Search

Sunday, December 23, 2012

Moral, Mutiara yang Hilang di Barat

Tragedi penembakan di Sekolah Dasar Sandy Hook di Newtown, Connecticut dan tewasnya puluhan anak yang tak berdosa menggemparkan masyarakat dunia.  Meski peristiwa-peristiwa seperti ini telah sering terjadi di Amerika, namun tragedi tragis tersebut tetap mengejutkan semua orang dan seakan-akan mereka tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.



Adam Lanza, 20 tahun, yang diduga menderita kelainan jiwa, menerobos masuk ke SD Sandy Hook Connecticut, 62 mil di timur laut kota New York, pada Jumat pagi, 14 Desember 2012, dan menembak ke arah murid-murid dan guru sekolah tersebut secara membabi buta. 26 orang termasuk 20 anak umur 5-7 tahun tewas. Pelaku pun akhirnya bunuh diri di dalam kompleks sekolah itu. Sebelum melakukan aksi sadis ini, pelaku terlebih dahulu menembak mati ibunya sendiri yang juga guru di SD Sandy Hook.

Kejahatan tersebut mendapat kecaman keras dari berbagai pihak. Namun, peristiwa semacam ini akan seperti tragedi-tragedi serupa sebelumnya di mana tanpa adanya perubahan dalam undang-undang Amerika insiden itu akan dilupakan dan peristiwa serupa terulang kembali.

Menurut para pemerhati, terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab insiden penembakan berulang di Amerika, di antaranya, karena kebebasan memiliki senjata dan kekerasan yang disebarkan media. Adanya banyak toko senjata di Amerika juga memudahkan masyarakat untuk mengakses dan membelinya. Dalam radius sekitar 10 mil dari SD Sandy Hook saja terdapat 36 toko penjual berbagai jenis senjata yang setiap saat melayani pembeli.

Berbagai peristiwa tragis di Amerika dalam beberapa tahun lalu mengungkapkan adanya ketidakberesan di dalam masyarakat negara ini seperti kelainan atau gangguan mental.  Pada tanggal 16 April 2007, seorang pria bersenjata menembak 32 orang di kampus Universitas Virginia Tech. Para korban tewas adalah mahasiswa kampus itu, sebagian besar di antaranya tengah mengikuti kuliah. Horor itu berakhir setelah pelaku menembak dirinya sendiri, sehingga korban tewas menjadi 33 orang.

Pada tahun 2009, seorang pekerja, 28 tahun, dengan mengendarai mobil di Kota Alabama, AS, menembak secara membabi buta dan menewaskan 10 orang. Bulan Desember 2007, seorang pria berusia 20 tahun menembak sembilan orang hingga tewas dan lima orang lainnya terluka di sebuah pusat perbelanjaan di Omaha, Nebraska. Dan pada  tangal 20 Juli 2012 , seorang pria bernama James Eagan Holmes, 24 tahun, menembak sejumlah penonton yang sedang menyaksikan film Batman berjudul "The Dark Knights Rises" di Bioskop Aurora, Colorado. Selain menembakkan senjata, ia juga melemparkan tabung gas ke arah penonton. Akibatnya, 12 orang tewas, dan 71 orang terluka di mana tiga di antaranya warga negara Indonesia. Selain kasus-kasus tersebut masih banyak insiden penembakan lain yang terjadi di Amerika selama beberapa tahun ini.


Dewasa ini, dunia mengalami dekadensi moral dan perlahan nilai-nilai moral pun terkikis dan hilang. Beruntung jika para pemikir dan cendekiawan segera menyadarinya dan mengevaluasi masalah sosial secara mendalam dan berupaya mencari solusinya.  Moral dan nilai-nilainya seperti sebuah permata yang sangat berharga di mana semua orang baik agamis maupun tidak menggunakannya. Peran akhlak dapat disaksikan dalam politik, ekonomi, sains dan teknologi serta perilaku indivu dan sosial.

Indikator moral dapat menunjukkan sehat dan sakitnya masyarakat, bahkan standarisasi moral dapat menimbang benar dan salahnya kebijakan sebuah pemerintahan. Oleh sebab itu, dominasi moral dalam sebuah peradaban menyebabkan langgeng dan stabilnya peradaban itu. Jika moral dalam peradaban perlahan menghilang maka kemungkinan keruntuhan peradaban itu akan semakin besar.

William J. Bennett pada tahun 1994 mempublikasikan sebuah buku berjudul "The Index of Leading Cultural Indicators." Dalam buku ini, ia menyebutkan berbagai data yang menunjukkan bahwa antara pertengahan dekade 1960-an hingga awal dekade 1990-an, kondisi sosial di Amerika memburuk bahkan mengerikan. Bennett mengatakan, meski masyarakat Amerika dari sisi materi lebih baik dari sebelumnya, namun mereka hidup dalam kemiskinan moral yang mengerikan.

