said al-Khudri menukil, bahwa Rasul saw pad suatu kesempatan menyebutkan bala dan ujian yang akan datang kepada umat Islam, ujian itu begitu beratnya, sehingga beliau mengatakan bahwa setiap dari manusia tidak dapat menemukan tempat berlindung darinya. Ketika hal ini telah terjadi, Allah SWT akan memunculkan seseorang dari keluargaku yang nantinya dunia akan dipenuhi oleh keadilan. Seluruh penduduk langit dan bumi rela dan bangga dengannya. Di masanya hujan tidak akan bergelantungan di atas langit kecuali akan turun untuk menyirami bumi, dan tiada tumbuh-tumbuhan yang ada di dasar bumi kecuali bersemi dan tumbuh. Begitu indah dan makmurnya kehidupan di masa itu sehinga setiap orang berandai-andai jika sesepuh dan sanak keluaerganya yang telah meninggal dunia kembali lagi dan merasakan kehidupan yang sedang mereka rasakan.
Referensi
[1] Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jilid 51, hal. 63, bab ayat-ayat yang ditakwilkan dengan Imam Mahdi as.
[2] At-Thabarsi, Majma’ al-Bayân, jilid 7, hal. 152.
[3] Tafsir Majma’ul bayan, jild 7, hal 66-67.
[4] Tafsir Nur Tsaqalain, jild 3, hal 464.

Filsafat dari Nama Rasulullah Saw


Yang heboh lagi, dari nama Muhammad, di situ ada makna yang terkandung. Yaitu, jika kita mau mengangan-angan kerangka huruf Muhammad apabila ditulis dengan hurup Arab ternyata menunjukan kerangka manusia. Sebab, mim (م) yang bundar dari kata Muhammad (محمد) itu menunjukan kepala manusia, karena kepala manusia itu bundar. Huruf ha (ح) kalau kita dobelkan menjadi dua akan menunjukan dua tangan manusia. Huruf mim (م) yang kedua menunjukan tentang perut manusia. Huruf dal (د) menunjukan kedua kaki manusia.

 
AMIRUL ULUM*

 
Filsafat dari Nama Rasulullah SawKetika Rasuulluh Saw belum dilahirkan, nabi-nabi terdahulu, mulai Nabi Adam sampai Nabi Isa telah memberi kabar kepada umatnya akan datangnya nabi akhir zaman dengan ciri-ciri yang tertentu. Yaitu, dilahirkan di kota Makkah, hijrah di kota Madinah dan wafatnya juga di kota Madinah, dan kekuasaannya membentang sampai di kota Syam. Nama Rasulullah Saw kalau di Kitab Injil adalah Ahmad. Allah berfirman
"Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QR. As-Shaf : 6)

Perlu diketahui, bahwa nama yang dikemukam oleh Nabi Isa tadi, itu bukan sekedar nama. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah Swt yang tentunya ada makna yang terkandung. Di dalam nama Ahmad jika ditulis dengan huruf Arab tanpa dipisah-pisah ada filsuf tentang adanya gerakan salat. Huruf alif (ا) menunjukan simbol tentang orang yang berdiri. Huruf ha (ح) menggambarkan tentang orang yang sedang rukuk. Huruf mim (م) menggambarkan tentang orang yang sedang sujud. Huruf dal (د)  menunjukan gambaran orang yang sedang duduk tahiyat salat.

Selain makna tersebut, ada juga makna yang tersembunyi di balik nama Ahmad. Yaitu, secara Gramatika Arab, kata Ahmad itu termasuk sighat mubalaghah (bentuk yang mempunyai arti banyak) dari kata Hamdu (memuji). Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi Ahmad, nama dari Nabi Muhammad Saw mempunyai arti orang yang paling banyak memuji Allah. 

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Aku adalah Ahmad tanpa mim (م)” Ahmad tanpa mim (م) akan mempunyai arti Ahad (Esa), yang merupakan sifat Allah yang sangat unik. Mim (م) yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Allah dalam diri Nabi Muhammad Saw pada hakikatnya adalah bayangan Ahad yang ada di alam semesta. Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Khaliqnya. Mim adalah jembatan yang menghubungkan para kekasih Allah dengan sang kekasihnya yang mutlak. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Saw merupakan mediator antara makhluk dengan Allah Swt.

