Saud
bin Abdul Aziz telah dikenal sebagai orang yang sangat bengis dan
kejam. Ketika berhasil menguasai Mekah, dia membunuh banyak ulama Sunni
dan pembesar Mekah tanpa alasan dan kesalahan. Banyak pula yang disiksa
karena mempertahankan akidah dan tak bersedia menerima ajaran Wahhabi.
Laksamana Ayyub Shaburi, pimpinan sekolah tinggi angkatan laut pada
pemerintahan kesultanan Ottoman menulis, "Saud bin Abdul Aziz di awal
pidatonya di hadapan para pemuka Wahhabi mengatakan, "Kita harus
menguasai kota-kota dan desa-desa yang ada untuk mengajarkan hukum dan
akidah kita kepada mereka. Untuk mewujudkan cita-cita ini kita terpaksa
menyingkirkan para ulama Ahlussunnah yang mengaku mengikuti Sunnah Nabi
dan syariat Muhammad, terlebih para ulama yang menonjol dan terkenal.
Sebab, selagi mereka masih hidup, para pengeikut ajaran kiita tidak akan
tenang."
Setelah menguasai Mekah, Saud bin Abdul Aziz
berpikir untuk menyerang dan menguasai kota-kota lain di Jazirah
Arabia. Untuk itu, dia mengerahkan pasukannya ke kota pelabuhan Jeddah.
Ibnu Busyr dalam Tarikh Najdi menceritakan, "Saud tinggal di Mekah
selama lebih dari 20 hari. Dia lalu meninggalkan Mekah dan bergerak ke
arah Jeddah. Kota itupun dikepungnya. Penguasa kota Jeddah menggunakan
meriam untuk mengusir mereka. Banyak prajurit Wahhabi yang tewas.
Akhirnya merekapun melarikan diri. Setelah kekalahan itu, pasukan
Wahhabi tidak kembali ke kota Mekah tetapi pulang ke Najed. Sebab,
mereka mendengar bahwa pasukan dari Iran menyerang Najed. Kesempatan itu
dimanfaatkan untukmerebut kota Mekah dari kekuasaan Wahhabi. Syarif
Ghalib, penguasa Mekah yang sebelumnya melarikan diri ke Jeddah menjalin
kerjasama dengan penguasa Jeddah dengan mengerahkan pasukan besar ke
arah Mekah. Pasukan ini dipersenjatai dengan meriam dan berhasil
mengalahkan pasukan Wahhabi yang berkekuatan kecil. Dan Mekah berhasil
mereka rebut kembali."
Kelompok Wahhabi kembali
berpikir untuk menyerang dan menguasai Mekah sebagai kota paling penting
bagi umat Islam. Tahun 1219 H, Saud kembali mengirimkan pasukan Wahhabi
untuk mengepung kota Mekah. Kondisi kota itu semakin memburuk karena
kekurangan bahan makanan. Banyak orang yang meninggal karena kelaparan.
Saud memerintahkan pasukannya untuk menutup jalur yang menghubungkan
Mekah dengan dunia luar. Mereka membunuh siapa saja yang melarikan diri
dan keluar dari Mekah.
Sejarah menyebutkan adanya
banyak anak yang meninggal dunia dan jenazah mereka tak bisa
dikuburkan. Dalam kondisi yang sulit seperti itu, Syarif Ghalib terpaksa
membuat perjanjian damai dengan pasukan Wahhabi. Perjanjian itu dibuat
tahun 1219 H. Setelah perjanjian dibuat dan pasukan Wahhabi berhasil
menguasai Mekah, Syarif Ghalib memperlakukan mereka dengan baik dan
memberikan hadiah-hadiah mewah kepada mereka demi melindungi keselamatan
jiwanya dan warga Mekah. Pemimpin Wahhabi membuat keputusan untuk
melarang pelaksanaan ibadah haji bagi warga Irak selama empat tahun,
bagi warga Syam selama tiga tahun dan bagi warga Mesir selama dua tahun.
Setelah Mekah, Saud bin Abdul Aziz melirik kota Madinah. Warga Madinah
melakukan perlawanan sengit terhadap Wahhabi karena ajarannya yang
ekstrim dan sesat. Akan tetapi setelah kota Madinah dikepung selama satu
setengah tahun, pada tahun 1221 H (1806) kota suci inipun jatuh ke
tangan kaum Wahhabi. Keberhasilan menguasai kota tesuci kedua ini mereka
manfaatkan untuk menjarah khazanah komplek makam suci Nabi Saw dan
menebar ketakutan di tengah warga dan umat Islam. Meski demikian pasukan
Wahhabi tidak menghancurkan makam ini karena mengkhawatirkan reaksi
keras kaum muslimin. Menurut catatan sejarah di kota ini pasukan Wahhabi
menjarah empat peti yang penuh dengan perhiasan dan permata yang sangat
berharga, empat tempat lilin yang dihiasi dengan zamrud dan permata
yang bersinar, serta seratus bilah pedang yang dihiasi emas, permata dan
yagut.
