Search

Wednesday, January 30, 2013

Menyingkap Hakikat Wahabisme; Pembantaian Massal di Thaif


Sejarah Wahhabi ibarat papan gambar yang memperlihatkan kekerasan dan ekstrimisme. Sejak awal perjanjian yang dibuat antara Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud telah disepakati untuk memperluas ajaran Wahhabi lewat jalan kekerasan dan serbuan ke daerah-daerah dan kota-kota lain. Sejak saat itu, mereka mulai melakukan pembunuhan massal terhadap umat Islam di berbagai daerah. Sepeninggal keduanya, jejak yang sama diikuti oleh anak-anak dan keturunan mereka.



Abdul Aziz, putra Muhammad bin Saud adalah orang yang banyak berjasa membantu menyebaran ajaran Wahhabi lewat serbuannya ke berbagai kota dan ketakutan yang diciptakannya di banyak tempat. Bersama anaknya, Saud, Abdul Aziz menyerang kota-kota yang dianggap suci oleh umat Islam, menghancurkan makam-makam suci dan melakukan pembantaian. Setelah menghancurkan kota Karbala dan makam suci Imam Husein as, pasukan Wahhabi berusaha menyerang kota yang paling suci yaitu Mekah.

Banyak ulama yang meyakini, jika tidak ada kekejian dan kesadisan yang dilakukan Abdul Aziz dan putranya, Saud, baik kekuasaan keluarga Saud maupaun ajaran Wahhabi tidak akan pernah tersebar dan bertahan. Dengan berbekal fatwa yang mengkafirkan orang-orang non Wahhabi, baik Syiah maupun Sunni, dan menghalakan harta dan kehormatan mereka, pasukan Wahhabi pimpinan Abdul Aziz dan Saud menyerang berbagai kota. Sebelum ditemukannya minyak, Wahhabi mendanai pasukannya lewat harta jarahan yang didapatkan dalam serbuan-serbuan itu. Salah satu serbuan Wahhabi yang membuat mereka terkenal adalah serbuan ke Thaif , Mekah dan Madinah.

Setelah menyerang Karbala, pasukan Wahhabi pada tahun 1217 H (1802 M) menyerang kota Thaif di Hijaz. Serangan yang terjadi di zaman Abdul Aziz dan di bawah komando Saud bin Abdul Aziz itu adalah salah satu perang Wahhabi yang paling keji. Jamil Sidqi Zahawqi, penyair dan cendekiawan terkenal Irak mengenai serangan Wahhabi ke Thaif mengatakan, "Salah satu tindakan terkeji Wahhabi adalah pembantaian massal warga Thaif. Mereka tak mengenal belas kasihan terhadap siapa saja. Mereka bahkan tega memotong kepala bayi yang masih dalam dekapan ibunya. Sekelompok orang yang masih belajar al-Quran mereka bunuh. Ketika sudah tidak ada orang yang selamat di rumah-rumah warga, pasukan ini menyerang pertokoan, dan masjid. Mereka membunuh siapa saja yang mereka temukan, bahkan orang-orang yang sedang dalam keadaan ruku dan sujud. Kitab-kitab yang bernilai agung seperti kitab suci al-Quran dan buku-buku hadis seperti Sahih Bukhari dan Muslim (yang merupakan buku hadis paling diakui kesahihannya oleh Ahlussunnah) serta kitab-kitab hadis dan fikih lainnya dibuang ke tengah pasar dan diinjak-injak."

