Search

Saturday, December 15, 2012

Mengenal Cendekiawan Kontemporer Iran, (Shahid Behehsti, Bagian Kedua)


Salah satu kelebihan yang ada pada diri kaum cendekia dan arif adalah kematangannya dalam membaca situasi dan memandang jauh ke depan untuk membangun hari esok yang lebih baik. Ayatullah Dr Sayid Mohammad Hosseini Beheshti adalah satu contoh tokoh cendekiawan yang arif. Ulama intelektual ini jauh sebelum kemenangan Revolusi Islam sudah mempersiapkan banyak hal penting untuk membangun Iran yang berasaskan Islam. Di antara yang dilakukannya adalah memilih para pemuda berbakat untuk diterjunkan ke bidang ilmu dan budaya sekaligus membekali mereka dengan pengetahuan agama, kematangan berpikir dan intelektualitas. Mereka inilah yang dipersiapkan untuk menjadi bagian inti dari revolusi Islam.

Mengenai  perjuangan Syahid Beheshti, Rahbar Ayatullah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Seluruh aktivitas perjuangan yang dimulai oleh Imam Khomeini ini, setelah beliau, bermuara pada sosok pribadi Syahid Behesti. Kebijaksanaan dan pandangan Beheshti yang mendalam telah menyelesaikan banyak persoalan yang ada. Banyak jaringan gerakan bawah tanah yang dipandu dan dibimbing olehnya… SAVAK(Dinas intelijen dan keamanan rezim Pahlevi) dalam analisanya menyimpulkan bahwa melukai dan menindak Beheshti akan membuatnya menjadi Khomeini kedua di Iran, sebab dia memenuhi semua kriteria …"

Sejak awal gerakan kebangkitan Imam Khomeini tahun 1962, Ayatullah Beheshti sudah terlibat secara aktif. Tak heran jika dinas intelijen dan keamanan rezim Shah Pahlevi memasukkan nama Beheshti ke dalam daftar ulama yang setiap gerak geriknya harus selalu diawasi. Beberapa kali ulama pejuang ini harus mendekam di dalam penjara. Tahun 1964, warga Muslim Hamburg Jerman meminta para ulama di Qom supaya mengirim seorang ulama untuk memimpin jamaah di masjid kota itu yang dibangun oleh almarhum Ayatullah al-Udzma Boroujerdi. Para ulama yang mengkhawatirkan keselamatan jiwa Ayatullah Beheshti memintanya meninggalkan Iran dan pergi ke Jerman. Dengan demikian, sejak tahun 1965, Beheshti memimpin warga Muslim di kota Hamburg.

Lima tahun berada di Hamburg, Ayatullah Beheshti mempelajari bahasa Jerman. Dengan demikian dia bisa menjalin hubungan lebih baik dengan warga setempat. Dari sinilah, Beheshti secara aktif terlibat menyebarkan ajaran Islam di Jerman. Di Hamburg dia membentuk jaringan mahasiswa Muslim Iran. Mengenai kegiatannya di Jerman, Beheshti menceritakan, "Aku tinggal di Hamburg tapi aktivitasku mencakup seluruh wilayah Jerman, Austria, sebagian Swiss dan Inggris. Aku juga menjalin hubungan korenpondensi dengan Swedia, Belanda, Belgia, Amerika, Italia dan Perancis. Aku mendirikan persatuan kumpulan Islam dan ikut membantu mereka sekaligus menjadi penasehat. Dana batuan dengan jumlah tidak seberapa besar yang berhasil dihimpun di masjid aku alokasikan untuk mendanai perkumpulan itu. Kami juga membentuk satu perkumpulan yang sangat aktif di masjid yang bekerja siang dan malam."

Di bawah kepemimpinan Ayatullah Beheshti, masjid warga Muslim Iran di Hamburg berubah nama menjadi pusat Islam Hamburg. Dengan demikian, warga muslim lainnya yang berada di sana bisa leluasa datang dan ikut memakmurkan masjid ini. Selama berada di Jerman, Beheshti banyak menjalin hubungan dengan kalangan pemuda mahasiswa. Bersama mereka, dia menerbitkan sejumlah buletin dan majalah. Beheshti juga menggelar kontak dan melakukan diskusi dengan para pemikir Eropa. Dalam banyak kesempatan dia menjelaskan kebenaran agama Islam dan menjawab berbagai tuduhan yang dilontarkan oleh para orientalis terhadap Islam.

Tahun 1966, Ayatullah Beheshti yang berada di Jerman pergi tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Perjalanan ke tanah suci dilaluinya lewat darat yang membawanya ke Turki, Suriah dan Lebanon. Di negara-negara ini, Beheshti bertemu dengan para pejuang yang tinggal di luar negeri. Tiga tahun berikutnya, sang ulama pergi ke Irak untuk menemui Imam Khomeini di Najaf. Gerakannya untuk kebangkitan Islam di Iran berlanjut saat berada di Jerman. Tahun 1970, dengan segudang pengalaman yang berharga, Beheshti meninggalkan Jerman dan kembali ke Iran.

