Tahun
lalu dalam pertemuan dengan para tokoh perjuangan Palestina tahun lau,
Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali
Khamenei menjelaskan transformasi di kawasan dan isu Palestina. Pada
kesempatan itu beliau menegaskan, Allah telah berkehendak bahwa di
kawasan ini akan lahir Timur Tengah baru, yaitu Timur Tengah yang
Islami.
Berkenaan dengan transformasi terkini
di Mesir, Situs Kantor Penerangan dan Dokumentasi Karya Ayatullah
al-Udzma Khamenei menerbitkan sebuah kumpulan pandangan Rahbar dalam
edisi khusus. Edisi khusus tersebut pada bagian ini membicarakan soal
kebangkitan Islam.
Bangsa di Timur Tengah Membenci Amerika
Kita sekarang berada dalam situasi yang benar-benar krusial. Jika saya
hendak memaparkan klaim dan persepsi saya soal ini - dalam kesempatan
yang terbatas ini mungkin saya tak sempat mengajukan argumentasi, tapi
yang jelas saya memiliki argumentasi- maka saya harus menjelaskan bahwa
kekuatan-kekuatan arogan dunia sedang mengerahkan segenap upayanya untuk
melumpuhkan gerakan Islam yang kini termanifestasi dalam Republik
Islam. Dalam banyak kasus mereka sudah mengalami kebuntuan total. Jurus
yang paling mereka andalkan di tengah isu-isu global dan polarisasi yang
mereka lakukan di Timteng yang notabene kawasan paling vital di muka
bumi ini sudah berantakan, atau minimal sudah sangat lemah dan tidak
dapat diandalkan lagi.
Semoga Allah Swt merahmati
Almarhum Syeikh Husain Lankarani, ulama sekaligus politisi kawakan. Pada
sekitar tahun 1974-1975 atau mungkin sebelumnya, beliau mengumpamakan
rezim despotik Pahlevi seperti orang yang bertengger di atas kubah besar
sambil memegang kantung yang terbuat dari kain sutera berisi
biji-bijian buah walnut (sejenis kenari). Salah satu sudut kantung itu
bocor sehingga bijian walnut berhamburan satu persatu di permukaan
kubah. Dia mencoba bergerak meraih bijian yang berserakan tapi
gerakannya justru membuat bijian yang lain berjatuhan dan dia masih
tetap ingin bertahan di atas kubah. Padahal seandainya ada di bawah dan
di atas permukaan tanah yang rata dia akan dapat dengan mudah meraih dan
mengumpulkan lagi bijian yang berjatuhan.
Menurut
hemat saya, kekuatan hegemonik dunia sekarang mengalami kondisi serupa
ketika berhadapan dengan gerakan Islam. Mereka tidak memiliki pijakan
kaki yang kuat sebab sebagian besar trik propaganda mereka yang semula
kokoh kini sudah rapuh. Masyarakat di AS sendiri sekarang gusar
menyaksikan eskalasi lobi Zionisme di negara ini. Ketidakpuasan ini
terjadi secara gradual di AS yang notabene basis gerakan Zionis dan
sarang para raksasa kapitalias Zionis. Rezim AS tentu saja sudah
berusaha memperkatat ruang gerak rakyatnya dengan trik baru, yaitu
menyibukkan publik dengan urusan kehidupan sehari-hari sehingga publik
tak sempat berbuat banyak dalam soal ini. Meski begitu, kekecewaan itu
tetap saja mengemuka. Data kita tentang ini sangat akurat. Di
negara-negara Eropa juga demikian, meskipun polanya berbeda. Sedangkan
di negara-negara Islam tentu sudah jelas, apalagi di Timur Tengah.
Alhasil, kebencian dan bahkan rasa muak terhadap rezim AS dan para
cs-nya di dunia sudah mewabah di tengah bangsa-bangsa dunia. Seperti
perumpamaan tadi, wabah ini tak dapat mereka atasi, walaupun mereka
sudah bersusah payah untuk mengatasinya.
(
Cuplikan Pidato Rahbar di Depan Anggota Basij Dewan Sains Universitas Iran, 23 Juni 2010)
Mereka Tak Mampu Meluruskan Kondisi
Kita sudah semakin kuat dibanding kondisi tiga dekade yang lalu. Kita
sudah lebih berpengalaman dan matang. Kemampuan kita juga semakin
tinggi. Sementara, kubu lawan semakin lemah. Dulu, seluruh dunia
arogansi berbaris dalam satu front untuk melawan Iran. Saat itu, Iran
benar-benar tidak memiliki ruang sedikitpun untuk beristirahat. Itulah
kondisi pada dekade awal revolusi Islam. Uni Soviet saat itu adalah satu
kekuatan besar dunia, bukan hanya sebuah negara tapi sebuah negara
serikat yang meliputi banyak negara. Pusatnya adalah kawasan ini
tepatnya Rusia hari ini. Kawasan Eropa Timur seluruhnya berada di
tangannya. Tak hanya itu, Uni Soviet juga menguasai sebagian besar
negara Afrika dan Amerika Latin, juga sebagian negara di benua Asia.
