Wasiat-Wasiat Imam Ali as
Pertama dan terakhir dalam petuah Imam Ali as adalah takwa. Beliau
berpesan kepada kedua puteranya, "Anakku, jagalah dirimu baik-baik di
jalan Allah dan dengan nilai-nilai ilahi." Tema takwa kepada Allah tidak
membahas masalah takut kepada Allah Swt. Sebagian orang berpikir bahwa
takwa artinya takut kepada Allah. Takut kepada Allah Swt atau
khasyyatullah memiliki makna dan nilai sendiri. Sedangkan takwa ialah
berhati-hati dalam setiap langkah agar semua tindakan kita sejalan
dengan maslahat seperti yang diperintahkan Allah Swt. Takwa bukanlah
sesuatu yang bisa dibuang begitu saja oleh seseorang barang sejenak. Melepas takwa sama dengan menjerumuskan diri ke dalam jurang, dan untuk
kembali ke atas lagi memerlukan pegangan yang kuat. "Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka
ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya." (QS.7.21) Orang yang bertakwa ketika
merasa sedang mendapat bisikan dari setan tentu akan kembali kepada
dirinya sendiri dan menghimpun kewaspadaan. Setan tidak akan menjauhi
kita. Sebab itu, wasiat yang pertama ialah takwa.
Keniscayaan Takwa
Salah satu keniscayaan dari takwa ialah tidak memburu dunia. Imam Ali
as berpesan kepada kedua puteranya, "Jangan kalian mengejar dunia,
walaupun seandainya dunia mengejarmu." Ini adalah poin kedua menyangkut
berbagai keniscayaan dari takwa yang tentu jumlahnya banyak. Semua
kebaikan adalah keniscayaan dari takwa. Pesan Imam Ali as tadi tidak
mengatakan supaya dunia ditinggalkan melainkan jangan dikejar. Apa
gerangan arti dunia di sini? Dunia dalam pesan itu bukan berarti bahwa
kita tidak boleh memakmurkan bumi ini, bukan berarti kita tidak boleh
menghidupkan kekayaan Allah Swt di muka bumi. Memburu dunia ialah
berbuat dan bekerja semata-mata hanya untuk kenikmatan dan kesenangan
diri semata tanpa memikirkan kepentingan orang lain, masyarakat, dan
umat. Ini berbeda dengan memakmurkan karena yang dituju ialah maslahat
dan kesejahteraan umat. Memakmurkan, karena yang dipikirkan adalah umat,
maka orientasinya bukan lagi dunia, melainkan akhirat. Memakmurkan muka
bumi dan mensejahterakan umat bukanlah perbuatan mengejar dunia atau
duniawi. Tindakan duniawi yang dicela dan harus dijauhi ialah tindakan
menguras tenaga, pikiran, dan waktu hanya untuk kepentingan dan
kenikmatan diri sendiri. Duniawi yang dikutuk ialah perbuatan yang
menunjukkan bahwa kita diperbudak oleh egosentris kita.
Tapi tentu saja, duniawi di sini ada yang haram dan yang halal.
Artinya, tidak semua tindakan memikirkan diri sendiri itu haram. Ada
yang halal, tetapi halal jenis inipun hendaknya dihindari. Seseorang
akan beruntung apabila sesuatu yang secara lahiriah terlihat bernuansa
materi belaka, tetapi ternyata dikendalikan ke jalan Allah. Jika ini
diamalkan, maka yang dikejar justru akhirat. Perniagaan, misalnya, akan
menjadi sesuatu yang bersifat ukhrawi jika dilakukan untuk
menyejahterakan umat dan bukan untuk menimbun modal dan kekayaan untuk
diri sendiri. Semua kegiatan dan pekerjaan akan bersifat ukhrawi jika
dilakukan dengan motif demikian. Jadi, poin kedua ialah bahwa dunia
jangan sampai dikejar.