Menurut Iqbal, "Muhammad benar-benar berfungsi “mim” yang  “membumikan” Allah dalam kehidupan manusia. Dialah “Zahir”nya Allah; dialah Syafi’ (yang memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan Tuhannya. Ketika anda ingin merasakan kehadiran Allah dalam diri anda, hadirkan Muhammad. Ketika anda ingin disapa oleh Allah, sapalah Muhammad. Ketika anda ingin dicintai Allah, cintailah Muhammad. Qul inkuntum tuhibbunallah fat tabi’uni yuhbibkumullah, “Apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Muhammad) kelak Allah akan cinta kepada kalian.” Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Sebab seperti kata Nabi, “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.”

Selain nama Ahmad, Rasulullah Saw juga mempunyai nama Muhammad. Nama ini pemberian dari kakeknya, Abdul Muthalib. Nama ini diilhami atas  harapan besar  Abdul Muthalib agar kelak cucunya ini dipuji oleh makhluk seantero dunia karena sifatnya yang terpuji. Adapun nama tersebut kalau ditinjau secara Gramatika Arab berstatus sebagai Isim Maful (obyek) dari asal kata Hammada. Menurut kiai Maksum bin Ali dalam kitab Amsilatut Tasrifiyah menyebutkan bahwa penambahan tasdid mempunyai faidah Taksir (banyak). Jadi, artinya adalah orang yang banyak dipuji. Sebab semua makhluk di dunia ini memuji Rasulullah Saw dengan membaca shalawat untuknya. Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab :56).

Yang heboh lagi, dari nama Muhammad, di situ ada makna yang terkandung. Yaitu, jika kita mau mengangan-angan kerangka huruf Muhammad apabila ditulis dengan hurup Arab ternyata menunjukan kerangka manusia. Sebab, mim (م) yang bundar dari kata Muhammad (محمد) itu menunjukan kepala manusia, karena kepala manusia itu bundar. Huruf  ha (ح) kalau kita dobelkan menjadi dua akan menunjukan dua tangan manusia. Huruf  mim (م) yang kedua menunjukan tentang perut manusia. Huruf dal (د) menunjukan kedua kaki manusia.

Selain itu, ada juga makna-makna yang tersembunyi lagi. Yaitu, huruf mim menunjukan kata Minnah yang berarti anugerah. Sebab, Allah memberi anugerah kepada Rasulullah Saw dengan anugerah yang sangat luar biasa melebihi apa yang telah diberikan kepada yang lainnya. Huruf ha menunjukan kata Hubbun (cinta). Sebab, Allah mencintai Nabi Muhammad Saw dan umatnya melebihi cintanya kepada nabi-nabi yang lain beserta umatnya. Huruf mim yang kedua menunjukan kata Maghfirah yang berarti ampunan. Sebab, Allah mengampuni segala dosa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, baik yang sudah lampau atau yang akan datang. Nabi Muhammad Saw adalah nabi yang maksum (terjaga dari melakukan dosa). Adapun jika disandarkan untuk umatnya, maka  Allah akan mengampuni dosa-dosa umat Nabi Muhammad Saw jikalau mereka mau bertaubat. Tidak seperti umat-umat terdahulu yang apabila melakukan dosa langsung mendapat siksa dan teguran dari Allah. Huruf dal menunjukan kata Dawaamuddin. Artinya, abadinya agama Islam. Sebab, agama Islam akan tetap ada sampai akhir zaman. Apabila agama Islam sudah lenyap karena ditinggal oleh manusia, maka tunggulah kehancuran dunia ini.

