Search

Wednesday, February 13, 2013

Rahasia dan Keagungan Bismillah


Setiap negara memiliki bendera sebagai simbol dan identitas negara tersebut. Setiap manusia – sebagaimana negara – juga punya identitas dan pengenal masing-masing. Setiap orang biasanya dikenal dengan ideologi, perilaku, dan tindak tanduknya di tengah masyarakat. Dari sana akan terlihat jelas bentuk panji yang ia usung dan ajaran yang ia adopsi sebagai pedoman hidupnya. Pada dasarnya, bendera yang dikibarkan oleh setiap individu akan memperjelas identitas dan jati dirinya, sekaligus menyingkap kredibilitas dan kapasitasnya.



Kata Bismillah al-Rahman al-Rahim (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) juga merupakan simbol pesan-pesan Tuhan dan dapat disebut sebagai panji Ilahi. Orang yang menjalin ikatan batin dengan kalimat Bismillah al-Rahman al-Rahim, maka ia telah bernaung di bawah panji Ilahi dan berlindung kepadanya. Pribadi seperti ini akan memperoleh kredibilitas dan otoritas dari pemilik panji tersebut. Ia berada dalam lindungan Ilahi dan mendapatkan penghormatan khusus di tengah semua makhluk Tuhan. Individu seperti itu juga tidak akan pernah mengalami kesulitan dan kegundahan dalam hidupnya.

Sejak zaman dulu sudah menjadi tradisi di tengah umat manusia bahwa ritual-ritual penting selalu dimulai dengan menyebut nama para pembesar mereka untuk mendapat berkah darinya. Umpamanya, para penyembah patung atau berhala, mencari berkah dengan nama atau dengan kehadiran para kepala negara. Akan tetapi, Dzat yang lebih besar di antara segala sesuatu yang besar adalah Allah Swt, di mana kehidupan segala sesuatu yang hidup ini bermula dari-Nya. Para Nabi as juga mengajarkan umatnya untuk menyebut nama Tuhan ketika ingin memulai sesuatu. Manusia diminta menggantungkan harapan dan nasibnya kepada Dzat yang Abadi, Maha Agung, dan Maha Bijaksana.

Umat Islam sangat dianjurkan untuk selalu menyebut nama Tuhan untuk memulai sesuatu, karena hal itu memiliki dampak besar bagi kesuksesan pekerjaannya. Dalam sebuah hadis, Rasul Saw bersabda, "Setiap pekerjaan penting jika tidak dimulai dengan Bismillah (menyebut nama Allah), maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)." Membaca Bismillah dalam setiap aktivitas bermakna meminta pertolongan dan bantuan dari Allah Swt. Dengan kata lain, kita memulai aktivitas dengan menyebut nama Tuhan sekaligus meminta pertolongan kepada-Nya agar dimudahkan dan mendapat berkah.

Mengharapkan pertolongan Allah Swt dalam setiap kegiatan akan menumbuhkan optimisme dan membakar semangat dalam diri kita. Hal itu juga akan mendorong kita untuk bekerja keras dan tidak berputus asa sekalipun menghadapi masalah besar. Selain itu, ucapan Bismillah akan membuat kita ikhlas dan pekerjaan kita juga akan terhindar dari noda dan pesimisme. Hubungan seperti ini dengan Sang Pencipta akan menghadirkan ketenangan batin dan kedamaian jiwa manusia.

Kata Bismillah merupakan perintah kepada manusia bagaimana mereka harus memulai setiap pekerjaannya. Rahmat Allah Swt yang luas dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hambanya (Bismillah al-Rahman al-Rahim) menjadi sebab pentingnya melakukan setiap aktivitas dengan menyebut nama Tuhan. Melakukan pekerjaan dengan nama Allah Swt pada hakikatnya menjadi modal untuk menarik lebih banyak rahmat Sang Pencipta. Hasil dari menjalankan perintah ini adalah menjadikan pekerjaan yang dilakukan manusia sempurna dan bernilai spiritual.

Bismillah al-Rahman al-Rahim merupakan bukti paling jelas untuk mengingat Allah Swt dalam setiap keadaan. Tak heran jika seluruh surat al-Quran dimulai dengan menyebut nama Allah Swt dan mendorong manusia untuk menyandarkan harapan kepada-Nya demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Kata Bismillah yang terdapat di setiap awal surat al-Quran bertujuan untuk mengingatkan manusia bahwa seluruh ajaran dan perintah Tuhan bersumber dari rahmat-Nya. Hanya surat al-Taubah yang tidak diawali dengan kata Bismillah, sebab kandungan surat ini menceritakan tentang kemurkaan Tuhan terhadap hamba-hamba yang ingkar.

