Search

Friday, December 7, 2012

Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, Syahid Behehsti (Bagian Pertama)


Salah seorang tokoh yang sangat berpengaruh pada Revolusi Islam di Iran adalah Ayatullah Dr Sayid Mohammad Hosseini Beheshti. Pandangannya yang tajam dan mendalam, pemikirannya yang kreatif dan bijak serta kematangannya dalam memimpin diakui oleh semua orang. Beheshti adalah tokoh yang selalu menaruh perhatian kepada kelompok generasi muda. Mengenai tokoh pejuang dan telah mempersembahkan pemikiran, umur dan jiwanya untuk revolusi Islam ini, Ayatullah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Kalbu dan hati serta seluruh wujud Syahid Beheshti dipenuhi oleh cinta dan kepedulian untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada generasi muda revolusi."

Sayid Mohammad Hosseini lahir di tengah keluarga yang taat dan agamis pada tahun 1928 M. Ayahnya adalah seorang ulama di kota Isfahan yang dikenal peduli dengan keadaan rakyat dan suka membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Sementara ibunya adalah sosok wanita mukminah yang berasal dari keluarga terhormat. Sejak usia empat tahun, Sayid Mohammad sudah belajar agama di sebuah pengajian yang lazim disebut ‘Maktab' untuk mempelajari al-Quran. Setelah bisa membaca al-Quran, dia mulai belajar menulis dan tata bahasa. Kecerdasannya yang luar biasa mengundang decak kagum guru-guru dan orang-orang sekitarnya. Saat berusia tujuh tahun, dia dimasukkan ke sekolah dasar. Berkat kepandaiannya, dia sebenarnya berhak untuk duduk langsung di kelas enam. Tapi karena faktor usia yang masih sangat belia, pengurus sekolah memasukkannya ke kelas empat.

Jenjang pendidikan dasar dengan cepat ia selesaikan. Di tingkat sekolah menengah atas, Sayid Mohammad yang menonjol sebagai pelajar terbaik mulai belajar bahasa Perancis. Tahun 1941, seiring dengan pengasingan Reza Khan, Raja Iran yang dikenal anti Islam, keadaan dalam negeri relatif membaik dan kesempatan untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam semakin terbuka. Saat itu, Sayid Mohammad Hosseini yang masih berusia 14 tahun memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah dan beralih ke pusat pendidikan agama Islam yang disebut hauzah ilmiah. Dia masuk ke sekolah Sadr. Dengan ketekunan luar biasa yang dibarengi dengan kecerdasan yang mengagumkan, dia menyelesaikan jenjang pendidikan 10 tahun hanya dalam tempo empat tahun.

Banyak orang mengagumi dan menyenanginya bukan hanya karena kecerdasan dan kepandaian, tapi juga karena dia dikenal penyantun dan berbudi pekerti luhur. Oleh karena itu dia disegani dan dihormati oleh kawan-kawan dan guru-gurunya. Sayid Mohammad Hosseini Beheshti selalu merasakan dahaga akan ilmu. Dia tidak membatasi diri dengan ilmu-ilmu hauzah. Untuk meningkatkan pengetahuannya akan pemikiran Barat, dia mempelajari bahasa Inggris. Padahal, di zaman itu jarang ada santri dan pelajar agama yang menguasai bahasa Inggris. Setelah menguasai bahasa ini, dia berpindah ke pusat pendidikan agama di kota Qom.

Di Qom, Sayid Mohammad Hosseini berguru kepada sejumlah ulama terkemuka seperti Ayatullah Imam Khomeini, Ayatullah Boroujerdi dan Allamah Thabathabai. Jenjang pendidikan kelas tinggi pun berhasil diselesaikannya dengan cepat dan diapun mencapai derajat ijtihad. Di antara semua gurunya, Imam Khomeinilah yang paling dikagumi dan dicintainya. Kecintaan itulah yang membuatnya mengiringi langkah Imam dalam perjuangan Revolusi Islam. Meski berstatus ulama, dia membuka kelas khusus untuk mengajar bahasa Inggris. Dari mengajar bahasa Inggris itulah, dia bisa membiayai hidupnya. Selain belajar dan mengajar, Sayid Mohammad Hosseini Beheshti juga aktif melakukan tablig secara berkelompok. Dia bercerita, "Tahun 1947, setahun setelah masuk ke kota Qom, saya bersama Ayatullah Muthahhari dan beberapa kawan lainnya yang jumlahnya mencapai 18 orang, menyusun program tabligh ke kota-kota dan desa-desa terpencil untuk menyebarkan ajaran Islam. Program ini berjalan dua tahun lamanya."

