Search

Thursday, January 17, 2013

Menyingkap Hakikat Wahabisme, Penyerangan Kota Karbala dan Najaf


Telah disinggung bagaimana dalam ajarannya Muhammad bin Abdil Wahhab menganggap umat Islam selain golongannya sebagai kaum Kafir, Musyrik dan pelaku bidah. Dengan alasan itu, dia mengikrarkan perang melawan mereka. Dengan bantuan Muhammad bin Saud, penguasa Dir'iyyah, dia membentuk pasukan yang terdiri atas warga Najed dan sekitarnya untuk menyerang desa-desa dan kota-kota lainnya. Serbuan tanpa mengindahkan perikemanusiaan itu diwarnai dengan pembantaian dan penjarahan besar-besaran.
Muhammad bin Abdil Wahhab tak hanya mengkafirkan umat Islam pada umumnya, tetapi juga mengkafirkan sejumlah ulama besar Ahlussunnah. Misalnya, meski mengaku sebagai pengikut mazhab Hanbali, namun dia juga mengkafirkan Ahmad bin Hanbal, imam mazhab Hanbali. Alasannya, Ahmad bin Hanbal pernah menulis buku yang menjelaskan tata cara berziarah ke makam Imam Husein as di Karbala dan apa yang mesti dilakukan peziarah di sana. Padahal, menurut Ibnu Abdil Wahhab ziarah ke makam-makam yang disucikan oleh umat Islam secara itu adalah perbuatan syirik. Karena itu pemikiran itulah dia menghalalkan darah para peziarah dan harta mereka.

Sepanjang sejarah Islam selalu saja ada kelompok yang berpikiran dangkal dalam memahami Islam yang dibarengi dengan sikap jumud dan fanatisme buta. Kelompok-kelompok seperti selalu ada meski dalam perkembangannya di setiap periode selalu mengalami pasang naik dan surut yang dipicu oleh faktor-faktor sosial dan politik. Di zaman itu, Muhammad bin Abdil Wahhab muncul dengan ajarannya yang ekstrim. Berbekal bantuan dan dukungan Muhammad bin Saud, dia menebar ketakutan di tengah umat Islam untuk menyebarkan ajarannya. Meski demikian, sejak awal, ajaran Wahhabisme ditentang keras oleh para ulama Islam.

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Mekah dan salahg seorang ulama Hijaz terkemuka dalam kitab tarikhnya menulis, "Di masa hidup Muhammad bin Abdil Wahhab, tahun 1165 H, sejumlah ulama Wahhabi datang ke Mekah untuk bertemu dan berdialog dengan para ulama Mekah. Dalam pertemuan itu, mereka mengemukan apa yang menjadi keyakinan Wahhabiyah dan para ulama Mekah menjawab mereka dengan pandangan yang kritis dan argumentatif. Para ulama Mekah menolak pandangan para ulama Wahhabi itu yang bertentangan dengan Sunnah Nabi Saw dan ayat-ayat al-Quran. Mendengar penjelasan dari ulama Wahhabi, para ulama Mekah menyebut akidah dan ajaran mereka sesat dan tidak berdalil. Saat itu, hakim kota Mekah mengeluarkan perintah untuk memenjarakan para ulama Wahhabi tersebut. Sebagian ditangkap dan sebagian lainnya melarikan diri."

Peristiwa serupa terjadi lagi pada tahun 1195 H (1781 M) ketika para ulama Wahhabi kota Dir'iyyah, pusat pemerintahan keluarga Saud dan markas utama gerakan Wahhabisme, datang ke kota Mekah untuk bertemu dengan para ulama kota itu. Setelah mendengar penjelasan dari para ulama Wahhabi, ulama Mekah mengeluarkan fatwa yang mengkafirkan Wahhabiyah. Para ulama Dir' iyyah itupun diusir dari Mekah dan para pengikut Wahhabiyah dilarang berziarah ke Baitullah dan melaksanakan haji. Yang menjadi pertanyaan adalah untuk tujukah apakah Dir'iyyah mengirimkan sekelompok ulama Wahhabi ke Mekah? Jawabannya, mungkin bisa difahami dari ambisi kelompok Wahhabi untuk menguasi kota yang paling disucikan oleh umat itu. Jika itu terjadi, orang-orang Wahhabi bisa menjadikannya sebagai sentral kegiatan agama dan memaksa umat Islam mengikuti ajaran sesat ini.

Sebelum berkenalan dengan Muhammad bin Abdil Wahhab, Muhammad bin Saud tak lebih dari pemimpin satu kabilah kecil bernama ‘Unaizah di Najed. Perkenalan dan perjanjiannya yang dibuat dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, membuat pengaruhnya semakin besar dan wilayah kekuasaan semakin luas. Dengan bekal kekuatan dan kekuasaannya, dia mengerahkan pasukan untuk menyerang kabilah-kabilah lain di Najed dan menjarah harta para korban agresinya. Tahun 1179 H (1765 M) setelah berkuasa selama 30 tahun, Muhammad bin Saud meninggal dunia dan posisinya digantikan oleh anaknya yang bernama Abdul Aziz. Dengan melanjutkan perjanjian kerjasama dengan Muhammad bin Abdil Wahhab, Abdul Aziz memperluas kekuasaan dengan menyerang berbagai kota sampai berhasil menguasai sebagian besar wilayah Jazirah Arabia.