Ada 114 surat dalam al-Quran, semuanya diawali dengan Bismalah, kecuali surat al-Taubah. Menurut Ubay bin Kaab, surat al-Taubah tanpa Bismalah karena ia didekatkan dengan surat al-Anfal. Yang satu berkisah tentang orang-orang yang menepati janji dan kisah tentang perjanjian-perjanjian, sedangkan yang kedua bercerita tentang orang-orang yang melanggar janji. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa ayat itu turun untuk menunjukkan "lepasnya" perlindungan Allah Swt dan Rasulnya dari orang-orang kafir dan musyrik. Dengan tiadanya perlindungan itu, maka dilarang bagi selain orang yang beriman untuk tawaf dan berputar di sekitar rumah Allah Swt.

Surat al-Taubah adalah surat yang sangat keras dan ditujukan untuk orang-orang kafir. Oleh karena itu, ia tidak diawali dengan nama Allah Swt yang maha kasih maha sayang. Kata baraah di awal surat juga menunjukkan sebuah aksi melepaskan diri dari perilaku orang-orang musyrik dan zalim. Ketika menafsirkan kata Bismillah, Imam Hasan al-Askari as berkata, "Barang siapa yang tidak memulai urusan dengan basmalah, Allah akan menguji dia dengan sesuatu yang tak disukainya."

Mengawali aktivitas dengan ucapan Bismillah al-Rahman al-Rahim dapat menumbuhkan dan melindungi pemikiran tauhid dalam diri manusia. Imam Jakfar Shadiq as berkata, "Setiap pekerjaan yang tidak dimulai dengan Bismillah tidak akan sampai pada kebaikan." Nabi Saw bersabda, "Doa yang tidak dimulai dengan Bismillah akan tertolak."

Islam mengajarkan kepada kita agar pekerjaan-pekerjaan kita, baik kecil maupun besar, makan dan minum, tidur dan bangun, bepergian dan menaiki kendaraan, berbicara dan menulis, kerja dan usaha, dan seterusnya hendaknya kita mulai dengan menyebut nama Allah Swt (Bismillah). Jika seekor binatang disembelih tanpa menyebut nama Allah Swt, maka kita dilarang memakan daging binatang tersebut. Kata Bismillah tidak terbatas pada agama Islam saja. Menurut ayat-ayat al-Quran, kapal Nabi Nuh as juga memulai pelayarannya dengan kalimat Bismillah. Begitu juga surat Nabi Sulaiman as kepada Ratu Balqis. Bismillah adalah sebuah ayat lengkap, dan bagian dari surat al-Fatihah.

Bismillah merupakan sumber berkah dan jaminan bagi setiap aktivitas, juga merupakan tanda tawakkal kepada Allah Swt dan permohonan bantuan dari-Nya. Kata Bismillah memberi warna ketuhanan kepada setiap pekerjaan dan menyelamatkan aktivitas-aktivitas manusia dari bahaya syirik dan riya. Orang yang mengucapkan Bismillah berarti telah menyandarkan dirinya kepada kekuatan tak terbatas dan lautan rahmat Ilahi yang tak bertepi.

Adapun mengenai dua sifat Tuhan, rahmaniah dan rahimiah dalam Bismillah al-Rahman al-Rahim adalah untuk menjelaskan rahmat Ilahi. Namun, dengan mencermati penggunaan kedua sifat ini dalam al-Quran dapat dipahami bahwa rahmaniah berhubungan dengan semua makhluk, sementara rahimiah hanya terbatas pada manusia. Dengan demikian, sifat rahimiah Allah menyinggung rahmat khusus Ilahi yang diberikan kepada umat manusia.

Abdullah bin Sinan berkata, "Aku bertanya kepada Imam Jakfar Shadiq as tentang makna Bismillah al-Rahman al-Rahim. Imam menjawab, Ba dari kata Bismillah menunjukkan kebaikan Allah Swt. Huruf Sin menunjukkan ketinggian Allah. Mim menyebutkan keagungan Allah." Sebagian meriwayatkan bahwa Mim mengisyaratkan kerajaan Allah dan Dia sebagai sesembahan segala sesuatu. Rahman mengacu pada rahmat Allah kepada semua alam dan rahim adalah rahmat Allah yang terbatas pada orang-orang Mukmin.

Ismail bin Mahran mengatakan, "Imam Ali Ridha as berkata, Bismillah al-Rahman al-Rahim lebih dekat pada Ism Adham Allah (nama agung Allah) ketimbang hitamnya mata ke putihnya." Hasan bin Faddhal berkata, "Aku bertanya kepada Imam Ridha as tentang Bismillah. Beliau kemudian menjawab, ‘Makna dari ucapan orang yang mengatakan Bismillah, merupakan satu dari tanda-tanda penghambaan kepada Allah yang kutanamkan pada dirinya." Abu Said Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Rahman mengacu pada rahmat Allah yang luas mencakup dunia dan akhirat, sementara rahim mengacu pada rahmat Allah di akhirat."