Kesimpulan dari semua ini adalah, kalau orang itu sudah mengaku agamanya Islam, maka kerjakanlah salat. Sebab, salat merupakan tiang agama dan merupakan ajaran nabi-nabi terdahulu yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad Saw. Jika seseorang sudah menjalankan salat dan ajaran Islam yang lainnya, maka dia termasuk orang yang bertaqwa yang akan dimasukkan Allah ke dalam surga-Nya. Karena umat Nabi Muhammad Saw yang masuk ke surga itu akan dirupakan manusia. Mengapa demikian? Ini kembalinya kepada keagungan nama Nabi Muhammad saw yang menunjukkan kerangka manusia. Apabila  manusia masih berbentuk manusia, maka dia tidak akan masuk neraka. Adapun mengenai orang kafir, ada ulama yang berpendapat bahwa mereka di neraka itu berwujud babi.

*Penulis Adalah Esais dan ketua Website PP. Al Anwar Sarang Rembang Jateng asal Pati.

Pentingnya Memperingati Maulid Nabi Saw

Pentingnya Memperingati Maulid Nabi SawMencermati kondisi ummat Islam yang secara eksternal mendapatkan serangan dan permusuhan dari musuh-musuhnya dan secara internal teramat rapuh dengan jauhnya mereka dari cahaya risalah kenabian, Shalahuddin Al-Ayyubi (1138-1193 M) pahlawan legendaris Muslim dalam Perang Salib mencetuskan ide Peringatan Hari Kelahiran Nabi Saw dan menjadikannya sebagai wasilah yang dapat mengobarkan kembali kecintaan kepada agama, meneriakkan kebenaran Ilahi yang tampak senyap, menyulut api spritualitas yang sempat meredup sekaligus merajut kembali secara rapi tali ukhuwah yang  kusut dan bercerai berai dengan mengingat kembali keteladanan yang dicontohkan Rasululullah Saw dalam berbagai aspek kehidupan. Dan hasilnya, ternyata memuaskan, semangat jihad berkobar,  api spritualitas menyala terang, ukhuwah terjalin dan ummat Islam yang diambang kehancuran berbalik arah ditaburi kemenangan dan sejarah keagungan yang tak terlupakan.
Lewat peringatan maulid yang berhasil menggelorakan kembali semangat pantang hina umat Islam, pasukan Shalahudin Al Ayyubi  berhasil memukul mundur tentara gabungan salib dari Eropa yang dikomandani  Raja Inggris Richard Lion Heart dan merebut kembali Palestina dan Masjidil Aqsha dari genggaman para penjajah.
Karenanya, jika kita di bulan ini memperingati Maulid Nabi Saw, hendaknya termotivasi sebagaimana Shalahuddin Al Ayyubi melakukannya, yaitu untuk  membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat ini. Terlebih lagi, bumi Palestina dan Masjid al Aqsha kembali dalam penguasaan kaum kuffar. Momentum peringatan kelahiran Nabi mestinya menjadi media pemersatu ummat bukan malah menjadi ajang salih berselisih.
Hukum Peringatan Maulid
Meskipun di negeri ini secara resmi hari Maulid Nabi ditetapkan sebagai hari besar keagamaan, kita tidak bisa memungkiri keberadaan kelompok Islam yang enggan untuk turut memperingatinya. Keengganan itu patut kita apresiasi sebagai bentuk kecintaan juga. Sebab keengganan mereka dikhawatirkan bahwa perbuatan tersebut terkategorikan bid'ah yang dilarang Islam. Atau minimal menyerupai perayaan kelompok Nashrani yang memperingati kelahiran Yesus Kristus. Sebab Nabi Saw telah mewanti-wanti, “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan kaum itu” (Sunan abu Dawud Juz 4/78). Tentu pendapat tersebut patut dihargai, bukan dijadikan dalih untuk saling bermusuhan dan berpecah belah.
Namun tetap patut diketahui, setidaknya oleh dua ulama besar Islam, Syaikh Ibnu Hajar al Atsqalani dan Imam Jalaluddin as-Suyuti meskipun tetap menyebut peringatan Maulid Nabi sebagai amalan bid'ah namun tidak mengkategorikannya sebagai bid'ah yang terlarang melainkan bid'ah hasanah (inovasi yang baik). Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah (bid’ah terpuji). Karenanya bisa dikatakan, bahwa tidak semua yang tidak dilakukan Nabi itu tertolak dan dipastikan sebagai bid'ah sesat. Untuk menguatkan pendapatnya, Ibnu Hajar menukil hadits Nabi Saw, “Siapa saja yang membuat suatu tradisi yang baik (tidak bertentangan dengan syariat) maka dia mendapatkan pahala dan pahala orang yang mengerjakannya” (Shahih Bukhari).
Beragama : Penghayatan dan Kesemarakan
