Search

Wednesday, December 19, 2012

Obama dan Joe Biden Pelaku Kejahatan Perang


ObamaJurnalis peraih penghargaan "Jurnalis Investigasi Amerika" mengatakan, Presiden AS Barack Obama dan Wakil Presiden Joe Biden harus menghadapi dakwaan melakukan kejahatan perang atas kebijakan mereka melanjutkan perang di Afghanistan dan Irak.

Dave Lindorff, salah satu jurnlis dan kontributor situs Press TV, mengutip pakar hukum internasional Francis Boyle yang mengatakan bahwa Presiden Obama dan pemerintahannya terlibat dalam "konspirasi kejahatan yang sedang berlangsung di bawah hukum internasional" baik untuk menutupi dan melindungi penjahat seperti pendahulunya, George W. Bush.

Dikatakannya, Bush dihukum di sebuah pengadilan di Malaysia, Kuala Lumpur, awal bulan ini atas dakwaan kejahatan perang sehubungan dengan invasi AS Irak dan Afghanistan.

"Di Konvensi Jenewa, selalu gagal mengambil tindakan untuk mengadili mereka yang bersalah atas kejahatan perang," tulis Lindorff.

Amerika Serikat dan sekutunya menginvasi Afghanistan pada tahun 2001 sebagai bagian dari perang Washington melawan terorisme.

Menurut Lindorff Presiden Obama adalah pelaku dan penjahat perang yang menyalahi Piagam "PBB dan prinsip-prinsip Nuremberg.

Sayyid Ali Al-Sistani: Gak ada beda Hakiki antara Syiah dan Sunni


Dalam suatu kesempatan pertemuan ulama Ahlus Sunnah dan Syiah di Najaf, Irak, Ayatullah Sayyid Ali Al-Sistani, marja' tertinggi di Irak, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan hakiki antara Ahlus Sunnah dan Syiah, dan mengatakan bahwa beliau adalah pelayan bagi seluruh rakyat Irak.

Beliau menambahkan: "Saya mencintai semuanya, dan agama (Islam) ini adalah cinta. Saya heran bagaimana musuh-musuh bisa memecah-belah di antara (penganut) mazhab-mazhab Islam."
Kemudian beliau melanjutkan: "Pertemuan-pertemuan seperti ini diperlukan dan bermanfaat. Dari pertemuan-pertemuan semacam ini semua dapat memahami bahwa tidak ada perbedaan-perbedaan hakiki di antara mazhab-mazhab Islam. Beberapa perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Syiah dalam masalah-masalah fiqih ternyata ada juga dalam satu mazhab yang sama."

Lantas beliau menandaskan: "Penganut Syiah harus membela hak-hak sosial dan politik penganut Ahlus Sunnah sebelum penganut Ahlus Sunnah melakukannya sendiri."
Beliau menambahkan: "Perkataan kita haruslah berisi ajakan kepada  persatuan. Saya selalu sampaikan jangan kalian mengatakan mereka (penganut Ahlus Sunnah) adalah saudara-saudara kita Ahlus Sunnah, tapi katakan bahwa kami adalah juga Ahlus Sunnah. Saya mendengarkan khutbah-khutbah Jum'at dari penganut Ahlus Sunnah lebih banyak daripada khutbah-khutbah Jum'at dari kalangan Syiah. Kita juga tidak boleh membedakan antara warga Arab dan Kurdi. Karena Islam telah mempersatukan kita semuanya.

Beliau menjelaskan bahwa dalam pembahasan-pembahasan fiqih beliau selalu menunjukkan fatwa-fatwa imam Ahlus Sunnah. "Kita dipersatukan dengan satu Ka'bah, satu shalat dan satu puasa. Saat beberapa penganut Sunni mengatakan kepada di zaman rezim (Saddam) yang lalu bahwa dia telah menjadi penganut Syiah, saya tanyakan apa alasannya. Dia mengatakan bahwa alasannya adalah wilayah (kecintaan dan ketaatan) pada Ahlul Bait. Maka saya jawab: "Imam-imam Ahlus Sunnah juga membela wilayah Ahlul Bait."
Beliau melanjutkan bahwa kuburan-kuburan massal dari korban-korban pembantaian (Saddam) juga berisi penganut Ahlus Sunnah sebagaimana juga penganut Syiah. "Saya bersama semua yang menuntut hak-hak mereka."