Tahun 1207 H (1793 M), Muhammad bin Abdil Wahhab tutup mata di usia 96 tahun. Setelah kematian pendiri Wahhabiyah itu, penyebaran ajaran ini dilanjutkan oleh anak-anak dan cucunya. Salah satu cucu Ibnu Abdil Wahhab yang banyak menulis tentang ajaran Wahhabisme adalah Abdul Latif. Para penerus imam Wahhabiyah dalam buku-buku mereka menafsirkan dan menjelaskan panjang lebar tentang ajaran yang diwariskan oleh Muhammad bin Abdil Wahhab kepada mereka.

Salah satu kejahatan terbesar yang dilakukan pasukan Wahhabi yang menggetarkan hati setiap insan yang berhati nurani adalah serangan ke kota Karbala di Irak yang diwarnai penghancuran makam Imam Husein dan pembantaian massal warga sipil. Tahun 1216 H (1801 M), Saud bin Abdil Aziz, cucu Muhammad bin Saud mengerahkan bala tentara besar dengan kekuatan 20 ribu prajurit dari kabilah-kabilah Najed bersenjata lengkap untuk menyerang Karbala. Setelah sempat mengepung Karbala, pasukan besar itu masuk secara paksa ke kota tersebut . Saat itu Karbala adalah kota ziarah terkenal yang menjadi tumpuan ziarah bagi para pencinta Imam Husein dari Irak, Iran, Turki dan negara-negara Arab lainnya.

Saud bin Abdul Aziz memerintahkan pasukannya untuk membunuh para prajurit pengawal kota, warga dan para peziarah Imam Husain yang disebutnya kafir. Pembunuhan itu terjadi dalam bentuknya yang sangat keji. Tak ada yang selamat dari pembantaian itu kecuali mereka yang melarikan diri atau bersembunyi di tempat yang aman. Sejarah menyebutkan bahwa pasukan Wahhabi membunuh sedikitnya lima ribu orang di kota Karbala. Pasukan Najed lebih lanjut menyerbu makam suci Imam Husein dan menghancurkannya lalu menjarah emas, perak dan kekayaan yang ada di komplek pemakaman suci itu.

Tragedi Karbala memicu reaksi luas dari dunia Islam dan menimbulan gelombang protes terhadap Wahhabisme. Banyak penyair yang menggubah bait-bait syair untuk mengenang peristiwa tragis dan penistaan terhadap makam Imam Husein as. selama 12 tahun, kelopok Wahhabi dan pasukannya beulang kali menyerang Karbala dan daerah-daerah sekitarnya termasuk kota Najaf yang juga menjadi sasaran serangan dan penjarahan besar. Allamah Sayid Jawad Amoli yang menjadi saksi sejarah serangan kaum Wahhabi ke Karbala mengatakan, "Pasukan Saud bin Abdul Aziz menyerang haram Imam Husein as pada tahun 1216 H (1801 M). Banyak pria dan anak-anak yang mereka bantai dalam serbuan itu. Mereka menjarah kekayaan warga dan melakukan pengerusakan yang keji terhadap Haram yang mulia dan hanya Allah yang mengetahui besarnya kejahatan yang mereka lakukan."

Kekejian pasukan Saud bin Abdul Aziz melahirkan gelombang kebencian terhadap Wahhabi. Akhirnya pada tahun 1218 H, seorang Muslim Syiah membunuh ayah Saud yang bernama Abdul Aziz pada usia 83 tahun.

Tahun 1220 H (1805 M) Saud kembali mengerahkan pasukannya dengan sasaran kota Najaf al-Asyraf dan makam Imam Ali bin Abi Thalib as. Namun mereka tertahan dan terpaksa mundur setelah menghadapi perlawanan sengit dari warga setempat yang dipimpin oleh para ulama. Para sejarahwan menulis, warga, para pelajar agama dan ulama termasuk Allamah Kasyiful Ghitha bahu membahu mempertahankan kota suci ini dari serbuan pasukan Wahhabi. Bahkan disebutkan, rumah kediaman Allamah Kasyiful Ghitha menjadi markas mobilisasi massa dan gudang senjata.

Ulama pejuang ini memerintahkan warga dan pelajar agama untuk menahan serangan para agresor di pintu-pintu masuk kota. Beliau juga menempatkan sejumlah orang untuk mengambil posisi pertahanan di menara-menara kota Najaf untuk menahan serangan pasukan Saud bin Abdul Aziz yang berjumlah 15 ribu orang. Mengenai serangan ke Najaf, Ibnu Busyr menulis, "Tahun 1220 H, Saud dengan bala tentara yang berjumlah besar bergerak menuju ke arah kota Najaf di Irak. Mendekati pintu kota itu, pasukan ini ditahan oleh parit yang luas dan lebar. Tak ada jalan bagi pasukan ini untuk melewati parit tersebut. Sejumlah prajurit Wahhabi tewas terkena peluru yang ditembakkan dari dalam kota. Mereka akhirnya mundur dan melakukan penjarahan di desa-desa sekitar."

Sebagaimana yang sudah dijelaskan, para tokoh aliran Wahhabisme dengan mengangkat slogan yahng terdengar manis yaitu kembali kepada ajaran murni Islam, justreru melakukan pembantaian massal terhadap warga Muslim yang tak berdosa. Padahal, ayat-ayat suci al-Quran dan ajaran murni Islam memerintahkan umat ini untuk bersatu dan saling mengasihi. Sejarah ibarat cermin yang menunjukkan kepada kita gambaran kebaikan dan keburukan yang terjadi di masa lalu supaya manusia yang berakal dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya.

No comments:

Post a Comment