Pesan Imam Ali as tersebut
termanifestasi dengan sempurna dalam diri beliau sendiri. Kehidupan
beliau dapat disimpulkan dalam wasiatnya yang berbunyi, "Kalian jangan
kecewa jika dunia (dalam pengertiannya yang buruk) tidak menghampiri
kalian." Ini poin ketiga.
Poin berikutnya ialah pesan
beliau, "Katakan kebenaran." Artinya, ungkaplah kebenaran dan jangan
sampai ditutup-tutupi. Ungkaplah sedapat mungkin apa saja yang Anda
yakini sebagai kebenaran. Ketika ada orang-orang menyembunyikan
kebenaran dan adakalanya sambil memperlihatkan kebatilan atau mengganti
kebenaran dengan kebatilan, maka kebenaran tidak akan ‘tertindas' selagi
masih ada orang lain yang tampil sebagai pembela dan pengungkap
kebenaran. Kebenaran tidak akan terasing, dan di saat yang saat yang
sama, para penganut kebatilan tidak akan terlalu tamak dalam menumpas
kebenaran.
Kalimat berikutnya dalam pesan Imam Ali as,
"Berbuat sesuatu yang mendatangkan pahala." Artinya, jangan berbuat
sesuatu yang sia-sia, karena tindakan kita, usia kita, dan nafas kita
adalah satu-satunya modal kita. Modal ini jangan sampai dihamburkan
dengan sia-sia. Selagi masih ada umur, selagi nafas masih berhembus, dan
selagi tenaga masih kuat, lakukan segala sesuatu yang mendatangkan
pahala. Apakah pahala itu? Apakah arti pahala ialah bahwa wujud manusia
ini mesti dihargai dengan uang? Inikah pahala yang harus diraih untuk
usia yang sudah dilalui? Ataukah pahala ialah sanjungan dari orang lain?
Jawabannya tentu saja tidak. Imam Ali as berkata, "Bukankah tidak ada
harga untuk kalian kecuali surga, maka janganlah kalian jual diri kalian
dengan selain surga." (Nahjul Balaghah, hikmat 456).
Musuhi Penindas dan Bela Yang Tertindas
Imam Ali as berpesan, "Musuhi penindas dan belalah orang yang
tertindas." Yang dimaksud dengan memusuhi di sini ialah bahwa seseorang
harus berani menyatakan permusuhannya terhadap orang yang zalim. Tidak
cukup dengan hanya merasa benci dan tidak suka saja. Memperlihatkan
permusuhan gambarannya ialah seperti orang yang berani menarik dan
mencengkram bagian depan baju musuh dengan penuh rasa geram dan enggan
melepaskannya.
Sejak sepeninggal Imam Ali as sampai
sekarang, umat manusia menderita tak lain karena para penindas
terbiarkan berkeliaran. Perlu ada tangan-tangan keimanan yang berani
mencengkram bagian depan baju musuh agar dunia terbebas dan tidak terus
terseret ke lubang penderitaan. Di dunia ini, di mana ada kezaliman di
situ pasti ada penindas. Nah, di situ kita harus menjadi musuhnya. Tapi
ini bukan berarti kita langsung main terjang, menyatroni, dan
mencengkram leher musuh. Yang dimaksud ialah bahwa selagi ada
kesempatan, kita harus menunjukkan permusuhan kita terhadap penindas,
dan jangan disembunyi-sembunyikan. Kalau permusuhan ini tidak dapat
diungkapkan terhadap penindas dari dekat, maka ungkapkan dari jauh. Di
masa sekarang, coba lihat betapa mengenaskannya dunia dan nasib umat
manusia akibat tidak diamalkannya pesan Imam Ali as tersebut. Betapa
pedihnya nasib bangsa-bangsa dunia, khususnya umat Islam. Seandainya
pesan itu diamalkan, kezaliman tidak mungkin terjadi sebanyak sekarang.
Kemudian Imam Ali as menyatakan belalah atau bantulah orang yang
tertindas. Beliau tidak mengatakan jadilah simpatisan orang yang
tertindas, melainkan belalah dan tolonglah orang tertindas selagi kamu
mampu dengan berbagai cara. Pesan ini memang ditujukan kepada kedua
putera beliau, Imam Hasan dan Imam Husain, tetapi pada prinsipnya pesan
ini adalah untuk semua orang.