Krisis moral tersebut meningkat pada tahun-tahun berikutnya, bahkan pada dekade 1990-an setiap dari tiga bayi Amerika, satu dari mereka lahir di luar nikah. Keluarga single parent dan anak-anak terlantar, dan merebaknya budaya kekerasan yang dipromosikan di berbagai film seperti film kartun, sinema, dan game-game komputer telah menambah kerusakan moral dan ganguan psikologis di masyarakat Barat.

Pada pertengahan dekade 1960-an, James Coleman dalam sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kasus-kasus seperti anak yang tidak mempunyai orang tua akibat kejahatan dan hamil di luar nikah yang dialami oleh gadis-gadis yang baru menginjak dewasa serta masalah-masalah sosial lainya banyak berkaitan dengan keluarga keturunan Amerika-Afrika.

Bagi para sosiolog, amat jelas bahwa banyaknya anak-anak terlantar akan mendorong kemungkinan semakin meningkatnya kejahatan di antara remaja. Dalam sebuah buku berjudul "Pendidikan dalam keluarga single parent" yang diterbitkan pada tahun 1994,  dua sosilog ternama menyimpulkan bahwa  pendidikan dalam keluarga single parent tidak stabil dan berhubungan langsung dengan berbagai penyakit sosial dan psikologis. Amat disayangkan bahwa keluarga-keluarga seperti ini meningkat pesat di Barat. Namun yang lebih tragis lagi adalah legalisasi pernikanan sejenis dan adopsi anak di sebagian negara Barat akan memiliki konsekuensi lebih buruk bagi anak-anak tersebut.


Banyak pemikir meyakini bahwa kejahatan dan masalah-masalah sosial lainya di Barat lebih disebabkan karena kebijakan salah pemerintah dan transformasi budaya. Sejak rasionalitas murni dijadikan pelita hidup di Barat, mereka mulai memadamkan rambu-rambu lainnya serta mengabaikan petunjuk cahaya moral dan spiritual.

Tentu saja, anugerah akal dan pemikiran merupakan salah satu keutamaan moral. Dengan kata lain, salah satu sifat mulia moral adalah manusia bertindak berdasarkan akal. Meski demikian, untuk meraih kehidupan sejahtera tidak hanya cukup dengan akal. Sejumlah cendekiawan Barat dengan menegaskan hal ini meyakini bahwa sumber kemerosotan moral di Amerika dikarenakan mereka menggantikan posisi agama dengan humanisme sekuler dan rasionalisme murni.

Teoretikus Amerika, Francis Fukuyama menilai munculnya kemerosotan moral di masyarakat Barat disebabkan runtuhnya nilai-nilai sosial. Menurutnya, akar keruntuhan ini akibat transformasi yang terjadi dalam ekonomi dan teknologi. Ia meyakini bahwa transformasi yang dimulai sejak dekade 1960-an itu telah mengguncang nilai-nilai moral dan menggerogoti infrastruktur utama keluarga.

Fukuyama menjelaskan bahwa pada dekade 1950-an pondasi inti keluarga hanya terbentuk dari ayah, ibu dan anak. Penghasilan suami diberikan untuk anak dan istri. Suami bekerja dan istri di rumah mendidik anak. Transformasi ekonomi dan tersedianya berbagai kesempatan baru bagi perempuan, mendorong sebagian besar mereka untuk masuk ke dunia kerja. Hal ini menyebabkan struktur keluarga hancur. Perempuan kemudian terlepas dari ketergantungannya kepada laki-laki dan laki-laki pun bebas dari belenggu tanggung jawab keluarga.

Para sosiolog telah menawarkan berbagai solusi supaya masyarakat Barat mampu keluar dari kebuntuan kekerasan dan kejahatan. Poin terpenting terkait ini adalah penyebaran nilai-nilai dan keutaman manusia serta spiritualitas di mana fokus utamanya adalah keluarga.Pengamalan ajaran agama menjadi poin penting lain di mana ajaran agama memberikan petunjuk dengan gamblang kepada manusia tentang kehidupan yang sejahtera.

Pada intinya, ketika nilai-nilai luhur moral diabaikan dan kekerasan serta kejahatan terus dipromosikan maka kondisi sosial masyarakat Barat yang dipenuhi dengan kekerasan dan pembunuhan tidak akan berubah. Untuk itu, nilai-nilai luhur moral sejak dini harus diajarkan kepada anak-anak dan generasi penerus supaya kelak tidak akan mengabaikannya dan selalu menjunjung tinggi serta mengamalkannya.

No comments:

Post a Comment