Tidak ada seorang muslimpun yang mengingkari wajibnya memberikan kecintaan kepada Nabi bahkan diharuskan melebihi dari kecintaan terhadap diri sendiri. Para sahabat mengapresiasikan kecintaannya kepada Nabi dengan mencintai apa saja yang datang dari beliau, hatta ludah sekalipun. Karena kecintaan kepada Nabi Saw, para sahabat berebutan mengambil lembaran rambut, tetesan air wudhu, keringat, atau apa saja yang ditinggalkan Rasul. Salah satu ungkapan cinta ialah mengenang dan memuliakan atsar, yakni apa saja –waktu, peristiwa, tempat- yang berkaitan dengan yang kita cintai. Lihatlah, dinegara manapun selalu ada monumen-monumen besar untuk mengenang peristiwa besar, tempat-tempat bersejarah dan momen-momen penting dari pemimpin negara yang mereka cintai, setiap Negara bahkan termasuk Kerajaan Arab Saudi sekalipun setiap tahunnya memperingati ulang tahun negaranya. Karena itulah, sangat sulit orang untuk melarang kaum muslimin untuk memperingati maulid nabi, peristiwa Hijrah, Isra’ Miraj, Nuzulul Qur’an dan momen-momen penting lainnya yang berkaitan dengan sang kekasih Muhammad Saw meskipun peringatan tersebut dikatakan bid’ah. Selama kaum muslimin mencintai Nabi, selama itu pula peringatan dan ziarah ke makam, gua Hira dan sebagainya akan terus berlangsung.
Imam As-Suyuti mengapresiasi peringatan maulid sebagai ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad Saw ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam Kitab Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam. Memperingati maulid Nabi adalah ungkapan kecintaan sekaligus kesyukuran atas kehadiran beliau di muka bumi menghidayai ummat manusia dan menyelematkannya dari lembah kesesatan. Karenanya, peringatan ceremonial semacam maulid sangatlah dibutuhkan umat akhir-akhir ini, sebagai momentum untuk membincangkan keagungan dan kemuliaan nabi Muhammad Saw, untuk menyiarkan banyak dari sunnah-sunnah nabi yang terabaikan, untuk lebih memperkenalkan kemulian akhlak Rasulullah kepada mereka yang memendam dendam dan kebencian karena ketidak tahuan. Saya rasa kita punya kaidah penetapan hukum untuk itu, bahwa setiap yang menjadi perantara pelaksanaan amalan yang wajib maka wajib pula pelaksanaannya. Membeli baju hukumnya mubah, namun menjadi wajib jika kita tidak memiliki baju untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat. Mengenang apapun yang berkenaan dengan Rasulullah menjadi wajib hukumnya karena menjadi syarat untuk menimbulkan kecintaan kepada Rasulullah Saw yang merupakan kewajiban bagi kaum muslimin. Hari kelahiran Nabi sesungguhnya termasuk hari-hari Allah tentangnya Allah berfirman, "Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." (Qs. Ibrahim: 5).
Mari kita jadikan Rabiul Awal (yang masyhur dikenal sebagai bulan lahir dan wafatnya Rasulullah Muhammad Saw) sebagai momentum untuk memperingatinya, sebagai ungkapan kecintaan kita kepada Rasulullah Saw, untuk menghidupkan ghirah keislaman kita, membina semangat profetis agar bulan-bulan selanjutnya sampai ke bulan Rabiul Awal selanjutnya yang kita lakukan adalah kerja-kerja kenabian. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hedonistik, dan materialistik, punya andil cukup besar terhadap terkikisnya tingkat kesadaran seseorang termasuk kecenderungannya dalam beragama, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting. Kita berupaya menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah agar membuat takjub kaum muslimin dan pada saat yang sama membuat murka musuh-musuh Islam. Kesemarakan yang terjadi dalam setiap peringatan Maulid bukanlah untuk dilarang, tetapi untuk diluruskan penyimpangan yang terjadi di dalamnya, untuk diarahkan kepada penghayatan makna peringatan perjalanan nabi sesungguhnya. Kesemarakan adalah bagian dari syiar agama, sementara syiar sendiri bagian dari pendalaman agama. Dengan syiar para ulama atau tokoh agama bisa berperan dalam membina masyarakat.
 “Dan tetaplah mengadakan peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Adz Dzariyat : 55)
Wallahu 'alam Bishshawwab
*Ismail Amin
*Mahasiwa Universitas Internasional al Mostafa Qom Islamic Republic of Iran

