Search

Thursday, January 10, 2013

Kebudayaan dan Peradaban Islam; Periode Jahiliah dan Mekah



Allah Swt dalam surat an-Nahl ayat 36 berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا

 الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ 

عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا

 كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (36)


 "Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)."

Kota suci Mekah sejak dahulu kala selalu menjadi saksi kehadiran para nabi di muka bumi ini. Berdasarkan data sejarah, orang-orang Arab meyakini agama tauhid setelah diutusnya Nabi Ibrahim. Akan tetapi dengan berlalunya waktu, mereka menyimpang dari ajaran Nabi Ibrahim dan meyakini khurafat. Menurut sebagian besar pakar sejarah, keyakinan orang-orang Arab setelah diutusnya Nabi Ibrahim hingga munculnya agama Islam yang diemban oleh Rasulullah Saw, adalah agama yang diajarkan Nabi Ibrahim as yang menghormati haji dan tawaf di Kabah. Akan tetapi ajaran itu disimpangkan, yang kemudian masyarakat setempat lebih cenderung menyembah berhala. Meski demikian ada kelompok-kelompok yang tetap mempertahankan ajaran murni Nabi Ibrahim as. Abdul Muthalib adalah salah satu tokoh Arab yang tetap konsisten dengan ajaran Nabi Ibrahim as.

Para sejarah membagi sejarah Arab menjadi tiga periode. Periode Sheba (Saba') dan Hemyar adalah sebuah periode yang berkaitan dengan masa kuno sejarah Arab. Setelah itu tiba periode Jahiliah yang dimulai dari abad keenam masehi. Masa Jahiliah itu berakhir dengan masuknya periode Islam. Periode Islam pun bertahan hingga kini.

Pembagian sejarah Arab juga dilakukan berdasarkan geografi dan ras. Berdasarkan geografi dan ras, Arab terbagi menjadi dua kelompok; Qahthani dan Adnani. Dengan kata lain, ada kelompok penduduk kota dan badui. Pada dasarnya, sejarah Arab kuno saling berkaitan dengan akar sejarah bangsa Iran, India, Mesir dan Yunani.

Bangsa Arab sebelum masuknya Islam, dikenal di bidang syair dan sastra. Budaya sastra dan syair melebur di tengah masyarakat, bahkan menjadi perhatian luar biasa semua khalayak. Arab badui sangat menyukai sastra bahkan mereka membentuk lingkaran-lingkaran dan kelompok untuk mendengar syair-syair Arab terbaru. Pasar-pasar Arab seperti Ukaz adalah tempat kumpul masyarakat dan sastrawan. Masyarakat dari berbagai kabilah saling berbangga-bangaan dengan menyampaikan syair-syair karyanya.

Disebutkan dalam sejarah bahwa sastra di masa itu sangat berpengaruh kuat bahkan diceritakan bahwa bila seorang penyair menyampaikan pujian kepada orang yang tak dikenal, maka orang itu tiba-tiba akan dikenal dan mulia dalam sekejap. Akan tetapi sebaliknya bahwa seorang penyair ketika menjatuhkan orang yang punya kedudukan, maka saat itu juga, orang yang berkedudukan itu akan hina di hadapan semua orang. Ini menunjukkan bahwa sastra di masa itu sangat berpengaruh kuat. Pada intinya, sastra dan syair pada masa sebelum Islam menjadi masalah yang benar-benar menyedot perhatian masyarakat.

Untuk mengenal lebih masa sebelum munculnya Islam, kita akan membahas sekilas periode Jahiliah. Sebelum munculnya Islam disebut sebagai masa Jahiliah. Pada masa itu, praktik-praktik Jahiliah dan keberingasan benar-benar merata. Selain itu, tidak ada aturan atau nabi di negeri Arab untuk membimbing manusia. Negeri Arab, khususnya Hijaz, adalah padang luas yang kering. Orang-orang badui di masa itu hidup di padang yang kering kerontang. Sebagian besar waktu mereka juga digunakan untuk mencari air. Kondisi sulit dan kehidupan keras di masa itu membentuk karakter khusus bagi bangsa Arab. Karena kondisi sulit itu, banyak orang Arab yang kehilangan karakter mulianya.