Pada kalimat-kalimat
berikutnya, Imam Ali as memperluas jangkauan orang-orang yang dipesan
dengan mengatakan, "Aku berpesan kepada kalian berdua, kepada semua
anak-anakku, keluargaku, dan kepada siapa saja yang terjangkau oleh
surat wasiatku." Dengan demikian, Anda yang kini membaca wasiat ini juga
merupakan orang yang mendapat pesan penting dari Imam Ali as. Beliau
seakan mengatakan, "Aku wasiatkan kepada kalian semua." Apa yang beliau
wasiatkan tak lain adalah ketakwaan. Awal dan akhir wasiat beliau adalah
takwa.
Pesan berikutnya ialah "Tatalah urusan (amr)
kalian." Apa yang dimaksud dengan penataan urusan (amr bentuk tunggal,
bukan jamak)? Apakah yang dimaksud adalah bahwa semua urusan dalam hidup
ini harus tertata sedemikian rupa? Bisa jadi maknanya memang demikian.
Tapi mengapa beliau tidak menyebutkan urusan-urusan (umuur; bentuk jamak
dari amr)? Ini berarti bahwa yang dipesan beliau agar tertata,
terprogram, dan termenej adalah satu urusan tertentu, yaitu satu urusan
yang menjadi milik umat secara kolektif, dan itu ialah pemerintahan
Islam. Dengan demikian artinya ialah bahwa berbuatlah, bekerjalah, dan
berperilakulah sesuai dengan apa yang terbaik untuk pemerintahan.
Baik Dengan Sesama
Prinsip ketiga pada bagian kedua wasiat Imam Ali as ialah "Rukunkanlah
antara sesama." Beliau berpesan agar solidaritas dan persatuan terus
dijaga dengan berusaha menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan
pertikaian dan perpecahan. Dalam pesan ini Imam Ali as menyebutkan hadis
Nabi Saw yang memang menjadi sandaran Imam Ali as.
Merukunkan atau mendamaikan antarsesama (solah dzat al-bain)
ditekankan sedemikian rupa bukan berarti lebih penting daripada pesan
tentang penataan urusan (tata pemerintahan), melainkan karena kekompakan
adalah masalah yang sangat rawan. Sebab itu, dalam pesan kepada kedua
puteranya, Imam Ali as mengutip hadits Nabi Saw dengan berkata,
"Sesungguhnya saya mendengar ucapan kakek kalian, Nabi Muhammad Saw,
bahwa berbuat baik dan tulus kepada sesama lebih baik dari semua shalat
dan puasa." Kita memang harus shalat dan berpuasa, tetapi ada yang lebih
baik dari keduanya, yaitu berbuat baik dan rukun dengan sesama. Jadi,
jika di suatu tempat ada pertikaian di tengah umat, maka kita harus
mendamaikan dan merukunkannya. Tindakan ini lebih baik daripada shalat
dan puasa.
Peduli Kepada Anak Yatim
Setelah beberapa kalimat singkat tadi, Imam Ali as berkata singkat
lagi, tetapi dengan suara yang lebih parau dan dalam, "Allah, Allah
bersama anak-anak yatim." Kata-kata "Allah, Allah" di sini tidak ada
padanannya dalam bahasa Persia. Jika hendak kita terjemahkan maka harus
kita katakan bahwa jiwamu dan "jiwa" Tuhan ada dalam diri anak-anak
yatim. Ini berarti bahwa kita harus sedapat mungkin peduli kepada
anak-anak yatim. Mereka jangan sampai terlupakan.
Perhatikan betapa seorang humanis, teolog, dan psikolog sebesar Imam Ali
a.s sedemikian peduli kepada nasib anak yatim. Kepedulian kepada mereka
bukan merupakan satu bentuk perhatian yang bersifat pribadi dan
bermotif perasaan biasa. Seorang bocah yang kehilangan ayah adalah sosok
manusia yang kehilangan salah satu sandaran yang paling primer dalam
memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan ini sedapat mungkin harus ditutupi.