Blok kekuatan ini bermusuhan dengan Republik Islam Iran. Saat itu, untuk
pengadaan senjata konvensional saja tidak ada tempat yang bisa kita
datangi. Artinya, tidak ada negara yang bersedia menjual senjata
konvensional misalnya tank kepada kita. Waktu itu saya menjabat sebagai
presiden dan untuk keperluan itu saya berkunjung ke Yugoslavia. Mereka
nampak akrab dan ramah saat menjamu, namun bagaimanapun kita berusaha
membujuk untuk menjual senjata konvensional kepada kita mereka tidak
bersedia. Padahal secara lahirnya, Yugoslavia termasuk anggota Gerakan
Non Blok, bukan masuk dalam Blok Timur atau Barat. Meski demikian,
mereka tidak mau menjual senjata kepada kita. Negara-negara yang lain
lebih parah lagi.
Di pihak lain, ada Blok Barat yang
iconnya adalah Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Prancis yang saat ini
rajin menebar propaganda terhadap kita, saat itu menyuplai pesawat
‘mirage' dan ‘super standar' kepada lawan kita untuk digunakan menyerang
kita. Artinya, kejahatan yang mereka lakukan terhadap kita zaman itu
lebih besar dibanding saat ini. Jika sekarang para petinggi Jerman
-misalnya Kanselir Jerman atau petinggi lainnya di negara itu-
melontarkan pernyataan yang menyudutkan kita, saat itu mereka menyuplai
Saddam dengan senjata-senjata kimia bahkan membuatkan pabrik senjata
kimia untuk rezim Baath. Artinya, permusuhan mereka waktu itu lebih
terbuka dan lebih aktif.
Kondisinya sekarang sudah
jauh berbeda. Mereka sudah tidak bisa lagi melakukan cara-cara
permusuhan seperti dulu. Bukannya mereka sudah berubah baik tapi tidak
ada peluang lagi. Dari hari ke hari, bangsa yang besar ini semakin kuat
dan matang. Masalah yang penting ini sudah disadari oleh Barat. Mereka
merasa hegemoni dan kekuasaannya di Dunia Islam semakin rapuh. Jika dulu
mereka merasa bebas melakukan apa saja di negara-negara Islam dan Arab
tanpa ada halangan apapun, kini gerak langkah mereka terhenti. Gelombang
kebangkitan Islam bahkan telah memaksa mereka untuk mengubah strategi,
dan itupun sulit mereka lakukan. Di sebagian negara yang rezimnya secara
nyata bergantung kepada Barat, ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan
pemerintah di sana terlihat jelas. Ada upaya untuk mengubah strategi
supaya ada jalan keluar, tapi mereka tidak menemukan kecuali jalan
buntu. Demikianlah kondisi Dunia Barat saat ini.
(
Cuplikan Pidato Rahbar dalam Pertemuan dengan Dewan Ahli Kepemimpinan, 16 September 2010)
Tidak Intervensi dalam Urusan Negara Lain
Satu poin cemerlang lagi dalam khittah Imam Khomeini ialah
universalitas kebangkitan beliau. Beliau memandang kebangkitan dan
revolusi ini sebagai gerakan universal yang berkaitan dengan seluruh
umat manusia, khususnya umat Islam. Beliau selalu konsisten pada prinsip
ini. Ini sama sekali bukan dalam konteks intervensi urusan internal
negara-negara lain dimana kita memang tidak mungkin akan melakukannya.
Ini juga bukan berarti ekspor revolusi ala kaum imperialis yang juga
tidak akan kita lakukan dan kita memang bukan ahlinya. Sebaliknya, makna
dari semua ini ialah berkah dari kebangkitan penuh rahmat ini harus
tersebar ke seluruh penjuru dunia, yakni berkah yang sekiranya
bangsa-bangsa dunia dapat memahami kewajiban mereka, dan umat Islam
dapat menyadari bagaimana dan ada di mana identitas mereka.
(
Cuplikan Khutbah Jumat Rahbar Pada Hari Haul ke-21 Imam Khomeini (RA), 4 Juni 2010 M)
Langkah-Langkah Umat Islam yang Mantap
Luasnya gelombang kebangkitan Islam di dunia hari ini adalah hakikat
yang meniupkan kabar gembira akan hari esok yang baik bagi umat Islam.
Sejak tiga dekade silam, geliat kebangkitan yang agung ini telah
terlihat dengan kemenangan revolusi Islam dan pembentukan pemerintahan
Repulik Islam. Sejak saat itu, umat Islam terus bergerak maju, menerjang
setiap rintangan yang menghadang dan menaklukkan barak demi barak.