Sejarah Arab badui banyak diliputi dengan perang. Pada masa itu dikenal dengan istilah "Ayyamul Arab." Pada umumnya, perang di masa itu terjadi karena perselisihan dan pertikaian terkait binatang dan padang rumput. Fanatisme adalah salah satu karakter menonjol Arab.

Di masa itu, konflik sering terjadi, bahkan karena masalah kecil, perang bisa berlangsung hingga bertahun-tahun. Lebih dari itu, masyarakat di masa Jahiliah sama sekali tidak menganggap perempuan sebagai makhluk yang mulia. Mereka malah beranggapan bahwa perempuan adalah sumber kehinaan. Bahkan dalam sejarah disebutkan bahwa mereka tega mengubur anak perempuan dalam kondisi hidup-hidup untuk menutupi rasa malu. Bangsa Arab juga meyakini bahwa kaum perempuan tidak dapat menerima warisan, bahkan mereka dianggap seperti barang yang bagian dari warisan.

Allah Swt dalam surat An-Nahl ayat 58-59 berfirman;

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ 

أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59)

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.

Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.

Rasulullah Saw diutus di tengah masyarakat Jahiliah untuk menyampaikan berita kebahagiaan. Masyarakat Arab di masa itu benar-benar tertinggal. Untuk itu, masyarakat Arab tidak termasuk dalam kekuatan yang diperhitungkan dunia. Akan tetapi setelah kehadiran Rasulullah Saw, masyarakat Arab mengalami perubahan dalam waktu singkat baik dari sisi keyakinan, budaya maupun peradaban.

Setelah diutus menjadi Rasulullah, Muhammad Saw menjelaskan prinsip-prinsip agama Islam selama 13 tahun di Mekah. Dakwah selama bertahun-tahun tidak menghasilkan kondisi untuk membentuk pemerintahan dan membangun peradaban baru. Kondisi politik di Mekah berlandaskan pada sistem kelompok dan suku. Ada kemungkinan kondisi politik rasialis ini yang menyebabkan tertutupnya jalan Rasulullah Saw untuk membangun peradaban baru. Untuk itu, Rasulullah Saw melakukan hijrah ke Madinah.

Dalam sistem politik Mekah, jabatan dibagi bukan berlandaskan kepiawaian, kebijaksanaan dan kekuatan, tapi bertumpu pada tradisi dan warisan orang-orang terdahulu. Oleh karena itu, kapabilitas untuk membentuk peradaban yang cemerlang benar-benar tertutup. Selain itu, letak geografi Mekah juga menjadi faktor lain. Kondisi inilah yang membuat pemeritah Islam pertama tidak dapat dibentuk di Mekah. Meski Mekah saat itu adalah sebuah kota, tapi pada dasarnya, masyarakat di kota itu kehilangan solidaritas.

Dari sisi lain, masyarakat Mekah adalah para pedagang yang selalu berpikir untung dan rugi. Adapun masyarakat Madinah adalah para petani dan pekerja keras yang bersedia mengemban kesulitan orang lain. Selain itu, masyarakat Mekah merasa nyaman di sebelah Kabah yang juga didukung dengan tradisi-tradisi Jahiliah. Kondisi inilah yang membuat masyarakat Mekah kompak mempertahankan tradisi-tradisi Jahiliah dan kota Mekah.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Rasulullah Saw memutuskan berhijrah ke Madinah. Pada awalnya, Rasulullah berhijrah ke Taif, tapi masyarakat itu malah menyikapi Rasulullah dengan tindakan-tindakan tidak terpuji. Rasulullah akhirnya memilih Madinah sebagai tujuan berhijrah. Hijrah ke Madinah itu dilakukan setelah Baiat Aqabah yang merupakan baiat dengan sekelompok masyarakat Madinah. Kondisi politik di Madinah mendorong Rasulullah Saw untuk membentuk pemerintah pertama Islam.

No comments:

Post a Comment