Kebutuhan ini tak dapat ditutupi sepenuhnya, tetapi setidaknya mereka
jangan sampai terlantar. Kata Imam Ali as selanjutnya, "Jangan sampai
mereka disia-siakan." Ini berarti bahwa kepedulian kepada mereka jangan
sampai bersifat temporal; kadang peduli dan kadang tidak. Perhatian
harus diberikan secara permanen. "Jangan sampai mereka terlantar
sementara kalian ada," lanjut Imam Ali as. Dengan kata lain, mereka
jangan sampai terlantar sedangkan kalian tahu. Kalian boleh sibuk dengan
urusan kalian, tapi jangan sampai lupa dengan kondisi dan nasib mereka.
Perhatikan Hak Tetangga
Imam Ali as kemudian melanjutkan dengan kata-kata, "Allah, Allah
bersama tetangga kalian." Masalah tetangga juga jangan diremehkan. Ini
adalah masalah yang sangat penting dan merupakan satu ikatan sosial yang
sangat diperhatikan oleh Islam sesuai dengan tuntunan fitrah manusia.
Peradaban yang meremehkan masalah ini sudah tentu jauh dari tuntunan
fitrah manusia. Tetangga harus diperhatikan bukan saja dari segi ekonomi
dan keuangan -walaupun memang sangat penting-, tetapi dari segenap
aspek kemanusiaannya. Kerukunan dan keharmonisan di tengah masyarakat
banyak mengobati berbagai penyakit kronis. "Sesungguh mereka (tetangga)
adalah wasiat Nabi kalian. Nabi as selalu berwasiat tentang mereka
sampai-sampai kami mengira ada ketetapan warisan untuk mereka." lanjut
Imam Ali as.
Pentingnya Al-Quran
Imam Ali as melanjutkan, "Allah, Allah bersama al-Quran. Jangan sampai
orang lain (yang tidak beriman kepada al-Quran) lebih unggul daripada
kalian dalam beramal sesuai al-Quran." Hal seperti ini justru terjadi.
Orang lain bisa berjaya di dunia karena progresifitas mereka, kegigihan
mereka, etos kerja mereka, dan berbagai keistimewaan lain yang dicintai
oleh Allah Swt, bukan karena kebobrokan, kemabukan, dan kezaliman
mereka.
Baitullah
Imam Ali as berpesan lagi, "Allah, Allah bersama Rumah Tuhan kalian."
Artinya, jangan sampai Baitullah sepi sedangkan kalian ada. "Jika
Baitullah sampai ditinggalkan, maka tidak ada tenggang waktu lagi untuk
kalian," lanjut beliau. Maksudnya ialah bahwa kehidupan tidak akan
berlanjut jika Baitullah sampai ditinggalkan, tetapi ini ada
maksud-maksud lain dari ucapan tersebut.
Jihad di Jalan Allah
Imam Ali as juga berkata, "Allah, Allah bersama jihad dengan harta
kalian, diri kalian, dan lisan kalian di jalan Allah." Beliau berpesan
agar jihad dengan harta, jiwa, dan lisan jangan sampai ditinggalkan.
Selagi masih berpegang pada prinsip jihad, umat Islam senantiasa
bermartabat di dunia, tetapi jika prinsip ini diabaikan, maka mereka
akan hina. Jihad sesuai dengan batas-batas yang ditetapkan oleh Islam
bukanlah kezaliman. Jihad tidak mengajarkan pelanggaran dan penistaan
terhadap hak orang lain. Jihad bukan dalih untuk menebar pembunuhan di
sana sini. Jihad tidak mengajarkan pemusnahan orang-orang lain yang
non-Muslim. Jihad adalah hukum Allah Swt yang sangat agung. Jihad adalah
ajaran yang bertujuan mengangkat martabat bangsa-bangsa.