KH Said Aqil Siroj: Yang Mengatakan Maulid Bid'ah Perlu Belajar Agama Lagi

Yang Mengatakan Maulid BidMenurut Kantor Berita ABNA, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan, kelahiran Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan istilah Maulid Nabi merupakan peristiwa besar yang perlu dikenang dan diperingati oleh umat Islam di seluruh dunia.
Ia menyampaikan taushiyahnya di hadapan habib, tokoh masyarakat Betawi dan ratusan jamaah yang menghadiri peringatan Maulid Nabi di Masjid Jami’ Al-Ilyas, Kampung Pulo Nangka Barat, Jakarta Timur, Ahad (20/1) malam. Masjid ini merupakan bagian dari Pondok Pesantren Al-Kenaniyah yang saat ini dipimpin oleh KH Hambali Ilyas.
Menurut Kang Said, panggilan akrab KH Said Aqil Siroj, Nabi Muhammad dilahirkan di tengah dunia yang jahiliyah. Di sebelah barat ada kerajaan Romawi, dan di sebelah timur ada kerajaan Persia. Mereka bisa dikatakan maju dalam hal pengetahuan tapi jahiliyah atau bodoh dalam hal akhlak.
“Romawi memperlakukan budak lebih hina dari binatang. Para budak diadu sebagai gladiator. Ketika ada yang mati mereka bersorak gembira. Sementara orang Persia memperlakukan perempuan sangat rendah. Kalau ada anak perempuan lahir langsung dibunuh. Anak bisa mengambil ibunya sendiri untuk dinikahi jika ayahnya mati,” kata Kang Said. 
Peringatan atas anugerah kelahiran Nabi Muhammad SAW bisa dilakukan dengan membaca shalawat sebanyak-banyaknya sembari mengingat kembali dan mencontoh berbagai teladan beliau, terutama akhlak yang mulia.
Menurut Kang Said, peringatan Maulid Nabi merupakan sunnah taqririyah. Disampaikannya, ada tiga macam sunnah atau hadits nabi. Pertama berupa perkataan nabi (qouliyah). Kedua berupa perbuatan nabi (fi’liyah). Sementara sunnah taqririyah adalah perbuatan sahabat yang diketahui oleh nabi dan dibenarkan oleh beliau.
“Ada orang memuji-muji nabi dengan syair, mengagungkan nabi, dan beliau tidak melarang. Beliau malah menghadiahkan selimut tidurnya kepada orang tersebut; yakni selimut bergaris yang disebut sebagai burdah,” kata Kang Said sembari bercerita panjang lebar tentang Abu Said Al-Busiri dan shalawat Burdahnya.
Kang Said yang dikenal sangat kuat hapalannya itu sempat memukau hadirin saat melantunkan berbagai macam shalawat berikut nama pengarang dan tahun kelahiran dan wafatnya, serta merunut silsilah Nabi Muhammad SAW sampai kepada Nabi Adam AS tanpa membaca teks.
Menyikapi beberapa kalangan yang sinis dan mengatakan maulid nabi sebagai amalan bid’ah, Kang Said meminta jamaah untuk tidak usah menghiraukannya. Menurutnya, mereka yang suka mengatakan bid’ah itu biasanya belum belajar ilmu agama secara mendalam.
“Yang mengatakan Maulid Nabi itu bid’ah berarti dia masih perlu belajar agama lagi. Silakan datang ke NU atau belajar lagi di pesantren,” kata kang Said.