Kian pelik dan sistematisnya modus permusuhan kubu arogansi dan
upayanya dalam melawan Islam dengan dana raksasa, adalah bukti lain dari
kemajuan yang dicapai ini. Propaganda musuh dalam skala luas untuk
menebar Islamophobia, tindakan mereka yang tergesa-gesa untuk
menciptakan perselisihan antara kelompok-kelompok Islam dan menyulut
sentimen madzhab, upaya mereka dalam mengobarkan permusuhan antara Syiah
dan Sunni, langkah mereka dalam menebar perseteruan antara
negara-negara Islam serta usaha memperuncing perselisihan yang ada dan
mengubahnya menjadi permusuhan dan konflik yang tak berkesudahan,
pengerahan badan-badan intelijen dan spionase untuk menyuntikkan
kebobrokan dan amoralitas di tengah kaum muda, semua itu menunjukkan
reaksi kepanikan mereka menghadapi gerakan yang mantap dan langkah umat
Islam yang kokoh menuju ke arah kesadaran, kemuliaan dan kebebasan.
(
Cuplikan dari Pesan Rahbar untuk Hujjaj di Musim Haji Tahun 1431 Hijriyah)
Ekspor Revolusi
Kita tidak merencanakan untuk mengekspor revolusi. Sebab ekspor
revolusi ini terjadi secara langsung dan sudah terwujud. Anda
menyaksikan bawha hari ini kecenderungan dan keimanan kepada Islam telah
hidup kembali di seluruh penjuru dunia. Anda menyaksikan pula
kebangkitan bangsa-bangsa Muslim di kawasan utara Afrika, Timur Tengah,
dan seluruh penjuru timur dan barat Dunia Islam. Demikian juga
kecenderungan para pemuda di negara-negara Islam kepada keindahan agama
dan al-Qur'an. Semua itu menunjukkan bahwa revolusi Islam ini sudah
terekspor sejak awal kelahirannya. Kita bukan berpikir untuk mengekspor
revolusi di tahun 14 usianya. Revolusi ini sudah terekspor sekali dan
sekaligus. Ketika revolusi ini menang dan berita serta daya tariknya
menjadi sorotan dunia, apa yang mesti terjadi sudah terjadi saat itu.
Dan itulah yang tidak kalian maukan. Itu pula yang membuat kalian
berang. Kalian tidak bisa berkutik dan tidak ada yang bisa berbuat
apa-apa. Sebab, masalahnya sudah terlambat.
(
Cuplikan dari khutbah Idul Fitri 24 Maret 1993)
Masa Depan Milik Umat Islam
Padahal pada masa ketika revolusi Islam menang, Israel di mata
pemerintah dan negara-negara Islam, khususnya bangsa Arab, dipandang
sebagai rezim yang tak terkalahkan. Hal inilah yang membuat rezim Zionis
kini mengetepikan slogan Israel Raya dari Nil hingga Eufrat dan lantas
melupakannya. Bangsa-bangsa Muslim -dari Afrika hingga Asia timur-
berlomba memikirkan pembentukan sebuah negara dan pemerintahan Islam
dengan berbagai format yang tidak mesti sama dengan format Republik
Islam milik kita. Namun yang jelas mereka memikirkan kedaulatan Islam di
negara mereka. Sejumlah negara berhasil, dan sebagian sedang menantikan
masa depan yang cerah lewat gerakan Islam yang mereka lakukan.
(
Cuplikan dari Pidato Rahbar pada Peringatan Haul Imam Khomeini RA ke-20, 4 Juni 2009)
Amerika Versus Kekuatan Kubu Islam
Amerika menyadari tak akan punya tempat di masa depan dunia Islam.
Karena itu, untuk mencegah kesadaran Islam berubah menjadi gerakan
revolusioner, AS melakukan tindakan antisipasi. Dengan berbagai cara,
mereka berusaha untuk memperlambat terjadinya apa yang sudah pasti
terjadi pada bangsa-bangsa di dunia. Baru-baru para pejabat Amerika
mengakui, jika AS tidak mengagresi Irak, rezim Saddam sudah pasti
tumbang di tangan orang-orang Irak yang mukmin dan Muslim. Jika itu
terjadi, AS tidak akan mendapat bagian. Itulah yang mereka cemaskan.
Sikap reaktif itu disebabkan oleh kecemasan mereka akan akibat dari
kebangkitan umat di Dunia Islam. Apa yang dilakukan Amerika bukan
menunjukkan kekuatannya, tapi sebagai reaksi atas kekuatan di kubu
Islam, serta kebangkitan dan kesadaran Islam yang mereka saksikan.
(
Cuplikan dari pidato Rahbar di Haram Imam Khomeini RA 4 Juni 2005)(IRIB Indonesia / Khamenei / SL)