Imam Ali as kemudian berkata, "Kalian hendaknya menjalin hubungan dan
saling tolong satu sama lain, dan jangan sampai kalian saling bertolak
berpaling dan putus hubungan. Jangan pula kalian meninggalkan amar
makruf nahi munkar sehingga orang yang buruk berkuasa atas kalian lalu
kalian berdoa (agar dibebaskan dari kejelelekan), dan doa kalian pun
tidak dikabulkan."
Petikan khutbah Jumat Rahbar pada 4/03/1994 - 21 Ramadhan 1414 H
Kewajiban dan TanggungJawab Mengenal Pemerintahan Imam Ali as
Mempelajari dan mengambil hikmah dari perjalanan hidup Amirul Mukminin
Ali bin Abi Thalib as bukan berarti bahwa kita harus berbuat sesuatu
yang setara dengan beliau. Tak satupun orang yang dapat menggapai
tingkatan yang setara dengan beliau. Memetik pelajaran dari beliau ialah
bahwa setiap orang dalam sistem pemerintahan Republik Islam di mana
saja dia bekerja tidak boleh berhenti dari proses pelatihan dan
penataran. Jangan sampai lupa bahwa apapun yang dikerjakan tak lain
adalah demi keridhaan Allah Swt. Tanggungjawab yang diterima dan gerakan
apa pun juga harus demi keridhaan Allah Swt.
Segala
sesuatu akan menjadi mudah bagi orang yang bertutur kata, bekerja, dan
mengemban tanggungjawab demi keridhaan Allah Swt. Karena merasa
segalanya hanyalah demi Allah Swt, maka hawa nafsu tidak akan ikut
campur tangan. Sebab itu, seseorang akan dapat menerima tanggungjawab
dengan senang hati, melepasnya pun juga dengan senang hati, begitu pula
dalam bertindak dan berkata. Apa harus dikatakan akan dapat dia nyatakan
dengan mudah, begitu pula sebaliknya. Dengan motivasi keridhaan Allah
Swt, tak ada yang dikhawatirkan dalam mengambil keputusan, dalam
menghadapi resiko diracun, dalam menghadapi tantangan-tantangan dunia,
dan dalam menghadapi para adidaya.
Faktor yang selalu
menyulitkan kita adalah hawa nafsu kita, ambisi kita, dan
perhitungan-perhitungan materialistik kita. Ketika ego, keakuan, dan
hawa nafsu sudah tidak ada maka segala pekerjaan besar akan menjadi
kecil dan mudah. Tataplah kehidupan Imam Ali as jika ingin melihat
lembaran terang dari sebuah pengalaman yang agung dan cemerlang. Beliau
dapat melepas sesuatu dengan mudah jika itu memang harus dilepas,
sebagaimana beliau dapat menerima sesuatu yang memang sudah merupakan
kewajibannya untuk menerima. Era pemerintahan beliau yang bisa dikatakan
sarat dengan peperangan justru karena kewajibannya membela agama dan
melawan musuh-musuh agama. Seandainya yang menjadi motivasi adalah hawa
nafsu dan kepentingan pribadi, maka kisahnya akan lain. Tidak ada motif
pribadi. Sebaliknya, jiwanya selalu siap dikorbankan asalkan misi dan
cita-citanya bisa tercapai.
Petikan khutbah Rahbar dalam pertemuan dengan para pejabat pemerintah dan Angkatan Bersenjata Iran pada 09/06/1993
Keteladanan Pemerintahan Imam Ali as
Pemerintahan Imam Ali as menjadi contoh yang harus diikuti dalam upaya
menegakkan keadilan, membela kaum tertindas, menghadapi kaum zalim, dan
memperjuangkan hak asasi dalam kondisi apapun. Semua itu tidak akan
lapuk ditelan masa. Dalam berbagai kondisi saintifik dan sosial apapun
jika ingin bernasib baik dan sentosa, harus meneladani beliau. Ini bukan
berarti kita akan meniru metode birokrasi zaman dahulu lalu kita
katakan bahwa metode itu untuk setipa terus berkembang. Yang kita
inginkan ialah mengikuti arah dan haluan pemerintahan Imam Ali as yang
sudah pasti berlaku selama-lamanya.