Usai menaklukkan kota itu dan menjarah
kekayaan yang ada, Saud bin Abdul Aziz mengumpulkan warga Madinah di
masjid Nabawi dan mengatakan, "Wahai warga Madinah, kalian telah
mencapai ajaran Islam yang sempurna seperti firman Allah "Hari ini
Akusempurnakan untuk kalian agama kalian", dan kini kalian telah membuat
Allah ridha kepada kalian. Tinggalkan ajaran para leluhur kalian dan
jangan pernah menyebutnya dengan kebaikan. Jangan kalian kirimkan ucapan
rahmat untuk mereka karena mereka mati dalam keadaan syirik."
Saud bin Abdul Aziz dalam setiap serbuannya selalu melakukan
pembantaian massal. Kekejian dan kejahatannya telah menggetarkan hati
rakyat dan para penguasa Arab. Kondisi yang mencekam itu membuat orang
tak berani melakukan ibadah haji. Penguasa Madinah yang mengkhawatirkan
keselamatan diri dan warga memilih untuk berdamai dengan kelompok
Wahhabi dan menuruti perintah mereka menghancurkan makam-makam para imam
suci di Baqi'. Diapun mengakui ajaran Wahhabi sebagai mazhab resmi
kawasan Hijaz. Keadaan yang sudah sedemikian buruk itu membuat para
pembesar Hijaz mengirimkan surat kepada Sultan Ottoman untuk
memberitahukan bahaya Wahhabi yang semakin kuat. Mereka mengingatkan
bahwa Wahhabi tak akan puas dengan apa yang didapatkannya di Jazirah
Arab dan berambisi menguasai seluruh negeri Muslim.
Kesultanan Ottoman yang berkuasa di negeri-negeri Islam seperti Hijaz,
Yaman, Mesir, Palestina, Syam dan Irak memerintahkan penguasa Mesir
untuk memerangi Wahhabi. Saat itu, Saud bin Abdul Aziz yang berusia 66
tahun meninggal dunia karena penyakit kanker. Dan kekuasaan beralih ke
tangan putranya yang bernama Abdullah. Penguasa Mesir, Mohamamd Ali
Pasha segera melaksanakan perintah Sultan dan mengirimkan pasukan untuk
memerangi Wahhabi. Setelah terlibat serangkaian perang, pasukan Mesir
berhasil mengalahkan pasukan Wahhabi dan membebaskan Mekah, Madinah dan
Thaif dari tengan mereka. Para pemimpin Wahhabi berhasil ditangkap dan
dikirim ke markas kekuasaan Ottoman di Turki. Kemenangan ini disambut
dengan suka cita oleh umat Islam. Meski demikian kelompok Wahhabi belum
sepenuhnya musnah.
Muhammad Ali Pasha menjadikan kota
Mekah sebagai markas besarnya. Setelah menangkap penguasa Mekah dan
mengasingkannya, dia kembali ke Mesir. Tak lama kemudian dia mengirimkan
pasukan ke Najed yang dipimpin salah seorang sanak keluarganya bernama
Ibrahim Pasha. Pasukan ini mengepung kota Dir'iyyah, markas Wahhabi dan
terlibat pertempuran sengit dengan pasukan Wahhabi. Keunggulan alat
tempurnya membuat pasukan Mesir berhasil menundukkan Dir'iyyah. Abdullah
bin Saud pun ditangkap bersama orang-orang dekatnya. Mereka dibawa ke
Turki. Setelah diarak di berbagai kota, Abdullah bin Saud dan
orang-orangnya pun dieksekusi. Peristiwa itu disambut dengan suka cita
di berbagai kota dan negeri Muslim.
Ibrahim Pasha
menetap selama sembilan bulan di Dir'iyyah. Dia kemudian memerintahkan
kota itu untuk dikosongkan dan dihancurkan. Ibrahim membunuh banyak
keluarga dan keturunan Muhammad bin Abdul Wahhab dan keluarga Saud atau
mengasingkan mereka supaya tak ada lagi Wahhabi dan aliran sesat ini di
muka bumi. Sultan Ottoman kemudian menunjuk Muhammad Ali Pasha sebagai
penguasa kawasan Najed dan Hijaz. Dengan demikian, Wahhabi berhasil
dibumihanguskan pada tahun 1234 H (1881 M). Sejak saat itu sampai
seratus tahun kemudian tak ada yang tersisa dari aliran Wahhabi.
Keceriaanpun kembali menyinari wajah umat Islam karena kekuasaan
keluarga Saud dan Wahhabi yang bengis dan beringas berhasil dihancurkan.