Setelah melakukan kejahatan di Thaif, kelompok Wahhabi menulis surat kepada ulama Mekah dan mengajak mereka untuk mengikuti ajaran Wahhabi.Fadhl Rasul Qadiri dalam kitab Saiful Jabbar menulis, "Ulama Mekah berkumpul di sekitar Kabah untuk membicarakan jawaban atas surat yang dikirim kelompok Wahhabi. Mendadak seorang warga Thaif yang menjadi korban kejahatan pasukan Wahhabi datang ke tengah perkumpulan itu dan menceritakan apa yang terjadi. Di kota Mekah tersebar berita akan rencana serangan pasukan Wahhabi ke kota itu dalam waktu dekat. Berita tersebu membuat warga dicekam rasa takut… Di lain pihak, para ulama dan mufti dari keempat mazhab Ahlussunnah dari Mekah dan kota-kota lainnya yang berkumpul di Mekah untuk melaksanakan ibadah haji sepakat menghukumi Wahhabi sebagai kelompok sesat yang keluar dari Islam. Para ulama itu juga memfatwakan wajib berjihad melawan Wahhabi. Para ulama mendesak penguasa Mekah yang segera mempersiapkan pasukan yang berperang melawan pasukan Wahhabi."

Meski para ulama sepakat melawan pasukan Wahhabi akan tetapi warga Mekah menolak keputusan itu. Di lain pihak, pasukan Saud bin Abdul Aziz telah mengirimkan surat ancaman ke Mekah dan menyeru para peziarah kota itu untuk meninggalkan Mekah dalam tiga hari. Dalam kondisi seperti itu, penguasa Mekah bersama sejumlah ulama mendatangi Saud dan meminta jaminan keselamatan bagi warga Mekah. Saud mengabulkan permintaan itu dan menulis surat yang berisi jaminan keselamatan bagi warga Mekah. Muharram tahun 1218 H (1803 M) Saud memasuki Mekah tanpa perang. Setelah berziarah ke Baitullah, dia mengumpulkan warga Mekah dan mengajak mereka kepada ajaran Wahhabi dan membaiatnya. Selanjutnya dia mengajak warga Mekah untuk bersama-sama pasukannya menghancurkan peninggalan sejarah yang di kota itu.

Setelah menguasai Mekah, pasukan Wahhabi menghancurkan jejak sejarah para pembesar dan tokoh Islam. Kubah yang menghiasi rumah kelahiran Nabi Saw, kubah tempat kelahiran Imam Ali, Siti Khadijah dan Abu Bakar mereka hancurkan. Semua jejak sejarah yang ada di sekitar Kabah dan sumur zamzam juga dihancurkan. Dalam aksi penghancuran itu, pasukan Wahhabi menabuh genderang dan menari-nari gembira. Dr Rifai dalam bukunya, "Nasihati li Ikhwanina al-Wahhabiyyah"atau nasehatku kepada saudara-saudara Wahhabiku, menulis demikian, "Kalian telah merelakan penghancuran  rumah Ummul Mukminin Khadijah al-Kubra, wanita pertama yang dicintai Rasulullah Saw tanpa menunjukkan reaksi apapun. Padahal, rumah itu adalah tempat turunnya wahyu al-Quran… Mengapa kalian tidak takut kepad Allah dan tidak merasa malu kepada Rasulullah?"

Rifai menambahkan, "Kalian menghancurkan tempat kelahiran Rasulullah dan mengubahnya menjadi tempat perdagangan binatang. Berkat upaya orang-orang saleh tempat itu berhasil direbut dari tangan kalian dan diubah fungsi menjadi perpustakaan."

Salah satu tindakan menyakitkan yang dilakukan Wahhabi dan akan selalu dikenang dalam ingatan adalah pembakaran perpustakaan besar ‘al-Maktabah al-Arabiyyah' yang menyimpan 60 ribu buku yang sangat berharga dan lebih dari 40 ribu buku naskah tulisan tangan termasuk peninggalan zaman jahiliyyah, peninggalan yahudi dan kaum kafir Qureisy. Di perpustakaan ini disimpan pula naskah tulisan tangan Imam Ali as, Abu Bakar, Umarbin Khatthab, Khalid bin Walid, Thariq bin Ziyad dan sejumlah sahabat Nabi lainnya. Benda-benda berharga lainnya di dalam perpustakaan itu adalah pedang Rasulullah serta berhala-berhala yang disembah di zaman awal munculnya Islam seperti Latta, Uzza, Manat, dan Hubal. Para sejarahwan memnulis, pasukan Wahhabi membakar dan membumihanguskan perpustakaan besar ini dengan alasan menyimpan simbol-simbol kekafiran.