Membela kaum
tertindas adalah satu poin cemerlang. Begitu pula semangat melawan
kezaliman dan menolak praktik suap dari para arogan. Ini adalah
nilai-nilai yang tidak mungkin akan padam di dunia. Ini adalah
nilai-nilai yang tetap akan berlaku di segala kondisi dan keadaan.
Karena itu nilai-nilai ini harus dianut dan terus diperjuangkan. Inilah
yang disebut fundamental. Jargon fundamentalisme ialah paham yang
konsisten kepada nilai-nilai universal, abadi, dan tak kenal
kadaluwarsa. Konsistensi inilah yang ditentang habis-habisan oleh kaum
arogan dan adidaya.
Mereka gusar menyaksikan
pemerintahan Islam di Iran tampil sebagai negara yang berpihak kepada
nasib bangsa-bangsa semisal Palestina dan Afghanistan serta tidak kenal
kata kompromi dengan rezim-rezim kotor dan penindas di dunia.
Fundamentalisme inilah yang memang berbahaya bagi kaum arogan dan
adidaya dunia. Kondisi seperti inilah yang membuat Imam Ali as dulu
sering terlibat peperangan. Dan sepak terjang kita selaku pengendali
pemerintahan juga harus demikian.
Imam Ali as juga
merupakan orang yang terbiasa dengan penampilan sebagai orang yang
paling fakir di tengah masyarakat. Beliau sendiri pernah berkata,
"Beginilah aku hidup walaupun aku adalah pemimpin kalian." Kepada Ustman
bin Hunaif beliau berkata, "Kamu tidak bisa hidup seperti aku, tetapi
bantulah aku dengan sikap wara' dan kegigihan." Ini adalah materi yang
kini dikatakan oleh Imam Ali as kepada kita semua. Jauhilah kesalahan,
dosa, dan segala sesuatu yang bertentangan dengan syariat. Berusahalah
sedapat mungkin mendekati perilaku Imam Ali as.
Menerapkan keadilan, membela kaum tertindas, dan melawan penindas
siapapun orangnya adalah gerakan yang sangat penting bagi Imam Ali as.
Dalam membela kaum tertindas, Imam Ali as tidak mensyaratkan apakah yang
tertindas Muslim atau tidak. Padahal beliau adalah orang yang paling
konsisten pada Islam, paling beriman, dan tokoh terbesar dalam
perjuangan pembebasan Islam.
Ketika kita mengingat
kebesaran Imam Ali as, sasarannya adalah perilaku kita sendiri. Kita
tidak bisa sering berpesan kepada orang lain agar berperangai seperti
Imam Ali as. Sekarang kita adalah orang yang paling bertanggungjawab dan
mengemban kewajiban dalam pemerintahan Republik Islam. Kita berharap
para pejabat Republik Islam bisa mendapat taufid untuk mengikuti jejak
Imam Ali as dan berjalan di atas garis haluan beliau. Tapi tentu, sangat
berat tantangan yang dihadapi Imam Ali as dalam menempuh jalannya.
Dalam doa Kumail yang diucapkan oleh Imam Ali as, terbayang betapa
paraunya ratapan beliau kepada Allah Swt. Beliau antara lain mengadu,
"Ilahi, junjunganku, dan pemilik urat nadiku... Wahai Engkau yang
menjadi tumpuanku dalam mengadukan keadaanku." Betapa remuk redamnya
hati beliau ketika meratap kepada Yang Maha Kuasa. Berat sekali beban
yang ada di pundak beliau karena besarnya tanggungjawab dalam berbagai
persoalan sosial dan masyarakat, masalah masa depan agama, masalah
haluan religius dalam pemerintahan Islam. Dan betapapun beratnya, Imam
Ali as sedikitpun tidak pernah berlepas diri dari tanggung jawab
itu.
Petikan khutbah Jumat Rahbar pada 4/03/1994 - 21 Ramadhan 1414 H
No comments:
Post a Comment