Musibah dan Kesulitan, Bukti Cinta Allah swt


Ayatullah Murtadha Muthahhari dalam sebuah ceramahnya berkata, “salah seorang di antara wanita islam yang menjadi kebanggaan dunia adalah Zainab al-Kubra as. Sejarah memperlihatkan bahwa berbagai kejadian berdarah dan musibah yang tidak ada bandingannya yang terjadi pada peristiwa Karbala, telah menjadikan Zainab tak ubahnya menjadi sepotong baja yang telah ditempa. Zainab yang keluar dari Madinah tidak sama dengan Zainab yang kembali dari Syam ke Madinah. Zainab yang kembali dari Syam adalah Zainab yang lebih berkembang dan telah kokoh.[i]

     Dalam pembicaraan di atas, Syahid Murtadha Muthahhari ingin menjelaskan bahwa musibah dan kesulitan merupakan pendongkrak kekuatan tersembunyi kita, serta penyuci jiwa dan akhlak kita. Imam Ali as berkata, “sesungguhnya manakala Allah mencintai seorang hamba, niscaya Allah akan menenggelamkan hamba tersebut ke dalam berbagai musibah dan kesulitan.”[ii]
 
        Pertanyaannya, mengapa Allah membuktikan cinta-Nya dengan cara menenggelamkan seorang hamba ke dalam lautan musibah dan kesulitan? Dengan kata lain, apa efek dan pengaruh dari musibah dan kesulitan? Pertanyaan ini akan terjawab ketika kita mengetahui filsafat musibah dan kesulitan.

Filsafat Musibah dan Kesulitan

       Pengaruh dari musibah dan kesulitan bukan hanya menjelaskan substansi jiwa manusia. Artinya, musibah tidak hanya menampakkan dan menjelaskan hakikat jiwa kita yang sebenarnya. Kesulitan bukanlah ‘timbangan’ yang hanya memberi tahu seberapa berat dan berisi jiwa kita. Lebih dari itu, musibah dan kesulitan mempunyai pengaruh menyempurnakan, mengganti, dan mengubah. Musibah dan kesulitan mampu membuat jiwa kita lebih peka, menciptakan kedewasaan, serta menghilangkan kelemahan. Musibah dan kesulitan mampu menghilangkan karat dalam hati kita. Keduanya dapat membuat sesuatu yang lemah menjadi kuat, yang rendah menjadi tinggi, dan yang mentah menjadi matang.
              
     Ketika menggambarkan filsafat musibah dan kesulitan yang bersifat konstruktif ini, Mawlawi Rumi memberi contoh berikut:

“Ada seekor binatang yang bernama musang, yang justru dengan luka pukulan kayu dia menjadi lebih gemuk
Hingga Anda memukulnya dengan kayu, maka dia menjadi lebih gemuk dari luka pukulan kayu itu
Jiwa seorang mukmin pun tidak ubahnya seperti musang dalam keyakinan, yang mana dengan berbagai kesulitan justru menjadi lebih gemuk dan kuat. Oleh karena itu, kesulitan yang menimpa para nabi jauh lebih banyak daripada kesulitan yang menimpa seluruh makhluk yang ada di alam ini

     Supaya dengan begitu jiwa mereka lebih besar dan kuat dibandingkan jiwa-jiwa yang lain.” Alhasil, filsafat dari musibah dan kesulitan bukan hanya mengukur berat dan derajat sesuatu, namun juga menambah berat dan meninggikan derajat sesuatu. Oleh karena itu, ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan menenggelamkan hamba tersebut dalam lautan musibah dan kesulitan.

      Inilah yang menyebabkan mengapa sayyidah Zainab binti Ali as yang keluar dari Madinah berbeda dengan sayyidah Zainab yang kembali dari Syam menuju Madinah. Sayyidah Zainab ketika keluar dari Madinah belum ditempa dengan kesulitan dan musibah seperti yang dirasakannya di Karbala. Setelah sayyidah Zainab melihat dengan mata kepala sendiri perlakuan kejam umat islam terhadap keluarganya, hati dan jiwa mulai ditempa. Puncaknya, beliau diarak dalam keadaan dirantai dan kehausan menuju Syam. Setelah fisik dan jiwa sayyidah Zainab ditenggelamkan oleh Allah dalam musibah dan kesulitan, beliau telah berubah menjadi wanita yang lebih kuat, lebih tegar, dan lebih mulia. Sejarah membuktikan bahwa ceramah-ceramah sayyidah Zainab mampu membuat kalang kabut Yazid yang terkenal masa bodoh itu, mampu membungkan lidah-lidah tajam ulama bayaran bani Umayyah, serta mampu menyadarkan umat islam atas apa yang sebenarnya terjadi di Karbala.



[i] Ceramah Ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan, hal. 210, Murtadha Muthahhari, penerbit Lentera.)

[ii] Nahjul Balaghah, hikmah ke-90