Sekembalinya dari Jerman, Savak tidak mengizinkan Beheshti meninggalkan Iran. Kondisi seperti itu dimanfaatkan oleh sang ulama untuk beraktivitas penuh di Tehran. Dia menggelar majlis al-Quran dan menjalin hubungan dengan para pemuda. Dalam banyak pidatonya, Ayatullah Beheshti menjelaskan kepada masyarakat akan kondisi dunia Islam khususnya Palestina. Dia berkali-kali menegaskan bahwa "Umat Islam tak akan pernah unggul selama negara-negara Islam tidak bersatu."

Tahun 1978, rakyat secara langsung berhadap-hadapan dengan rezim Shah, dan gerakan revolusi Islam sudah semakin besar. Dalam proses perjuangan ini, Beheshti disebut oleh Savak sebagai tokoh dan otak utama yang menjalankan misi perjuangan Imam Khomeini di Iran. Di tahun yang sama tepatnya di bulan Oktober, Imam Khomeini meninggalkan Irak dan berhijrah ke Paris. Di sana, beliau membentuk Dewan Revolusi yang salah satu tugasnya adalah menentukan pemerintahan sementara dan mengatur segala urusan negara sampai pemerintahan yang resmi terbentuk. Salah satu anggota dewan ini adalah Ayatullah Dr Beheshti.

Darah puluhan ribu syuhada akhirnya berbuah kemenangan revolusi. Bulan Februari 1979, rezim Pahlevi tak mampu lagi bertahan menghadapi gerakan kebangkitan dan revolusi Islam rakyat Iran. Di saat-saat yang genting seperti itu dan di tengah puluhan kelompok politik yang masing-masing mengejar kepentingannya, diperlukan satu jaringan terorganisir yang melindungi dan menjaga revolusi Islam ini dari penyimpangan. Ayatullah Beheshti yang selalu mengedepankan asas kedisiplinan dan keterprograman meminta izin Imam Khomeini untuk membentuk sebuah partai politik bernama Partai Republik Islam. Partai ini diisi oleh kader-kader asli gerakan Islam seperti Ayatullah Beheshti, Ayatullah Khamenei, dan beberapa tokoh revolusi lainnya. Partai ini bergerak untuk memobilisasi rakyat secara terprogram. Pembentukan partai Republik Islam disambut hangat oleh rakyat Iran. Ayatullah Beheshti dipercaya menjadi Sekjen partai ini.

Saat Republik Islam Iran hendak menyusun konstitusi baru, Beheshti mendapat suara dukungan dari rakyat untuk duduk di Dewan Ahli Penyusunan Konstitusi. Di Dewan ini Beheshti terpilih sebagai wakil ketua. Rakyat Iran masih mengingat betul partisipasi besar Beheshti dalam menyusun undang-undang dasar Republik Islam Iran. Salah satu kegiatan utama Ayatullah Beheshti pasca revolusi adalah memberikan penyuluhan dan penjelasan kepada rakyat akan konsep kepemimpinan faqih atau wilayah faqih yang disebutkan dalam konstitusi. Setelah tersusun, UUD baru disahkan lewat suara rakyat melalui mekanisme referendum. Berikutnya, Imam Khomeini melantik Beheshti sebagai Ketua Mahmakah Agung karena keilmuan, ketakwaan dan kemampuannya yang luar biasa.

Setelah kemenangan revolusi Islam, AS dan musuh-musuh Islam di dalam negeri menyadari bahwa Dr Beheshti adalah salah satu pilar penting yang menyangga Revolusi Islam. Dialah yang punya peran sangat vital dan menentukan dalam setiap pengambilan keputusan. Karena itu, musuh-musuh revolusi mengerahkan semua sarana dan kakitangannya untuk merusak citra dan nama Beheshti di tengah masyarakat. Tapi semua tuduhan dan fitnahan itu dihadapinya dengan tabah dan kesabaran tinggi. Dia tak pernah menyebut orang lain dengan kata-kata buruk. Jiwanya yang besar tak memberinya izin untuk menghadapi lawan-lawan politiknya dengan bahasa kemarahan. Beheshti selalu mengajak pihak-pihak yang berseberangan dengannya untuk berdiskusi mencari kebenaran. Sifat-sifat luhur itulah yang membuat rakyat semakin mencintai Beheshti. Kelompok Munafikin yang tak punya kekuatan apapun menghadapi akhlak dan logika Islam Ayatullah Beheshti, mengambil jalan pintas. Mereka meneror ulama pejuang ini. 28 Juni 1981, kaki tangan munafikin meledakkan kantor pusat Partai Republik Islam. Dalam insiden itu, Ayatullah Beheshti bersama 72 tokoh partai Republik Islam yang sebagian besar adalah pejabat Negara, gugur Syahid.

Syahidnya Ayatullah Beheshti menorehkan luka yang dalam di hati Imam Khomeini. Beliau mengatakan, "Beheshti hidup teraniaya dan matipun teraniaya. Dia telah menjadi gangguan yang sangat besar bagi musuh-musuh Islam." Imam Khomeini menyebut Beheshti dengan sebutan satu bangsa. Mengenai kepribadian dan keluasan wawasannya, Imam mengatakan, "Saya mengenal Beheshti lebih dari 20 tahun. Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang tidak obyektif itu (Munafikin) yang menyuarakan yel-yel ‘mampus Behehsti' di seluruh penjuru negeri, saya justru memandang Beheshti sebagai sosok pribadi yang loyalis, mujtahid, pemimpin, cinta rakyat, cinta kepada Islam dan orang yang sangat berguna bagi masyarakat kita."

No comments:

Post a Comment