Bersama dengan pendidikan hauzah, Sayid Beheshti juga melanjutkan sekolah umum dan berhasil menyelesaikan sekolah menengah atas. Berbekal ijazah itu, dia meneruskan pendidikan di Universitas Tehran Fakultas Teologi. Setiap minggunya, Beheshti harus pergi ke Tehran yang berjarak sekitar 140 km dari kota Qom. Kesulitan itu tidak mampu memadamkan tekadnya yang menggelora di dalam dada. Tahun 1951, Sayid Mohammad Hosseini berhasil meraih gelar sarjana. Dia terus belajar sampai ke jenjang doktoral jurusan filsafat di Universitas Tehran. Tapi gelar doktoral tak berhasil ia dapatkan karena aktivitasnya di medan tablig dan perjuangan politiknya. Namun akhirnya, pada tahun 1974, Beheshti berhasil mengajukan dan mempertahankan desertasinya sehingga gelar doktoralpun berhasil ia raih.

Selain belajar dan mengajar, Syahid Beheshti terlibat aktif dalam kegiatan politik dan budaya. Tahun 1950 ketika rakyat Iran melakukan gerakan nasionalisasi industri yang dipimpin Dr Mosaddegh dan Ayatullah Kashani, Sayid Mohammad Beheshti ikut terlibat mendukung gerakan ini dengan cara berpidato di banyak tempat menentang imperialisme. Tapi tak lama kemudian, gerakan pimpinan Mosaddegh ini kandas meski minyak berhasil dinasionalisasi. Kegagalan itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Beheshti. Dia kini menyadari, tanpa organisasi yang rapi, popularitas ulama saja tidak cukup untuk mengalahkan imperialisme di dalam negeri. Sejak saat itulah, Beheshti membentuk gerakan yang terorganisir dengan mengerahkan para pemuda. Bersama para ulama pejuang lainnya Beheshti mengkader para pemuda untuk misi Revolusi Islam.

Di zaman itu, rezim Shah di Iran tengah menjalankan program liberalisasi yang tujuannya mengubah masyarakat Iran menjadi masyarakat bercorak Barat. Dengan demikian secara perlahan, Islam akan tergeserkan dari kehidupan di negara ini. Untuk melawan agenda rezim, Beheshti mendirikan sekolah menengah atas di kota Qom bernama sekolah Din va Danesh yang artinya, agama dan ilmu. Misi sekolah ini adalah memperkuat akidah dan pemikiran agama, serta keimanan para siswa. Sekolah ini menekankan bahwa agama tidak terpisahkan dari ilmu.  Para siswa di sekolah ini dipersiapkan untuk terjun ke medan perjuangan dan kebangkitan Islam. Selain itu, Beheshti juga mendirikan Markas Islam untuk para pelajar dan guru di kota Qom. Di markas ini diajarkan bahasa Inggris dan berbagai ilmu kontemporer yang diperlukan oleh seorang pelajar agama. Tahun 1963, Beheshti membangun sekolah Haqqani untuk para santri. Sekolah agama ini mengajarkan berbagai hal yang menjawab persoalan dunia sekarang.

Pernikahannya tahun 1952 yang membuahkan dua anak laki-laki dan dua anak perempuan, tak membuat perjuangan Sayid Mohammad Hosseini mengendur. Bersama sejumlah ulama muda, dia mendirikan sebuah pusat kajian agama. Di sinilah para peneliti muda melakukan kajian mendalam tentang pemerintahan Islam. Karena aktivitasnya, Ayatullah Beheshti ditangkap dinas intelijen rezim Shah Pahlevi, SAVAK dan dibawa ke Tehran. Di Tehran, Beheshti terus melanjutkan aktivitasnya dalam mengenalkan dan menyebarkan ajaran Islam. Tahun 1964, bersama Dr Mohammad Javad Bahonar, Beheshti menyusun buku pelajaran agama untuk mengenalkan generasi muda kepada ajaran agama Islam yang sebenarnya.

Bagi Beheshti, generasi muda adalah kelompok yang bisa dibentuk untuk membangun masyarakat mendatang. Karena itu, dia sangat peduli dengan kondisi anak-anak remaja dan pemuda. Beheshti dan para ulama pejuang lainnya terus melakukan pengkaderan di berbagai kota. Materi-materi ceramah Ayatullah Beheshti, Ayatullah Syahid Mofatteh dan Ayatullah Syahid Muthahhari dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk buku atau diktat yang disebarkan ke tengah generasi muda. Ayatullah Beheshti juga menggelar acara pengajian tafsir al-Quran di rumahnya yang ditujukan untuk para pemuda.

Aktivitas Ayatullah Beheshti umumnya berhubungan dengan pengenalan ajaran Islam yang hakiki dan penentangan terhadap segala bentuk kezaliman dan kediktatoran. Menurutnya, agama tak bisa dipisahkan dari politik, dan umat Islam harus terlibat dalam kegiatan sosial dan politik. Dalam satu pidatonya, Ayatullah Beheshti mengatakan, "Seorang muslim tak mengenal rasa takut. Muslim bukan hanya terlibat dalam kehidupan sosialnya tapi juga harus andil dalam perkembangan global. Muslim tak boleh bungkam hanya karena kehidupannya sudah mapan."

No comments:

Post a Comment